𝐂𝐇𝐀𝐏𝐓𝐄𝐑 O.20
───────────────────Sunyi, seperti biasanya. Dinding coklat dan aroma kayu adalah ciri khas perpustakaan sekolah. Tempat menyenangkan bagi para kutu buku, dan tempat nyaman untuk tidur bagi yang ingin.
Tangannya tergerak membalik lembar demi lembar, netra coklatnya merekam ratusan kata, dan bibirnya bergerak membaca tiap baris kalimat.
Alivia menoleh pada yang lebih tua, ia asik membaca buku bersampul hitam bergaris putih dengan judul my diary. Yang entah milik siapa, yang jelas buku itu adalah buku pribadi.
Alivia hendak berujar tanya mengenai hal itu, namun ia mengurungkan niat. Lagipula, kedatangannya ke perpustakaan setelah jam sekolah usai hanya untuk mengulur waktu. Menghindari seorang pria yang tadi terlihat menunggu di depan gerbang.
"Al, jika kau dihadapkan sebuah pilihan antara bertahan atau meninggalkan, kau akan memilih yang mana?" Satu kalimat tanya terucap.
Alivia berpikir sejenak, bila masalah memilih dia tidak begitu pandai membuat keputusan. Untuk sekedar hal ringan saja masih cukup kesulitan, apalagi jika hal itu merupakan hal besar.
"Aku tidak tahu kak. Aku bukan seorang yang pandai membuat keputusan dengan tepat. Namun menurutku, untuk membuat sebuah keputusan.. kau harus mempertimbangkan baik buruknya. juga harus memperhatikan kondisi. Bila kondisinya memintamu bertahan maka lakukan, tapi bila sebaliknya, maka itu terserah mu."
Emilia membulatkan bibirnya. Memberi anggukan kecil atas jawaban yang didapat. Cukup memuaskan, memang tidak salah jika ia bertanya pada yang lebih muda. Dia, anak yang pengertian dan mudah paham akan perasaannya.
"Kak Lilia, uhm... waktu kita bersama tidak lama lagi. Apa kau benar-benar akan melanjutkan pendidikan mu di luar negeri?"
"Eh? Siapa yang bilang?"
Alivia menatap tak mengerti, "tuan Hanan berkata padaku bahwa kau akan berkuliah di London. Aku pikir kau sudah setuju karena kau sangat suka belajar, kak Lili."
Emilia menggeleng. Pilon mengenai hal itu. Hanan jarang membicarakannya.
"Dulu aku sudah bilang padamu bahwa aku akan langsung bekerja. Aku rasa aku akan menolaknya jika ayah bertanya nanti."
Jadi, dia benar-benar mempersiapkan masa depan ku?
── ·𖥸· ──
"Hanan fokuslah atau pekerjaan kita tidak akan usai."
Pria itu bergumam tak jelas. Daksa nya memang di tempat itu, namun pikirannya melayang entah kemana.
Marcel menghela napas, ia yakin pria yang berstatus karibnya itu tengah memikirkan sang putri kesayangan.
"Emilia bukan anak kecil Han, dia bisa membuat keputusannya sendiri. Dia bukan lagi anak yang lima tahun lalu kau ambil dari rumah sakit."
"Tepatnya enam tahun. Minggu depan adalah ulang tahunnya. Tepat diwaktu aku dan Anne membawanya pulang pertama kali."
Hanan menyesap kopinya. Berharap bahwa dengan minuman pahit kesukaannya itu ia bisa sedikit membuang jauh-jauh pikiran.
Amigdala saat ini tidak lagi tertuju pada Anne, tapi pada perempuan itu. Ada satu hal yang membuatnya tidak bisa untuk tidak memikirkannya walau sesaat.
Sesuatu yang akan sangat berpengaruh pada hidup perempuan itu, dan juga hidupnya.
"Han, kau memberitahuku bahwa di ulang tahunnya yang kelima belas kau membuat sebuah perjanjian dengan anak itu." Marcel berujar kembali, "mulanya aku tidak ingin tahu, tapi semakin lama aku tidak bisa berhenti memikirkannya, ditambah raut wajahmu yang menggelikan itu."
Hanan menatap penuh tanya, apa yang Marcel coba katakan kepadanya? Karibnya itu bukan tipe orang yang peduli dengan urusan orang lain. Walau merupakan kawan baik sejak kecil, Hanan masih tidak terlalu mengerti akan perangai pria di hadapannya ini.
"Han, sebenarnya perjanjian apa yang telah kau buat dengan perempuan itu?"
Hanan tertegun, dia tidak berpikir bahwa Marcel akan menanyakan hal yang sangat pribadi seperti itu kepadanya.
Hanan mengembalikan ekspresi terkejutnya. Dirinya berpikir sesaat, ada baiknya membicarakan hal itu dan meminta pendapat, namun apakah dirinya akan aman jika nantinya Marcel tahu?
Hanan bukannya tak percaya pada Marcel, hanya saja ia tidak ingin rahasia yang ada di keluarga kecilnya ini diketahui orang luar.
"Aku akan menjawabnya bila kau bersedia menjaga rahasia ini."
"Baiklah, sekarang bercerita lah, Han."
Marcel menopang wajahnya dengan kedua tangan. Ia menyeringai tipis mendapatkan wajah kesal temannya itu menyatu dengan raut lelah nya.
"Dulu, pada ulang tahun Emilia yang kelimabelas. Ketika kami masih tinggal di Canada──"
"Aku membuatnya berjanji untuk tidak menyayangi aku dan Anne dengan sungguh-sungguh. Dan dia harus pergi setelah Anne berpulang."
TBC
chapter ke 20!?
nggak nyangka bisa sampai sejauh ini.
hehe:>
makasih untuk semua dukungannya ya.
karena kalian aku bisa lanjut sampai sini.
dulu aku mau tamatin aja di chapter 10-15.
dengan ending gantung gitu, tapi gak jadi.pokoknya terus stay disini sampai tamat ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Itxaropena
AcakEmilia telah melihat bagaimana dunia itu berjalan. Baginya, dunia adalah tempat yang tidak akan memberinya ruang untuk bahagia. Namun saat keluarga sederhana itu mengadopsinya, ia mulai memandang dunia dengan cara yang berbeda. fanfiction. © 2O22, b...