PERSIDANGAN

513 17 0
                                    

Aku melihat Pelangi turun dari motornya dengan membawa banyak barang belanjaan yang berisi bermacam-macam sayuran. Aku mendekat dan melihatnya heran karena aku merasa tidak sedang dan tidak ada rencana untuk mengadakan sebuah acara.

"Aku besok mau kembali jualan." Kata Pelangi begitu melihatku berdiri dibelakangnya.

"Kenapa ? Apa kurang uang bulanan yang aku kasih ke kamu ?"

Enggak bukan karena itu." Jawabnya tanpa melihat ke arahku.

"Trus ?"

"Aku mau ngebantu ngumpulin uang buat mengambil kembali apa yang menjadi milik papa."

"Ya nggak gitu caranya. Kasihan dong anak-anak kalau kamu tinggal. Aku kerja kamu juga kerja, trus mereka sama siapa ?"

"Nanti aku bisa bolak balik. Cello kan gampang ditinggal, dia masih sering tidur, biar nanti dibantu sama mama, aku juga pumping asi buat Cello."

"Enggak! Kamu harus dirumah! Anak-anak lebih butuh kamu!"

"Trus gimana kamu ngembaliin cafe milik papa ? Kamu tu gampang banget ya nyerahin cafe ke Bulan ? Emang kamu tu dari dulu selalu nurutin perintah ada apapun kata Bulan. Jangan-jangan kalau dia minta kamu nyebur sumur juga kamu ikutin lagi perintahnya!"

"Pelangi !"

"Apa ?" Kali ini dia berani melawanku, mata kami bertemu.

"Aku ngasih semua yang dia mau biar aku dan dia segera pisah. Dan aku janji akan mengambilnya kembali dari Bulan dan akan mengembalikan ke papa."

"Harus dengan cara memberikan dia cafe, rumah dan uang ?"

"Uang itu uang mut'ah Bulan, hak Bulan. Sedangkan rumah Semarang permintaan harta gono gini dia, aku anggap itu hak dia, kalau masalah cafe aku akui aku salah, aku gegabah karena menyerahkan itu tanpa minta ijin sama papa. Itu semua aku lakukan karena ......"

"Aku kan ?"

Aku tak menjawabnya. Aku melihat wajah Pelangi yang sudah mulai sendu air mata sudah memenuhi kedua bola matanya.

"Jadi biarkan aku bekerja untuk menebusnya, karena aku tau Bulan tidak akan semudah itu melepaskan cafe itu."

"Bukan begitu caranya. Biar pengacara nanti yang urus. Kamu tidak perlu repot-repot bekerja, apalagi sampai menelantarkan Cilla dan Cello."

"Sudah sampai sejauh mana persidangan kasus ini ?"

"Ayo kubantu bawa barang belanjaanmu, nanti aku ceritakan semuanya."

Pelangi menuruti permintaanku, setelah kami berdua masuk rumah, menyapa kedua anak kami lalu kami memutuskan untuk masuk kamar. Aku menceritakan semua jalannya kasus hari ini. Termasuk saat pengacara memintaku membawa Pelangi kembali hadir di persidangan. Aku cukup berhati-hati menceritakannya karena takut dia akan marah, aku takut dia trauma. Tak lupa aku juga menceritakan soal ayah Bulan yang datang menemuiku untuk mencabut tuntutanku pada Bulan. Tak ada tanggapan dari Pelangi sedikitpun setelah aku menceritakan semuanya. Dia hanya diam dan mengangguk setelah itu membaringkan tubunya ke tempat tidur dan membelakangiku.

****

Aku bersiap untuk berangkat ke persidangan hari ini. Aku sengaja tidak mengajak Pelangi, hubunganku dengan dia saja belum bisa kembali normal bagaimana jika aku malah menambahkan masalah tentang hal ini lagi, biarlah persidangan berjalan lama, kita ikuti saja sampai selesai tanpa harus melibatkan Pelangi

"Mas, aku ikut ke persidangan." Kata Pelangi yang sudah duduk rapi di ruang keluarga.

"Serius ?" Tanyaku kaget karena melihat Pelangi sudah rapi.

"Iya. Tapi anak-anak dirumah, aku tidak mau Bulan melakukan sesuatu yang buruk pada anak-anak seperti dia melakukannya padaku dulu. Trauma itu masih menghantuiku sampai hari ini."

"Iya sayang akupun sama. Biarlah mereka dirumah. Nanti kita titipkan ke mama sama ke embak ya."

Aku tersenyum bahagia karena Pelangi mau datang ke persidangan, sekali lagi dia mau menolongku. Kali ini tak akan ku pertemukan dia dengan Bulan. Aku tak mau Bulan menyakitinya seperti dulu. Cello kami titipkan pada mama dirumah, sementara Cilla seperti biasa dia diasuh oleh babysitternya. 2 jam perjalanan cukup untuk sampai tempat tujuan kami. Di perjalanan kami banyak mengobrol, meskipun sudah tak sedingin biasanya tapi mendengar suara cerewet Pelangi membuatku merasa tenang.

"Selamat siang pak." Sambut pengacaraku begitu kami datang.

"Siang pak Paulus. Saya bawa istri saya kembali sekarang sesuai permintaan anda."

"Baik pak. Terimakasih bu Pelangi karena kehadiran ibu sekali lagi akan membantu jalannya persidangan ini."

"Baik pak. Lalu apa yang harus saya lakukan?"

"Karena ibu disini sebagai saksi dan korban ibu pasti akan ditanyai mengenai kronologi kejadian, saya harap ibu Pelangi menjawab dengan jujur setiap pertanyaan jaksa, katakan apa yang terjadi jika bisa sedetail-detailnya."

"Apa saya bisa mengambil kembali apa yang sudah direbut oleh Bulan dari suami saya saat perceraian kemarin ?"

"Jika ibu Bulan terbukti bersalah maka kita bisa mengambil kembali hartanya, tapi tidak untuk uang mut'ah."

"Saya hanya butuh Cafe papa mertua saya kembali, untuk rumah saya tidak perduli, biarlah itu menjadi urusan suami saya dan mantan istrinya."

Pelangi kali ini begitu tegas. Dia berbeda dari biasanya. Aku bergidik sendiri melihat dia kali ini. Bahkan merangkul diapun aku tak berani, bagaimana dia yang pendiam dan lemah lembut tiba-tiba menjadi seperti ini dalam waktu yang sangat singkat.

"Pelangi !" Panggil ayah dan ibu Bulan saat kami akan masuk ruang persidangan.

Kami semua menoleh terkejut ketika kedua orang tua Bulan berlutut di depan Pelangi sambil menangis memohon ampunan kepada Pelangi.

"Maafkan putri kami Bulan nak, kami tau kamu perempuan yang baik dan berjiwa besar, tolong jangan masukkan anak kami ke dalam penjara." Pinta ibu Bulan sambil berlulut.

"Apa maksud kalian seperti ini ? Silahkan berdiri, tidak perlu bapak dan ibu berlutut kepada saya karena kalian berdua sama sekali tidak memiliki kesalahan pada saya." Kata Pelangi.

"Kami tau kamu orang baik Pelangi, kami yakin kamu mau memaafkan Bulan." Kata ayah Bulan.

"Kami tau nak, sudah banyak kesalahan yang dilakukan Bulan padamu, tapi kami mohon maafkanlah dia, kami janji jika kamu mencabut tuntuntanmu pada Bulan kami akan pergi dari sini, kami janji Bulan tidak akan pernah mengganggu kehidupan rumah tangga kalian lagi, kami akan menghilang dari kehidupan keluarga kalian." Mama Bulan menangis memohon pada Pelangi.

Pelangi tidak berkata apapun, dia bahkan hampir mengeluarkan air matanya melihat kedua orang tua bulan bersimpuh di hadapannya untuk mendapatkan maaf dari Pelangi. Pelangi tidak bisa berkata apa-apa, dia memilih berlalu meninggalkan orang tua Bulan yang masih terduduk menangis di depan pintu ruang persidangan. Aku mengikutinya dari belakang diikuti jg oleh pengacaraku. Persidangan dimulai, aku duduk di meja persidanganku dan Pelangi duduk di barisan belakang. Dia tak memandangiku sedikitpun. Begitu Bulan memasuki ruang persidangan kulihat Pelangi menyeka air matanya.

"Jadi benar ibu Bulan mendorong anda hingga terjatuh saat selesai persidangan perceraian suami anda 3 bulan lalu ?" Tanya jaksa penuntut saat persidangan di mulai dan Pelangi menjadi saksi. 

dua cincinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang