𝐂𝐇𝐀𝐏𝐓𝐄𝐑 O.5
───────────────────Kelas xii ipa dua tidak terlalu ramai pagi ini. Emilia langsung mendudukkan dirinya di bangku pojok, tempat favorit selama tiga tahun berturut-turut.
Pagi ini pula, seluruh siswa dan siswi telah membuka buku. Tak seperti hari-hari biasanya. Alasannya hanyalah sebuah penilaian harian yang diumumkan secara mendadak. Sebuah hal yang andil dalam membuat Emilia bergadang hingga pukul satu dini hari hanya untuk menghafal rumus dan lambang unsur.
"Selamat pagi, kak Lili!" sapa salah seorang gadis──Alivia namanya, yang duduk di bangku sebelahnya──dengan senyum manisnya. seperti hari-hari biasa.
"Pagi, Livia. Kau tampak senang, ada apa?"
Alivia yang belum lama melepas tas, langsung menggeser bangkunya. Menempel ke tempat Emilia, gadis itu mengeluarkan beberapa permen. Hal yang tak pernah ia lupakan, dan akan selalu dibagikan kepada Emilia.
"Aku benci manis, kau tahu itu kan?"
Alivia mendengus, "kak Lili, ini adalah hari paling menyenangkan dalam hidupku. Jadi tolong, makan permennya ya? Sekali ini saja."
Emilia menghembuskan napas, ia mengangguk dan mengambil permen yang berada dalam genggaman gadis itu. Ia membuka satu, kemudian memakannya.
"Sudah masuk mulutku, sekarang ceritakan. Apa yang membuatmu senang di pagi hari seperti ini?"
"Coba tebak!"
Emilia menyipitkan matanya, sebelah tangan menopang dagu, mengetuk kening, lalu menggeleng. "Tidak tahu, cepat katakan sebelum guru tanpa rambut itu datang ke kelas."
Alivia terkekeh, ia mendekap Emilia membuat sang empu kaget. "Ibuku, ibuku akan dioperasi hari ini! Artinya ibu akan segera bangun dari tidur panjangnya!"
Emilia mengangguk paham. "Semoga operasi ibu mu hari ini lancar ya." ujarnya, yang dibalas anggukan oleh Alivia.
Emilia mengacak gemas rambut gadis itu. Membuat sang empu menatap tajam. "Belajarlah, penilaian harian kali ini adalah materi yang belum kau kuasai loh."
"Eh, apa hari ini diadakan penilaian?"
Emilia mengangguk-angguk, "itu diberitahukan di grup kelas. Apa kau tidak memeriksanya?"
"Kak Lili, kau tahu kan handphone ku sudah ku jual untuk membeli obat ibu? Darimana aku tahu? Sekarang waktu sudah habis, aku tidak bisa belajar."
Emilia menyunggingkan senyum, "tidak apa, aku akan membantu mu nanti. Jangan khawatir adik kecilku." tangannya terangkat, mengusap pelan kepala gadis itu.
"Kak Lili, kau begitu dewasa kenapa masih berada di bangku sma? Bukankah seharusnya kau sudah kuliah? Umurmu hampir dua puluh tahun kan?"
Emilia terkekeh pelan, gadis itu bertopang dagu menatap Alivia. "Aku telat masuk dua tahun, lagipula usiaku belum setua itu. Dan harus kau tahu, umur bukan sesuatu yang bisa mencerminkan seberapa dewasanya dirimu. Buktinya adalah kau, usiamu begitu muda tapi sudah hampir lulus sma. Kau bisa hidup mandiri bahkan membantu biaya salah seorang anak yatim piatu. Aku tidak heran jika sepupu ayahku menyukaimu."
Alivia bersidekap begitu mendengar kalimat terakhir itu, "pria itu sangat menyebalkan asal kau tahu, kak. Dia mengikuti ku sepanjang hari bahkan terus menunggu ku di depan toko tempatku bekerja! Tolong, katakan pada tuan Hanan agar dia menghentikan kegiatan sepupunya itu! Aku tidak nyaman, bahkan rasanya aku menjadi buronan!"
Emilia tidak merespon banyak. Gadis itu menghembuskan napas, "akan aku pikirkan caranya ya. Sekarang kembali ke tempatmu, lihat pria berkumis lebat tanpa sehelai rambut telah mengetuk papan tulis dengan penggaris."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Itxaropena
DiversosEmilia telah melihat bagaimana dunia itu berjalan. Baginya, dunia adalah tempat yang tidak akan memberinya ruang untuk bahagia. Namun saat keluarga sederhana itu mengadopsinya, ia mulai memandang dunia dengan cara yang berbeda. fanfiction. © 2O22, b...