15. Christmas Eve

177 36 0
                                    

Pada malam natal, tanggal 24 bulan Desember 1991, salju turun di dataran Skotlandia dimana kastil Hogwarts yang kuno berada, para guru serta murid-murid yang memilih untuk tinggal di kastil tengah merebahkan diri di depan perapian panas ditemani secangkir coklat panas buatan para peri rumah, berlindung dari dinginnya suhu di Skotlandia.

Berbeda dengan semua orang, Esmeralda menemukan dirinya berada di tempat yang sama, seperti malam pertama Ia berada di kastil ini, di tempat dimana Dumbledore menyembunyikan Batu Bertuah milik Nicholas dan Istrinya, Perenelle Flamel. 

Gadis berusia sebelas tahun tersebut duduk menghadap kearah cermin ERISED, memandang ke cermin, mencoba mencari tahu apa yang menjadi keinginan terbesarnya, namun yang ada hanyalah kehampaan, tanda kematian. Esmeralda tersenyum pada dirinya sendiri, dia tidak punya keinginan terbesar lain, selain kematian.

"Apa yang kau lihat, Dear One?" seperti pertama kali Albus Dumbledore berbicara kepadanya, Esmeralda tidak mau memindahkan pandangannya, sebelum Dumbledore mendudukkan dirinya di sebelah gadis itu. Esmeralda mengangkat alis melihat pakaian Dumbledore yang nyentrik, berwarna ungu muda dan garis-garis berwarna biru, serta kacamata bulan separuhnya, dan janggut panjang berwarna putih seperti Santa Claus.

"berhenti mencoba masuk ke kepalaku, Professor." katanya kesal, Albus Dumbledore hanya terkekeh pelan,

"maaf." ujar sang kepala sekolah dengan tenang, mata Dumbledore yang berbinar-binar menatap ke cermin,

"permintaan maaf diterima," jawab Esmeralda, "apa yang anda lihat, Professor?"

Albus menberikan senyum sayang pada Esmeralda, Ia melihat gadis itu dengan binar mata ala kakek yang mencintai cucunya,

"aku melihat adikku." kata Albus, menghela napas pelan, tangan Esmeralda yang tidak terbalut sarung tangan tak sengaja menyentuh kulit Dumbledore secara langsung, dan dia langsung melihat masa lalu di Kakek.

Buru-buru dia melepas tangannya dari kulit Albus, dan memasang sarung tangannya kembali. Tatapannya kepada Albus berubah.

"ada apa, dear one?" tanya Dumbledore dengan senyuman, Esmeralda menatapnya skeptis dan menilai,

"Professor, kenapa anda mengorbankan hati anda demi kepentingan orang lain?"

Albus terkejut, tidak menyangka anak kecil di sampingnya bisa mempertanyakan sebuah pertanyaan seperti itu,

"apa maksudmu, dear?" tanyanya, Esmeralda menatap matanya langsung,

"aku tak sengaja melihat sedikit bagian dari masa lalu anda Professor, dan bagian yang kulihat adalah anda yang masih muda dan seorang lain... Gellert Grindelwald..."

Albus tersenyum mendengar perkataannya, hanya mengelus kepala gadis itu dengan sayang,

"semua orang mengira kalau anda dan Gellert Grindelwald adalah sahabat, bahkan seperti saudara... Tapi mereka salah bukan, Professor? Kalian lebih dari itu?"

Albus menatap mata hijau itu, yang mirip seperti salah satu murid perempuannya yang memiliki keingin tahuan yang sama, Albus mengelus rambut Esmeralda,

"kami lebih dekat dari saudara, dear one..." katanya, Albus lalu memberikan tangannya pada gadis kecil itu, "mau melihat semuanya?"

Esmeralda terkejut, "anda yakin?"

"agar kau mengerti, dear one." kata Albus mengangguk, Esmeralda mengeluarkan tangan kanannya dari sarung tangan hijaunya, dia lalu menatap mata Albus yang masih nemiliki binar yang sama tapi ada sesuatu yang berbeda, Esmeralda tidak bisa mengerti arti dan maksud pria itu. Sekejab setelah memegang tangan Albus, Esmeralda tersedot dalam memori.



Memori itu menunjukkan dua orang remaja yang Esmeralda yakini sebagai Dumbledore dan Grindelwald muda. Keluarga Dumbledore yang tinggal di Godric's Hollow bertetangga dengan Bathilda Bagshot, yang juga merupakan bibi dari Gellert Grindelwad. Dan mereka bersahabat baik.

Setiap saat mereka bermain bersama dengan dua anak lebih muda, Aberfoth dan Arianna Dumbledore.


Memori berubah lagi, terjadi dimana Grindelwald memulai aspirasinya, yang didukung penuh oleh Albus, yaitu berkaitan tentang Penyihir yang lebih kuat daripada Muggle.

Semuanya berubah kembali, Esmeralda sampai di sebuah tempat lain, dia melihat bagaimana Albus, Aberfoth dan Gellert bertarung dan tidak sengaja menyebabkan kematian Ariana. Esmeralda tidak bisa melihat mantra siapa yang mengenai Arianna.

Tempat Esmeralda berubah lagi, dia berada di saat dimana Kementrian sihir mencoba membujuk Albus untuk bertarung dengan Gellert, karena dialah satu-satunya penyihir yang bisa diakui sepadan oleh Grindelwald. Tapi Albus tidak bisa karena dia sudah terikat sumpah darah dengan Gellert, dan dia sangat mencintai Gellert.

Esmeralda merasakan ulu hatinya bagaikan diremas oleh tangan tak terlihat, sakit sekali rasanya melihat Albus dan Gellert bertarung. Dan merasakan bagaimana hati Albus Dumbledore bagaika pecah berkeping-keping karena bertarung melawan orang yang Ia cintai.

Dan Albus memenangkan pertarungan... Tapi Ia mengorbankan banyak sekali.

Esmeralda membuka matanya, menatap Albus,

"sampai sekarang hati anda tetap sakit bukan, Professor?" tanya Esmeralda, suaranya tercekat, Albus menghapus airmata gadis itu dengan lembut, "bagaimana anda bisa mencintai sebesar itu? Dan berkorban seperti itu, Professor?"

"kau akan mengerti di waktu yang tepat, dear one," kata Albus, "saat kau mencintai seseorang dengan besar, maka pengorbanan dan rasa sakit yang kau rasakan juga pasti akan sangat besar. Tapi itulah yang namanya cinta, apalah arti cinta jika tanpa pengorbanan?"

Esmeralda tetap kebingungan, tapi Albus hanya terkekeh melihatnya, dan menepuk-nepuk kepala gadis kecil itu dengan sayang, "nanti juga kau akan mengerti." setelah itu Albus berdiri, menyodorkan tangannya pada Esmeralda, "ayo pergi, sudah sangat malam dan dingin."

Esmeralda menerima uluran tangan tersebut, dan berdiri, menepuk debu di pakaiannya, lalu berjalan bersama Dumbledore keluar dari sana, Ia mengelus kepala Fluffy yang imut kemudian mengucapkan selamat malam pada mereka lalu keluar bersama Dumbledore.

"tapi Professor, kenapa anda rela berkorban seperti itu?" tanya Esmeralda pada Dumbledore yang membawanya kearah asrama Slytherin,

"Sebagai manusia, kita tidak bisa selalu mendapatkan apa yang kita inginkan. Banyak yang mengatakan kalau itu adalah kekurangan, tapi aku melihatnya sebagai suatu keunikan tersendiri. Untuk kasusku, dear one, aku menyadari kalau apa yang diinginkan Gellert berbeda denganku.  Aku merasa cukup hanya dengan dirinya, tapi dia menginginkan lebih. Aku mencoba menjadi cukup untuknya, tapi dia tidak pernah merasa cukup. Hingga aku menyadari bahwa, dalam sebuah hubungan, jika salah satunya merasa tidak puas dengan yang lain, maka itu bukan salah pihak tersebut, tapi salah yang merasa tidak puas. Jika dia memang benar-benar mencintai, maka dia seharusnya merasa cukup."

Keduanya sampai di depan asrama Slytherin, Albus tersenyum menatapnya,

"kita sudah sampai." kata Albus, "Selamat Natal, Esmeralda."

"selamat natal, Albus." balas Esmeralda dengan anggukan, Esmeralda menyadari kalau Albus Dumbledore tidak seburuk yang Ia kira, pria tua itu memang manipulatif dan licik, tapi yang dia inginkan adalah kebaikan untuk dunia sihir.

Esmeralda menggeleng bingung, kenapa Albus tidak masuk Slytherin saja?

Aere Perennius (Harry Potter Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang