KEMBALI

1.6K 77 2
                                    

Air mataku ikut mengalir merasakan kebahagiaan atas sadarnya Pelangi. 6 minggu Pelangi mengalami koma, hidupnya diantara hidup dan mati, bahkan dokterpun sudah menyerah karena Pelangi sangat kritis, bahkan pernah mereka hampir melepas alat Pelangi, tapi aku yang bersikekeh agar alat-alat itu tetap menempel pada tubuh Pelangi karena aku merasa dia pasti kembali sembuh, dan kini dia sudah bisa sadar kembali, betapa aku bersyukur menerima berita ini.

"Sayang .... Kamu sudah sembuh ? Apa yang kamu rasakan sekarang ? Apakah ada yang sakit ?" Tanyaku pada Pelangi.

"Apa yang terjadi padaku mas ? Aku merasa badanku sakit semua ?" Tanya Pelangi dalam keadaan bingung.

"Perutku mas ? Dimana anak kita mas ? Tanya Pelangi lagi dengan suara sedikit histeris.

"Kamu dengarkan aku dulu sayang. Kamu tenang ya ?

Aku lalu mendekat padanya, kuraih tangannya dan ku genggam erat, kuciumi punggung tangannya sebelum aku ceritakan semua yang terjadi dari tempat persidangan sampai sekarang dia bangun dari koma.

"6 minggu ?" Tanya Pelangi kaget.

"Iya kamu koma selama 6 minggu." Jawabku.

"Selama itukah mas ? Kenapa aku tidak menyadarinya ?"

"Kamu pikir aku berbohong? Lihatlah aku sekarang. Kami semua hampir putus asa, karena dokter bilang hidupmu hanya bergantung alat yang menempel ditubuhmu."

"Lalu mas anak kita bagaimana ? Bagaimana keadaan anak kita mas ? Kamu belum menceritakan padaku ?" Dia histeris bahkan hampir saja beranjak dari tempat tidurnya.

"Sayang kamu tenang dulu, dengarkan aku. Alhamdulillah kamu berhasil melahirkannya, dia sekarang sudah berusia 6 minggu, gendut sekali. Wajahnya mirip denganmu."

"Iyakah? Lalu dimana dia sekarang? Aku ingin melihatnya mas. " Tanya Pelangi tenang. Dan aku mengangguk.

"Dia sudah dirumah sayang. Dia dirawat oleh mama dan papa, semua orang membantu merawat dan menjaganya sambil menunggu kamu kembali."

"Aku jadi ingin cepat pulang mas."

"Cepatlah pulih agar kamu bisa segera pulang. Bapak, ibu, mama, papa, kakak, Cilla, putra kecil kita merindukanmu."

"Siapa namanya mas ?"

"Aku belum memberinya nama. Aku menunggumu sadar baru memberikan nama yang terbaik untuk anak kita."

"Lalu jika aku mati apa kamu selamanya tetap tidak akan memberikannya nama ?"

"Pelangi! Jangan bicara seperti itu !" Bentakku.

"Tidak taukah kamu aku begitu mencintaimu, melihatmu terbaring koma membuatku tak memiliki semangat lagi. Jika bukan karena Cilla dan putra kita entah mungkin aku sudah tidak tau arah karena memikirkan keadaanmu. Taukah kamu dokter bilang hidupmu sudah tidak bisa selamat jika bukan karena alat-alat medis yang menempel di tubuh kamu."

"Bukankah seharusnya kamu bahagia karena jika aku pergi kamu bisa lanjut dengan Bulan?"

Aku menarik nafas panjang dan membuangnya kasar. Bisa-bisanya dia masih menghakimiku disaat aku semua hal buruk sudah hampir bisa kita lalui seperti ini. Kukendalikan emosiku, aku memejamkan mata berkali-kali sambil melihat sudut mata Pelangi yang terus melihat ke arahku. Kukeluarkan ponselku dan membuka foto Cilla dan putra kecil kita untuk mengalihkan keributan diantara kami.

"Ini putra kita mas ?" Tanya Pelangi dengan wajah berbinar.

"Iya sayang, tampan kan ? Cepatlah berjuang untuk segera pulih agar kamu bisa pulang, dia merindukanmu."

Pelangi memelukku dan menangis. Aku tersenyum menerima pelukan Pelangi, aku tau dia masih mencintaiku, dia hanya trauma jika aku kembali menyakitinya. Tapi percayalah sayang kamu dan anak-anak kita sekarang adalah kebahagiaan yang aku perjuangkan.

*****

Selama Pelangi sadar aku terus mendampinginya di rumah sakit, sesekali kami melakukan video call kepada Cilla agar kami bisa saling memantau keadaan masing-masing. 3 hari kemudian Pelangi diijinkan dokter untuk pulang setelah dia memiliki perubahan yang semakin membaik, semangat Pelangi untuk sembuh benar-benar menggebu, sehingga dia bisa pulih dengan begitu cepat. Kubawa dia kerumahku. Bapak, ibu, Embun dan Cilla sudah dirumahku. Mereka semua sudah sangat menunggu kepulangan Pelangi.

45 menit perjalanan pulang untuk sampai kerumah, Pelangi sangat cerewet sekali selama kami dalam perjalanan, dia banyak bercerita tentang keinginannya untuk segera bertemu dengan anak-anak, dia juga mempunyai rencana-rencana apa saja yang dia lakukan lagi setelah ini. Bahkan dia sempat minta mampir dulu ke toko mainan untuk membeli mainan buat Cilla dan sikecil. Pelangi disambut oleh semua orang yang telah menunggunya. Cilla langsung berlari memeluk Pelangi begitu kami sampai di halaman rumah. Suasana penuh haru kami rasakan, tangisan kebahagiaan atas kembalinya Pelangi mengiringi kami. Dan suara tangis bertambah pecah ketika kakakku keluar menggendong putra kecilku dan memberikannya pada Pelangi. Dia menangis sejadi-jadinya sambil menggendong si kecil.

"Ini anak kita mas ?" Tanya Pelangi sambil menggendong putra kecil kita.

"Iya sayang, dia sangat merindukanmu."

Pelangi mencium dan memeluk putra kecil kami. Tak ingin berlarut diluar rumah kami akhirnya memasuki rumah dan berkumpul di ruang keluarga.

"Jadi namanya siapa Ngi biar kita enak manggilnya ?" Tanya kakak.

"Sebelumnya memang dipanggilnya siapa mbak ?" Tanya Pelangi.

"Ya karena anak lanang ya kami panggil 'nang' to." Jawab mama.

"Kenapa gak langsung diberi nama aja biar lebih enak manggilnya ?" Tanya Pelangi lagi.

"Suamimu itu yang gak mau. Katanya nungguin kamu kembali Ngi." Kata papa.

"Dia strees berat Ngi kamu tinggal koma. Lihatlah sekarang dia tak terurus lagi, badan kurus, tidur kurang, rambut tidak tertata rapi, kumis dan jambang memenuhi wajah. Dia betul-betul menyadari bahwa kamu begitu berarti buat dia sekarang Ngi." Ibuku menimpal.

"Sekarang yang bucin gantian mas Moondy mbak, setiap hari selalu saja melihat fotomu dan menyebut namamu." Embun menggodaku.

"Mungkin dia baru sadar jika sudah seperti ini. Biarkan saja dia mendapat hukuman setimpal dulu." Kata papa menambahkan.

Aku tak banyak berkata-kata, karena memang itulah yang aku rasakan. Benar apa kata mereka semua tentangku. Pelangi melihat kearahku, dan aku tersenyum melihatnya, meski setelahnya dia kembali memalingkan wakanya dari pandanganku.

"Aku senang kamu kembali." Kataku saat kami memasuki kamar.

"Masak sih mas ?"

"Kamu pikir aku bohong? Lihatlah aku, sekarang aku tak lagi menjaga penampilanku, semua itu karena aku terlalu sibuk memikirkanmu."

"Mungkin karena gak sempet, kan kamu ngurus dua anak. Bukan karena memikirkanku."

"Kamu masih gak percaya kalau aku benar-benar mencintaimu?"

"Percaya gak ya, entahlah .... "

"Ngi !"

Drrttttt drrrrtttt drrtttt ponselku bergetar membuatku tak jadi meneruskan kata-kataku.

"Halo pak Paulus ?" Telpon dari pengacaraku.

"......."

"Baik pak terimakasih. Maaf saya tidak bisa hadir, hari ini istri saya keluar dari rumah sakit."

"......."

"Baik saya kabari lagi nanti, tapi tidak bisa dalam waktu dekat ini, istri saya masih dalam pemulihan."

dua cincinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang