GALAU

3.8K 150 6
                                    

"Permisi pak ada tamu." Kata sekertarisku.

"Tamu ? Siapa ? Apa sudah janjian sebelumnya ?"

"Belum pak, tapi ini ada istri bapak diluar."

"Hah ? Istri saya ? Pelangi maksud kamu ?" Aku berdiri dan membulatkan mata mendengar sekertarisku mengatakan Pelangi disini.

"Betul pak, ibu Pelangi ...... " Aku langsung keluar dan mencari keberadaan Pelangi tanpa mendengar cerita dari karyawanku.

Aku melihatnya, dia berdiri mematung diluar cafe cabang Solo Baru. Pasalnya rumahku dan cafe cabang Solobaru ini jauh, bisa sekitar 45 menit, apalagi dia mengendarai motor padahal cuaca sedang sangat teriknya.

"Sayang kamu ngapain kesini ?" Tanyaku penuh dengan keheranan.

"Ada yang mau aku bicarain sama kamu." Katanya.

"Kan bisa dirumah. Ini jauh lho, panas juga. Lihat wajah kamu merah dan penuh dengan keringat."

"Kamu selalu menghindari aku gimana aku bisa bicara sama kamu?"

Aku menghela nafas panjang, aku ga nyangka Pelangi sampai seperti ini, aku jadi kasihan.

"Yaudah, aku minta maaf. Kita masuk dulu." Aku ajak dia masuk keruangan kerjaku.

Kuraih tangannya dalam genggamanku. Panas di telapak tangannya membuatku merasa bersalah karena hukumanku malah membuat Pelangi merasa tersiksa.

"Kamu disini dulu, aku ambilin minum dulu."

"Gak usah. Aku cuma sebentar, takut Cello nangis nanti kalau kelamaan."

"Apa yang mau kamu bicarakan ?" Tanyaku.

"Aku mau kamu cerita semuanya ke aku apa saja yang terjadi antara kamu dan Bulan selama aku koma."

"Jadi kamu jauh-jauh kesini hanya untuk menanyakan hal itu ?"

"Hanya kamu bilang ? Permasalahan sebesar itu kamu bilang 'hanya'?"

Aku menarik nafas panjang, berdebat dengan Pelangi lagi tidak akan ada hasilnya. Pada akhirnya aku menceritakan semuanya pada Pelangi, setiap proses yang aku lalui aku ceritakan semuanya, dari permintaan Bulan tentang harta gono gini, uang mut'ah 200 juta, dan permintaan cafe cabang Tembalang. Tuntutan yang diminta Bulan memang sangat banyak, bahkan menurutku dia sangat sengaja untuk meminta itu semua, tapi aku sama sekali tidak kuatir.

"Kenapa kamu lakukan itu ? Itu rumah kan punya kamu, cafe juga punya papa, kenapa kamu dengan mudahnya melepaskan itu ke Bulan ?"

"Aku pikir aku gak perlu ceritain ke kamu apa alasannya!" Kataku sedikit emosi karena Pelangi masih juga tidak memahami.

"Kamu itu gampang banget ya jadi seorang bucin ? Harusnya kamu pertahanin apa yang menjadi milik kamu bukan main langsung kasih ke orang lain."

Aku menarik nafas panjang dan mendengus dengan kesal, mataku seketika membulat dengan lebar melihat Pelangi. Aku sungguh tidak ingin berdebat dengannya, ini hanya akan membuat hubunganku dan Pelangi jadi tambah memburuk.

"Sebaiknya kamu pulang saja. Aku antar pulang. Motormu biar disini nanti sore aku bawa pulang."

"Enggak usah, aku bisa pulang sendiri." Pelangi pergi meninggalkanku begitu saja.

"Kenapa sih ?" Tanyaku menghalangi dia.

"Enggak. Aku mau pulang sendiri. Kamu masuk sana!"

"Sayang .... "

"Aku bilang aku mau pulang sendiri! Titik !"

Aku melepaskan tanganku dari Pelangi, pandangan matanya tegas. Aku mengangguk dan membiarkan dia pergi mengendarai motornya, tapi tentu saja aku tidak tega. Kuminta Purnomo untuk kembali mengikuti Pelangi sampai rumah, setidaknya aku bisa tenang jika tau Pelangi selamat sampai di rumah.

*****

Pelangi sungguh membuatku pusing. Dia benar-benar menguji kesabaranku. Di rumah dia tidak pernah berbicara padaku, dia hanya menyiapkan makanan dan minuman seperlunya ja, selain itu dia diam membisu padaku. Ditambah lagi aku harus bolak balik ke Semarang untuk sidang tuntutanku pada Bulan tentang tindakan kekerasan yang dia lakukan pada Pelangi dan ini sangat menguras tenagaku, belum lagi kejar setoran atas apa yang sudah ku keluarkan untuk biaya kemarin, astagaaa ..... Disaat seperti ini aku hanya ingin berdamai dengan Pelangi. Aku butuh pelukannya sebentar saja untuk menenangkan fikiranku.

"Sebaiknya pada sidang berikutnya bapak membawa istri bapak ke persidangan." Kata pengacara.

"Untuk apa pak?" Tanyaku.

"Karena ibu Pelangi sebagai korban, jadi dia bisa menjadi saksi persidangan ini, dan sidang akan segera diputuskan."

"Baik, akan saya usahakan."

Lagi-lagi harus membawa Pelangi, aku tidak tau kali ini akan berhasil apa tidak. Aku tidak ingin melibatkan dia, tapi kehadirannya sungguh penting untuk mempercepat sidang kali ini. Aku melangkah gontai menuju ke parkiran mobil sambil memikirkan bagaimana membujuk Pelangi agar dia mau kembali hadir di persidanganku dan Bulan.

"Nak Moondy?" Panggil Ayah Bulan padaku, beliau datang menghampiriku yang masih berdiri di depan mobil.

"Iya ayah? Bagaimana kabar ayah ? Sudah sangat lama tidak saling berbicara."

"Seperti yang kamu lihat. Ayah baik-baik saja, tapi tidak dengan hati ayah yang merasa ketakutan menanti putusan hakim tentang kesalahan yang dilakukan oleh putri tunggalnya." Kata ayah dengan suara bergetar, sedikit membuat hatiku iba.

"Maafkan saya ayah."

"Tolong, cabut tuntutanmu sama Bulan. Maafkan Bulan. Ayah memohon kembali kepadamu kali ini, bahkan jika kamu meminta ayah untuk bersujud dan memohon kepada kamu dan Pelangi pun akan ayah dan mama lakukan, asalkan kalian membebaskan Bulan dari penjara."

"Tapi yah ..."

"Bulan satu-satunya putri kami, kami sangat mencintainya, ayah tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya perasaan mama ketika dia tau anak satu-satunya dia harus masuk penjara. Ayah tau jika apa yang Bulan lakukan pada istrimu salah, dan merupakan tindakan kriminal, tapi kamu juga perlu tau bahwa apa yang dilakukan Bulan hanyalah bentuk dari sebuah kekecewaanya padamu, dia hanya wanita biasa yang punya hati dan perasaan, dia hanya wanita yang rapuh, jika itu bukan Bulan, pasti dia akan melakukan hal yang sama seperti Pelangi, ayah mohon lepaskan Bulan, ayah janji akan membawa dia pergi jauh darimu dan keluargamu."

Aku menghentikan mobilku di pinggir jalan sebelum memasuki tol. Aku bingung apa yang harus aku lakukan setelah ini. Aku merasa permasalahan hidupku semakin saja bertambah. Kupejamkan mataku, kembali terngiang senyum manis Bulan saat kami masih bersama dulu. Kenangan manis yang pernah kami rasakan selama bertahun-tahun bersama, saling mendukung dalam segala hal, saling berbagi dalam segala hal.

"Aku sangat mencintai kamu. Aku boleh meminta sesuatu ?" Tanya Bulan.

"Apa itu sayang ? Katakan."

"Apapun yang terjadi jangan pernah meninggalkan aku, jika aku salah tegurlah, tunjukkanlah aku hal yang benar. Bimbing aku agar selalu ada di jalan yang benar."

"Aku akan selalu disampingmu, apapun yang terjadi. Aku akan selalu membimbingmu, dan selalu menggenggam tanganmu. Kita saling menjaga yang terbaik untuk hubungan kita. Saling mengingatkan jika salah satu dari kita melakukan kesalahan, dan selalu menutupi apa yang menjadi aib pasangan kita."

dua cincinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang