RESPON BERBEDA

624 19 2
                                    

Aku masih membersihkan rumahku dan belum selesai hingga hari ketiga aku pindah kesini. Aku sengaja menyibukkan diriku dengan membersihkan rumah, memindah properti, mengecat rumah, membersihkan kolam dan semuanya aku lakukan. Meliburkan diri dari cafe dan memilih menenangkan diri disini.

Tok tok tok .......

Sudah dari tadi pintu rumahku ada yang mengetok. Enggan sekali aku membuka pintunya. Mataku rasanya berat sekali untuk bangun dan membuka pintu. Semalam aku lembur sampai jam 3 pagi, dan sekarang kulihat jam di ponselku masih jam 9 pagi, aku masih ingin tidur tapi suara ketukan pintu itu tak berhenti juga. Dengan langkah malas aku berjalan, kukucek mataku agar bisa membuka mataku dan tidak menabrak barang-barang di sekitarku.

"Lama banget sih mas buka pintunya ?" Tanya Pelangi yang sudah berdiri mematung di depan pintu dengan wajah manyun.

Mataku membulat melihat kedatangan Pelangi hari ini. Kembali ku kucek mataku untuk memastikan bahwa dia benar berdiri di depan mataku. Dengan memakai broklat warna hijau tosca dan hijab polos serta riasan tipis di wajahnya membuat penampilannya semakin cantik.

"Jam segini kok baru bangun, apa mentang-mentang ini hari minggu trus bisa malas-malasan ?" Omel Pelangi sambil nyelonong masuk ke dalam rumah dan menabrak bahu kananku.

"Katanya kesini buat bersih-bersih rumah ? Lha ini malah sampah dimana-mana." Lanjutnya sambil memungut puntung rokok dan beberapa wadah plastik bekas makanan diruang tamu.

Aku mengikutinya masuk ke dalam rumah. Cerewet sekali dia kali ini. Tidak biasanya dia banyak omong begini. Kepalaku sungguh sangat pusing dibuatnya, udah ngantuk, kepala pusing karena kurang tidur dan sekarang masih harus mendengarkan ocehan Pelangi. Biasanya juga aku membersihkannya, karena tadi malam lembur saja makanya aku tidak membuang sampah pada tempatnya.

"Mandilah. Lalu antar aku pergi." Perintahnya yang membuat mataku semakin membulat. Tumben sekali dia memerintahku.

"Kemana ?" Tanyaku.

"Ke kondangan mas Dito. Dia memintaku datang bersamamu." Katanya.

"Jadi karena permintaan Dito kamu kemari ? Bukan karena keinginan kamu sendiri?"

"Kamu pikir aku akan sebaik itu padamu mas ?" Tanyanya dengan melipat kedua tangannya di depan dada.

Aku menarik nafas panjang dan membuangnya kesal. Lalu segera kutinggalkan Pelangi sendiri di ruang tamu untuk mandi agar dia tidak semakin mengomel. Tidak butuh waktu lama untukku mandi dan bersiap, setelah selesai aku keluar kamar dan kulihat rumah sudah bersih, tidak seperti tadi. Sampah sudah tidak ada, dan lantai menjadi wangi sepertinya Pelangi mengepel lantainya

"Udah selesai ?" Tanya Pelangi yang melihatku berdiri keheranan melihat pemandangan di dalam rumah.

"Iya. Mau berangkat sekarang ?"Tanyaku.

"Aku rapikan riasanku dulu. Kamu tunggu di mobil." Perintahnya meninggalkanku menuju dapur.

Aku mengukuti perintah Pelangi, aku menunggu di dalam mobil sambil menanti Pelangi selesai merias diri. Menuju gedung pernikahan Dito tidak membutuhkan waktu lama, Sepanjang perjalanan tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut kami. Suasana menjadi canggung dan hening. Sesekali kulirik Pelangi yang fokus pada ponselnya, dan tak jarang dia senyum-senyum sendiri membuatku cemburu dan ingin rasanya kembali membajak ponselnya.

"Selamat ya Dit atas pernikahan kalian." Kataku saat kami mulai masuk ke dalam gedung pernikahan Dito.

"Terima kasih Moon." Dito menyalamiku kemudian dia menarikku dan merangkulku.

"Jaga Pelangi, jangan pernah menyakiti dia lagi. Dia terlalu berharga untuk terus-terusan disakiti olehmu. Meskipun aku sudah menemukan jodohku, tapi aku tetap akan selalu menjadi orang terdepan bagi Pelangi jika kamu menyakitinya. Karena bagiku Pelangi sudah kuanggap seperti adikku sendiri." Bisik Dito.

Aku tersenyum getir mendengar ucapan Dito. Pasalnya aku saja belum akur dengan Pelangi. Bagaimana bisa dia memberikanku wejangan seperti itu. Selama selesai mandi sampai kesini tak ada sepatah katapun yang Pelangi ucapkan padaku. Memandangku saja dia tidak pernah, aku seperti orang tak dianggap baginya.

"Setelah ini kemana ?" Tanyaku saat kami sudah kembali menuju mobil untuk pulang.

"Pulang." Jawabnya singkat sambil memainkan ponselnya kembali.

"Aku antar kamu pulang ya, motormu besok biar aku antar pulang." Kataku.

"Kamu ga mau jemput anak-anak sekalian ?" Tanyanya masih tetap memainkan ponselnya.

Aku ternganga, tak mengerti dengan pertanyaan Pelangi. Sambil melihat jalan aku memikirkan maksud dari ucapan Pelangi, namun setelah beberapa saat aku sadar bahwa kalimat satir Pelangi adalah tanda bahwa dia memaafkanku dan memintaku menjemput anak-anak untuk dibawa ke rumah kami. Kuraih tangan Pelangi dan kugenggam erat, sesekali aku menciumi tangannya sambil mengucap beribu terimakasih padanya.

"Makasih untuk kesempatan yang kamu berikan padaku sekali lagi sayang." Kataku.

"Demi anak-anak." Jawabnya singkat dan masih tetap tidak melihatku lagi.

"Iya aku tau. Tapi aku janji aku tidak akan menyakitimu lagi, kalau kamu tidak percaya kamu boleh mensadap ponselku biar kamu tau gerak-gerikku dan apa saja yang aku lakukan saat kamu tidak bersamaku."

"Aku gak kaya kamu ya mas. Jadi mau sampai kapan kamu sadap ponselku ?" Tanyanya menyindir.

"Hehhehe ya kamu kan tau aku seperti itu karena aku mencintaimu."

"Mas Dito udah nikah, siapa lagi yang akan kamu cemburui ?"

"Aku yakin masih banyak pria di luar sana nanti pasti akan menggodamu. Makanya aku masih tetap menyadap ponselmu sampai sekarang."

"Sekalian aja dibawa ponselku daripada di sadap terus-terusan mas. "

"Ngi, makasih banget ya. Aku ...... "

"Terakhir mas. Setelah ini tidak akan ada lagi kesempatan untukmu jika kamu kembali melakukan kesalahan yang sama. Aku manusia biasa, aku bisa sakit dan kecewa, hargai aku sebagai istrimu. Jangan terus-terusan menyakiti aku."

"Iya, aku mengerti. Aku janji tidak akan pernah lagi menyakitimu. Ini kesempatan terakhir, kejadian kemarin adalah pelajaran yang cukup berharga bagiku. Aku terlalu egois, aku tidak bisa menerima takdir Tuhan, aku yang salah. Tapi kedepannya aku pasti akan menjadi lebih baik lagi untuk kamu dan anak-anak kita."

"Kenapa kamu memilihku ?"

Aku melihat ke arah Pelangi, memikirkan matang-matang pertanyaan yang dia lontarkan kepadaku. Belakangan ini dia selalu menggunakan kalimat satir yang membuatku takut salah menjawab.

"Jika karena anak, bukankah kamu masih bisa mengadopsi anak ketika bersama Bulan ? Atau kamu bisa memiliki keturunan lagi dari perempuan lain selain aku dan Bulan ?" Lanjutnya.

Aku menarik nafas panjang dan membuangnya pelan.

"Sudah pernah kukatakan padamu bahwa akan sangat jahat sekali aku sebagai manusia jika memilih meninggalkan Bulan hanya karena dia tidak bisa memberiku keturunan, itu sudah takdir Tuhan, mungkin juga sudah takdir kami berdua yang selalu jahat padamu jadi Tuhan memberikan hukuman itu pada kami. Anak itu rejeki dari Tuhan, rahasia dan takdir Tuhan."

Kuraih tangannya.

"Dan kenapa aku memilihmu karena aku mencintaimu. Setelah beberapa saat kita bersama aku sudah memiliki rasa itu dibalik kepolosanmu, hanya aku terlalu dikuasai oleh Bulan dan aku sendiri bingung dengan perasaanku, aku hanya tau aku mencintai Bulan, aku tak pernah membagi hatiku ketika aku sudah memiliki pasangan, jadi aku mencoba berperang dengan perasaanku ketika aku tau aku mulai membuka hatiku untukmu. Dan lagi semakin kesini, semakin terlihat betapa buruknya sifat Bulan, sisi gelap Bulan yang selama ini tak pernah terlihat, apalagi saat di depanku dia tidak bisa menghargai orang tuaku." Lanjutku.

"Kenapa tidak orang lain ? Bisa saja aku melakukan itu, memilih hidup baru dengan orang baru merupakan hal yang mudah untukku, tapi aku tak bisa melakukannya, aku lebih memilih bersama orang lama. Karena buatku berjuang untuk mendapatmu lebih baik daripada harus mencari orang lain, apalagi sudah ada buah cinta diantara kita berdua. Dan satu hal yang perlu kamu tau, hatiku sudah tertutup oleh perempuan lain, karena sekarang dan seterusnya hanya ada satu nama, yaitu Pelangi Hutomo." Rayuku agar Pelangi tersenyum mendengarnya.

"Gombalmu mas. Ra doyan aku. Mbok kira aku gampang digombali. Blas ra doyan mas." (Gombal mas, dikira aku gampang digombalin, sama sekali tidak). Ucapnya sambil menarik tangannnya dari genggamanku. 

dua cincinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang