PENGINTAI

1.6K 91 0
                                    

"Sayang ...... Kamu kenapa ?" Bulan memasuki kamarku.

"YaAllah !!!" Bulan berteriak mengetahui kondisiku yang sudah bercucuran darah.

"Ayo, kita kerumah sakit." Bulan langsung menarikku dan membawaku ke rumah sakit.

Bulan yang mengemudikan mobilnya, dia nampak begitu kuatir padaku, tapi aku malah diam duduk disampingnya. Aku mati rasa sekarang. Yang aku rasakan sekarang hanyalah sakit hati karena di tolak oleh Pelangi. Rasanya aku tidak terima dan aku terluka.

"Apa yang kamu fikirkan hingga kamu melakukakan tindakan bodoh seperti ini ?" Tanya Bulan saat kami pulang dari rumah sakit.

Bulan membawaku kerumah sakit untuk mengobati lukaku. Banyak pecahan kaca di dalamnya. Dan kini tanganku di perban oleh dokter.

"Apa ini masalah Pelangi ?" Tanyanya lagi.

Aku mengangguk.

"Saat kita bertengkar dulu, tidak pernah kamu sekalipun melakukan hal bodoh seperti ini. Tapi bersama Pelangi kamu bahkan tega menyakiti diri kamu sendiri. Aku iri dengan sikapmu pada Pelangi." Katanya sambil tersenyum penuh luka.

"Maafkan aku Bulan."

"Ternyata begini ya rasanya jadi Pelangi dulu. Saat dia sama sekali tak dibutuhkan. Saat dia mencintai seseorang yang tidak pernah mencintainya. Sakit sekali." Kata Bulan sambil menyeka air matanya.

"Ini bukan sekedar perasaan Bulan. Tapi juga sebuah pertanggungjawaban. Bersamamu kita masih menjadi sepasang kekasih. Tapi persama Pelangi kami bukan hanya suami istri. Tapi kami juga ayah dan ibu. Dan itulah yang membuatku sungguh tersiksa ketika Pelangi tidak memaafkan aku."

"Mau sampai kapan kamu bertahan untuk mendapatkan Pelangi kembali ? Lihatlah aku Moondy! Aku yang 8 taun sudah mendampingimu., banyak hal yang sudah kita lalui bersama, banyak yang sudah kita rencanakan dan cita-citakan, apa semua impian dan harapan kita akan hancur hanya karena kamu memilih bertahan dengan Pelangi dan menceraikan aku ?"

"Maafkan aku Bulan. Aku tidak bisa. Tolong ijinkan aku untuk mengakhiri ini."

"Enggak Moondy. Aku gak mau. Aku mencintaimu. Aku yakin perasaanmu ini hanya sementara, itu hanya karena kamu belum terbiasa jauh dari Pelangi."

"Tidak! Bukan itu yang kurasakan. Aku sungguh ingin memperbaikinya bersama Pelangi dan anak-anakku. Tolong ijinkan aku untuk mengakhiri ini. Aku meminta ijinmu agar kamu tidak semakin terluka. Agar hubungan kita ke depan juga tidak menjadi buruk. Aku tidak ingin bermusuhan denganmu, tapi aku juga tidak ingin melanjutkan hubungan ini denganmu, hubungan yang sudah tidak ada rasa sama sekali di dalamnya."

"Kamu yang tidak memiliki rasa, tapi rasaku masih utuh untukmu."

"Rasa yang kamu miliki sama sepertiku selama ini. Rasa yang belum terbiasa terpisah karena seringnya kita bersama, bukan karena cinta lagi."

"Aku tidak akan mau cerai sama kamu. Titik!" Katanya tegas sambil meninggalkan aku.

Aku kembali menitikkan air mataku. Sungguh ini terlalu rumit untukku. Ini semua tentang sebuah jika. Jika dulu aku bisa menerima perjodohan ini bersama Pelangi tentu aku tidak akan menyakiti hati Pelangi. Jika aku tidak menjadikan Bulan sebagai istri keduaku tentu aku tidak akan menyakiti hati Bulan. Jika aku tidak berpoligami tentu aku tidak akan menyakiti dua hati. Jika aku tidak egois tentu aku tidak akan hidup dalam penyesalan seperti ini. Aku bodoh. Aku menyesal.

****

Aku melihat Pelangi dari kejauhan. Dia berjualan makanan di ruko yang dibelikan orang tuaku untuk Pelangi. Sesekali dia menghapus peluh di keningnya, perutnya sudah semakin membesar. Hatiku teriris melihatnya. Dulu aku berjanji padanya tidak akan membuatnya menderita seperti ini. Aku disini tinggal perintah sana sini uang dengan mudah aku dapatkan. Tapi dia harus bekerja keras, melayani para pembeli, mengumpulkan uang recehan. Aku tak punya keberanian lebih untuk mendatangi Pelangi, aku takut dia akan marah atau malah mengusirku. Aku menyadari betapa cemennya aku, tapi mau bagaimana lagi, aku sudah mengumpulkan niat itu, tapi sia-sia saja.

dua cincinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang