𝐂𝐇𝐀𝐏𝐓𝐄𝐑 O.4
───────────────────Kirana baskara masuk ke dalam sebuah ruang melalui dinding kaca. Di ruangan bernuansa putih itu, dering alarm berbunyi. Menarik paksa yang tengah terlelap keluar dari mimpi, kembali pada marcapada.
Netra coklat milik gadis itu terbuka perlahan. Berkedip beberapa kali, guna menyesuaikan diri dengan cahaya yang menyeruak masuk ke dalam retina.
Gadis itu, yang masih berusaha mengumpulkan nyawa, menyingkirkan selimutnya kemudian berjalan keluar dari kamar. Masih dengan baju tidur yang melekat di tubuh, gadis itu langsung menuju meja makan. Tempat kedua orangtuanya berkumpul.
Ia meletakkan kepalanya di atas lipatan tangan begitu duduk di kursinya. Pagi ini, adalah hari yang menyebalkan untuknya.
Anne meletakkan piring di hadapan gadis itu, wanita yang kini menjelma sebagai ibu kesayangan si gadis pun dengan gemasnya menarik telinga Emilia. Memaksa gadis itu untuk benar-benar membuka matanya.
"Lilia, siapa yang mengajarkan mu tidur di meja makan?" tanya Anne──yang selalu kesal akan tindakan yang Emilia lakukan setiap hari Kamis pagi.
Dengan mata yang belum terbuka seluruhnya, Emilia mengangkat kedua tangan ke atas──meregangkan tubuhnya walau kembali lesu seperti orang habis baterai──ia menatap Anne yang nampaknya akan segera mengomelinya, lagi.
"Ayah yang mengajarkan."
Hanan yang sedang menyesap kopinya langsung terbatuk-batuk atas ucapan Emilia. "Tidak, kapan ayah mengajarimu hal semacam itu?"
"Ayah bilang, 'bila masih mengantuk saat di meja makan, tidur saja. Ibu mu tidak akan marah. Jika itu terjadi, katakan saja ayah yang menyuruhmu'. Begitu, apa ayah lupa?" jelasnya, mengucap dengan gaya khas Hanan.
Si pria melebarkan netra, pria itu memegang garpu dengan ekspresi konyol yang sengaja dibuat. Bermaksud menghindari tatapan tajam dari sang istri; yang Hanan yakini akan segera mengisi waktu paginya dengan sejumlah omelan.
Hanan tertawa palsu, ia menyendok makanannya dengan kepala yang diarahkan ke tempat lain.
Anne menghela napas, wanita itu lagi-lagi menatap Emilia yang kelihatannya benar-benar kekurangan tidur. Ia berkacak pinggang, "apa yang kau lakukan semalam Lilia?" tanyanya, menginterogasi.
Emilia mendengus, "ah ibu, aku lapar! Bisakah kita lewatkan sesi tanya jawab dan makan? Hari ini aku ada tugas presentasi jadi aku tidak boleh terlambat satu menit pun!" memasang senyum termanis yang bisa ia lakukan, adalah cara terbaik baginya untuk menghindar dari pertanyaan yang membahayakan.
"Lilia, ibu tahu kau menonton film sepanjang malam. Bukankah ibu sudah bilang jika──"
"Anne, kami akan sangat terlambat jika kau terus mengomel. Emilia, segera mandi dan bersiap. Kau sarapan di sekolah saja." kata sang kepala keluarga, menyela sekaligus mengakhiri kalimat Anne.
Emilia menganggukkan kepalanya, gadis itu berlari kembali ke kamarnya untuk segera bersiap. Sementara sang ibu menatap tajam ke arah sang suami seolah menyatakan adanya permusuhan.
Emilia begitu menyukainya, di saat ia mengenakan pakaian kebanggaannya. Almamater hitam dengan kemeja putih, Emilia sangat menyukai seragam itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Itxaropena
CasualeEmilia telah melihat bagaimana dunia itu berjalan. Baginya, dunia adalah tempat yang tidak akan memberinya ruang untuk bahagia. Namun saat keluarga sederhana itu mengadopsinya, ia mulai memandang dunia dengan cara yang berbeda. fanfiction. © 2O22, b...