KABAR BAHAGIA

1.7K 79 3
                                    

Aku pulang dengan membawa kabar penuh dengan kebahagiaan, hari yang aku tungggu-tunggu setelah perjalanan panjang yang aku alami kini telah berakhir. Meskipun harus dibarengi dengan konflik yang terjadi padaku dan Bulan tapi inilah akhir yang ku harapkan. Aku berharap Pelangi juga akan bahagia mengetahui hal ini, setelah hampir 7 bulan akhirnya hakim mengabulkan gugatanku pada Bulan. Akhirnya kamipun bercerai, akta cerai sudah kubawa dan aku akan menunjukkannya pada Pelangi.

"Sayang !" Aku berlari meraih Pelangi ke dalam Pelukanku.

"Mas kenapa kamu ini ?" Tanya Pelangi sambil berusaha melepas pelukanku.

"Aku punya sesuatu buat kamu." Kataku.

"Apa?" Tanya Pelangi.

Kuberikan amplop coklat yang masih rapi itu pada Pelangi. Dia menerimanya kemudian membuka amplop yang berisikan akta ceraiku dengan Bulan.

"Apa ini mas ?"

"Sekarang aku udah resmi cerai sama Bulan, kamu lihatkan aku benar-benar membuktikan janjiku padamu. Aku menceraikan Bulan dan lebih memilih kamu dan anak-anak kita." Kataku.

"Baik mas." Jawab Pelangi singkat sambil kembali memasukkan akta cerai itu ke dalam amplop dan memberikanbya lagi padaku.

"Kamu kenapa ? Kok kamu kayaknya enggak seneng dengar kabar perceraianku sama Bulan ?" Tanyaku heran.

"Aku tidak mungkin berbahagia sementara ada hati yang terluka. "

"Ngi, kenapa sih kamu memikirkan perasaan orang lain ? Bulan saja tidak memikirkan perasaanmu. Sudahlah sekarang saatnya kita memikirkan masa depan kita dan keluarga kita sayang."

"Entahlah mas, aku rasa aku juga perlu kembali menata hatiku lagi untuk benar-benar kembali menerimamu."

"Ngi, apalagi yang kamu minta biar kamu bisa benar-benar mencintaiku dan memaafkanku lagi seperti dulu ? Aku sudah merelakan segalanya demi kamu, demi anak-anak kita, apa itu masih kurang untukmu ?"

"Merelakan apa maksud kamu ?"

"Kamu tidak perlu tau apa yang aku lakukan. Aku hanya mau kamu tidak meninggalkanku. Aku hanya mau kamu kembali menerimaku dan kita bisa hidup bersama lagi seperti dulu. Aku ingin memiliki masa depan yang membahagiakan bersama kalian. Bukalah pintu hatimu kembali untukku, berilah aku kesempatan." Pintaku setelah itu aku meninggalkannya bersama Arcello Putra Hutomo, putra keduaku.

Aku meninggalkan Pelangi dengan rasa kecewa dan putus asa, bagaimana bisa dia masih meragukan aku padahal dia tau aku begitu mencintainya. Betapa aku hampir gila saat dia dalam keadaan koma, betapa aku rela kehilangan semuanya demi mengabulkan tuntutan Bulan atas perceraian ini, Pelangi memang tidak tau akan hal ini, dia tidak perlu tau karena aku tidak mau dikasihani, aku tidak ingin dia kembali hanya karena merasa kasihan padaku, tapi tidak sepantasnya dia terus-terusan meragukanku seperti ini.

"Moondy, bagaimana langkahmu selanjutnya ?" Tanya papa begitu mengetahui ceritaku hingga hakim mengabulkan perceraianku dengan Bulan.

"Jujur papa sangat kecewa dengan keputusan yang kamu ambil tanpa mendiskusikannya pada kami." Lanjut papa.

"Aku minta maaf pa. Aku tau aku salah. Tapi papa tenang saja aku akan tetap menuntut dia pa, sampai dia menerima balasan yang setimpal atas apa yang dia lakukan pada Pelangi dulu."

"Apakah kamu akan kembali merebut cafe cabang Tembalang dan rumahmu yang di Semarang?" Tanya mama.

"Betul Moon, lewat kasus ini kamu bisa sekalian mengambilnya. Rasa-rasanya papa berat sekali melepaskan cafe yang dulu papa bangun dari 0, dan perempuan gila itu dengan seenaknya sendiri meminta sebagai harta gono gini."

"Maafkan Moondy ya pa. Moondy tidak menyangka juga jika Bulan punya pikiran seperti itu untuk perceraian ini. Tapi pasti Moondy akan minta kembali pa." Kataku.

"Pelangi sudah tau hal ini Moon ?"

"Belum ma. Sebaiknya tidak usah, Moondy gak mau dia kasihan sama Moondy. Moondy tidak butuh itu. Moondy hanya mau Pelangi kembali mencintai Moondy dengan tulus seperti dulu. Tadi saja saat Moondy menunjukkan akta cerai ini dia sama sekali tidak memperlihatkan kebahagiaanya. Dia malah mendebat Moondy."

"Mungkin dia masih kecewa sama kamu Moon, semoga Pelangi segera mengerti dan menerima kamu kembali ya Moon. Berjuanglah untuk mereka dan dapatkan hati Pelangi kembali."

"Makasih ya ma, Moondy akan berusaha mendapatkan hati Pelangi ma, tidak akan Moondy menyerah. Pa Moondy janji, Moondy akan merebut kembali cafe cabang Tembalang, tapi untuk rumah dan uang Moody akan melepasnya. Biarkan itu menjadi milik Bulan, tapi apa yang menjadi milik papa, Moondy akan berjuang untuk memintanya."

*****

Aku membuka pintu kamar dengan langkah gontai, kulihat Pelangi sedang menidurkan si kecil di box bayi. Rasanya aku malas sekali jika harus berdebat lagi dengannya. Fikiranku sedang banyak aku hanya ingin menenangkan diri dengannya, tapi kurasa itu tidak akan mungkin. Aku merebahkan tubuhku di ranjang dan membelakangi Pelangi .

"Kenapa kamu gak cerita sama aku?" Tanya Pelangi saat dia ikut berbaring di belakangku.

"Cerita soal apa ?" Tanyaku tanpa membalikkan badanku.

"Soal harta goni gini, cafe Tembalang, dan rumah kamu ? Aku udah denger semua tentang pembicaraan kamu sama mama papa tadi."

"Gak penting." Jawabku masih membelakangi dia.

"Penting buatku !"

"Enggak!"

"Penting buatku! Kenapa kamu melakukannya ?"

"Bukan urusan kamu!" Kataku sambil berdiri dari ranjang berniat pindah ke sofa.

"Tentu urusanku, kenapa kamu tega memberikannya kepada Bulan ?" Tanya Pelangi sambik berdiri di hadapanku.

"Pikirkanlah kenapa aku melakukan semua itu dan tidak usah kamu berbicara padaku sebelum kamu menyadari kenapa aku melakukannya."

Kuhindari Pelangi. Sebenarnya aku tak tega kepadanya, apalagi seolah menyalahkannya karena hal ini, padahal aku sama sekali tak menyalahkannya. Aku seperti ini biar dia sadar, biar mengerti betapa berartinya dia buatku dibanding semua harta yang aku miliki, bahkan sampai ku korbankan harta milik keluarga juga.

"Kenapa kamu gegabah dalam mengambil keputusan ? Seharusnya kamu fikirkan dulu dampak baik dan buruknya, kamu punya keluarga, jangan seenaknya kamu mengambil keputusan demi kepentingan kamu sendiri, apalagi dengan melibatkan usaha milik keluarga kamu !"

"Pelangi aku capek. Kepalaku pusing. Aku sedang tidak ingin berdebat." Kurebahkan diriku di sofa membelakangi Pelangi yang masih berdiri mematung di belakangku.

"Kita harus bicara mas. Katakan padaku semuanya. Aku ingin tau, aku ... "

"Stop ! Berhentilah berbicara atau kamu mau aku keluar dari kamar dan tidur di ruang tv ?" Ancamku.

Pelangi terdiam mendengar bentakan dan ancamanku. Dia mundur perlahan dan menghempaskan tubuhnya di ranjang sambil menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Hubungan kami masih renggang, dari dia sembuh dari koma hingga permasalahan soal harta gono gini kemarin. Aku sengaja lebih cuek padanya agar dia sedikit menyadari bahwa aku benar-benar marah padanya. Aku berangkat kerja pagi, pulang kerja malam, sengaja kulakukan agar dia tau bahwa aku masih marah padanya. Inilah cara yang terbaik untuk sementara waktu agar aku tak terpancing emosi. 

dua cincinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang