MATA-MATA

1.6K 99 1
                                    

Aku menyibukkan diriku dengan pekerjaan. Sesekali kulihat ponsel untuk membaca atau bahkan mendengarkan Purnomo memberikan kabar. Tidak jarang juga Purnomo mengirimkan foto candid Pelangi dan juga Cilla. Sungguh hal itu membuat rasa rinduku semakin membuncah pada mereka. Aku sengaja berangkat pagi dan pulang larut malam jika Purnomo memberitahu Pelangi sudah di rumah. Entahlah berada berduaan dengan Bulan justru malah membuatku sedikit merasa tak nyaman, setiap kali bertemu Bulan selalu mengajakku bercinta untuk itulah juga aku lebih memilih menghindarinya.

"Mas jangan capek-capek kerja, istirahat dulu biar gak capek mas." Kata Pelangi.

"Kan kalo capek ada kamu sayang."

"Aku ?"

"Iya. Buatku secapek apapun aku kalau ada kamu, segala rasa capekku hilang."

"Halah mas mas, gombalmu itu lho." Kata Pelangi sambil mencubit gemas lenganku.

Dia selalu merona ketika aku memberi pujian atau gombalan, dan itu membuatku merasa lucu dan selalu ingin menggodanya. Oh Pelangi aku merindukanmu. Kulihat poto yang dikirimkan Purnama dua hari lalu. Pelangi duduk sendiri di depan rumah, wajahnya sendu. Dia tak seceria dulu. Dari sini aku sadar bahwa aku betul-betul membuat hatinya luka sekali lagi.

"Sayang ...... Makan siang bareng yuk. Habis ini anterin aku ke butik ya." Bulan tiba-tiba nyelonong masuk keruang kerjaku.

"Makan siang disini saja. Setelahnya nanti kuantar kamu ke butik."

"Bosen yank makan disini tuh. Menunya itu-itu aja." Kata Bulan manja sambil duduk dipangkuanku.

"Yaudah pesen online aja kalau gitu. Aku sedang banyak pekerjaan." Kataku sambil berusaha membuat Bulan menyingkir dari pangkuanku.

"Sayang .... Kangen ..... " Kata Bulan sambil berusaha untuk menciumku. Dia memelukku dan mencium leherku. Beberapa hari ini memang dia sangat agresif dan sering mengajakku bercinta

"Bulan, ini kantor. Malu dilihat orang." Kataku sambil sedikit mendorongnya.

"Kenapa ? Biasanya juga seperti ini. Dan itu tidak ada masalah kan ?"

Drrrtttt ....... Drttttt ....... Drrrttt..... Sialan ! Ponsel khususku untuk Purnomo bergetar. Bulan langsung mengedarkan pandangannya mencari sekeliling. Dia melihat ponsel milikku di atas meja. Tidak ada tanda-tanda panggilan atau pesan masuk. Lalu dia beranjak dan mengambil tasnya untuk melihat ponselnya. Hasilnya sama saja. Tapi getaran ponselku cukup kuat dan lama. Bulan melangkah curiga mencari sumber getaran itu. Aku sendiri tak bisa lama-lama membiarkan Purnomo terus-terusan menelpon. Dengan terpaksa kuangkat telponnya.

"Halo Pur?" Seketika Bulan membulatkan matanya saat mengetahui aku memiliki ponsel lain.

"Siang tuan. Saya mau mengabarkan jika nyonya Pelangi barusan terpeleset di depan rumahnya saat akan berangkat menuju ruko." Kata Purnomo memberikan laporan.

"Apa ? Lalu bagaimana dengan keadaan Pelangi ?"

"Tadi mbak Embun dan bapak nyonya langsung membawa nyonya ke bidan. Tapi ini bapak Hutomo dan ibu baru saja datang. Dan sepertinya nyonya akan segera dibawa ke rumah sakit."

"Bagaimana kondisi Pelangi dan kandungannya ?"

"Saya kurang tau tuan."

"Baiklah saya akan segera pulang ke Solo. Kamu terus pantau mereka. Jangan lupa selalu kabari saya."

"Baik pak siap."

Telepon mati, segera kuamankan ponselku dari lirikan tajam Bulan sebelum dia berbuat nekat.

"Oh, jadi ini yang bikin kamu betah disini ?" Tanya Bulan penuh selidik.

"Siapa Pur ? Orang bayaran kamu buat mengawasi Pelangi ?" Tanyanya lagi.

"Bulan, aku harus ke Solo secepatnya. Kamu mau ikut atau tidak ?" Kataku mengalihkan.

"Jawab pertanyaanku !" Kata Bulan dengan suara keras.

"Iya! Kenapa ? Ada yang salah ?" Jawabku tegas.

"Kamu masih mencintai Pelangi?"

"Iya. Aku masih mencintainya."

"Pasti karena dia sedang mengandung anakmu kan ? Karena ada Cilla juga kan ?"

"Lepas dari itu, aku sungguh masih sangat mencintai Pelangi. Kupikir cintaku masih utuh untukmu. Kini aku menyadari, bahwa sesungguhnya aku lebih membutuhkan Pelangi. Aku sangat mencintainya." Kataku.

"Bohong!"

"Maaf Bulan ! Tapi aku harus jujur padamu. Aku bergulat penuh pada hati dan perasaanku selama beberapa minggu ini. Kupikir berdua denganmu, memilihmu, menjalani hari-hari bersamamu akan mengembalikan perasaaku padamu, tapi ternyata tidak. Aku bahkan merasakan sesal saat jauh dari Pelangi. Rasa yang dulu ada untukmu perlahan mulai hilang Bulan, aku tidak lagi berbunga- bunga saat bersamamu, berpisah denganmu dulu memang sangat menyiksaku, tapi tidak seperti saat aku berpisah dari Pelangi saat ini."

"Kamu tidak mencintai Pelangi Moon. Kamu hanya mencintaiku. Perasaanmu saat ini hanya karena ada Cilla dan anak dalam kandungan Pelangi, kamu hanya belum terbiasa jauh darinya. Kita bisa mencobanya kembali nanti, kita pasti bisa bahagia berdua, seperti dulu saat kita masih pacaran."

"Tadinya kupikir juga begitu, mungkin aku bergantung pada Pelangi karena adanya Cilla dan anak dalam kandungannya, tapi sampai hari ini perasaan itu justru makin kuat pada Pelangi. Dan aku sungguh merasa tersiksa saat kehilangan Pelangi."

"Enggak ! Ingat Moon, kita udah 4 taun pacaran, 4 taun menikah, mungkinkah kamu akan melupakan segala keinginan kita dulu ? Kamu lupa sama rencana masa depan kita dulu saat kita masih pacaran ? Jauh sebelum Pelangi hadir dalam kehidupan kita ?"

"Maaf Bulan."

"Atau kamu membuangku karena aku tak bisa mengandung anakmu ? Karena aku tak bisa hamil lagi?"

"Tidak ! Bukan karena itu. Aku tidak bisa menentang apa yang sudah ditakdirkan oleh Tuhan. Bahkan jika tidak adanya Cilla aku bisa saja mengadopsi anak agar keluarga kita bisa tetap utuh. Tapi ini masalah hati. Setelah apa yang kita lewati selama ini aku bisa menyimpulkan bahwa rasa itu memang sudah tidak ada. Ini hanya karena aku belum siap melepaskanmu. Bukan karena aku masih mencintaimu."

"Jahat kamu Moon ! Semudah itu kamu melupakan 8 tahun kebersamaan kita ?"

"Maaf Bulan. Aku minta maaf."

Bulan menangis. Aku lega pada akhirnya aku bisa mengatakannya pada Bulan. Setelah sekian lama aku memendam untuk menjaga perasaannya, dan mungkin semua sudah terlambat. Aku baru bisa menyadari tentang bagaimana perasaanku pada Bulan dan Pelangi.

Pada Pelangi, aku mencintainya. Entah sejak kapan aku tidak pernah tau. Yang aku tau aku begitu kehilangan dia saat dia pergi meninggalkan rumahku dulu. Aku menyesali perbuatanku selalu acuh padanya. Aku tak suka dia bersama lelaki lain selain diriku. Rasa cintaku semakin tumbuh saat aku tau bahwa Pelangi memiliki Cilla, darah dagingku. Hatiku hancur saat Pelangi menolakku, namun aku tak berhenti untuk mendapatkan maafnya. Sesungguhnya bukan karena rencanaku dulu dengan Bulan, bukan karena suruhan Bulan aku melakukan itu, tapi karena dari sudut hatiku aku ingin mendapatkan Pelangi kembali. Aku tak bisa menggambarkan bagaimana rasa bahagianya hatiku saat Pelangi menerimaku kembali, memaafkanku dan memberiku kesempatan sekali lagi. Dunia serasa berubah. Hidup bertiga dengan Pelangi dan Cilla membuatku merasa dunia menjadi milikku. Dan kebahagiaan itu kembali redup saat Bulan kembali hadir. Saat Pelangi memintaku untuk memilih antara dirinya dan Bulan aku tak bisa memilihnya, sulit untukku. Aku membutuhkan waktu untuk berfikir. Ada keinginan untuk mempertahankan mereka berdua. Menjalani kehidupan poligami seperti para ulama bisa bahagia dengan para pasangannya. Tapi pada kenyataannya aku tidak bisa adil. Aku selalu menyakiti salah satu diantara mereka berdua. Aku hanya butuh waktu, sebentar lagi. Aku butuh waktu untuk meyakinkan bagaimana perasaanku pada Bulan dan Pelangi sesungguhnya siapa diantara mereka yang sungguh aku cintai dan yang hanya sebatas ingin memiliki. Namun Bulan menghancurkan segalanya. Dia membuatku tidak bisa memilih. Dia membuat Pelangi merasakan luka lagi untuk kesekian kalinya. 

dua cincinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang