44

27.9K 1.6K 8
                                    

Happy reading

Tandain kalau ada typo


🦋🦋🦋


Sore harinya sahabat Alira datang untuk menjenguk. Bara dan Alan juga ikut serta menjenguk. Mereka semua terkejut saat mendengar kabar bahwa Alira kecelakaan. Sebenarnya, mereka ingin menjenguk kemarin malam. Namun, Sargas melarangnya, lantaran waktu itu Alira belum siuman, alhasil Sargas memberitahu mereka untuk menjenguk Alira pada saat pulang sekolah saja.

Mereka berbondong-bondong masuk ke dalam ruang inap Alira. Mereka banyak memberikan Alira buah-buahan. Lain halnya dengan Bara dan Alan. Bara malah membawa satu plastik seblak yang terlihat merah sekali, Alan juga malah membawakan terlur gulung satu plastik. Dua makanan itu membuat Alira sangat ngiler, namun Sargas pasti akan melarangnya memakan itu.

"Ya ampun, lo kok bisa sampai kecelakaan sih, Al? Gue panik tau pas dengan lo masuk rumah sakit," Rena menggenggam tangan Alira. Ia sangat iba saat melihat kondisi sahabatnya yang kurang baik.

"Namanya juga musibah, Ren. Takdir enggak bisa dihindari," lirih Alira.

"Kemarin gue bener-bener kaget banget pas denger kabar lo kecelakaan, badan gue sampai lemes semua. Gue di rumah sampai nangis kejer. Dan tadi di sekolah gue kek kambing conge, plonga plongo gegara enggak ada teman sebangku." ucap Rena dramatis.

"Uluh uluh, kasihan," Alira menampilkan wajah sedihnya.

"Untung lo selamat cil, coba aja kalau enggak, pasti si Sargas sekarang lagi nangis kejer kayak orang gila," cibir Bara.

"Diem lo, Bar!!" Sargas memukul pelan mulut Bara namun bagi Bara itu terasa sangat sakit.

"Gimana keadaan lo? Badan lo masih sakit semua atau udah mendingan?" tanya Galend lembut.

"Udah mendingan kok Gal, cuma kadang masih pusing, tapi enggak pusing banget."

"Alhamdulillah, kalau gitu, semoga lo cepet sembuh." ujar Galend.

"Emm, iya Gal, makasih doanya." Alira tersenyum pada Galend.

Sargas kadang tak suka dengan perhatian lebih yang Galend berikan kepada Alira. Tapi, sebisa mungkin ia mencoba untuk berfikir positif, bila perhatian Galend itu hanya sebatas sahabat dan tidak lebih. Ia juga tak mau merusak hubungan persahabatan Alira dan Galend hanya karena cemburu.

"Gue kira lo bakal patah tulang, terus sampai enggak bisa jalan. Eh, enggak tahunya cuma lecet di jidat," ucap Gara disela ia mengemut permen karetnya.

"Mulut lo, Gar! Sini gue tampol!" Alira melotot tajam pada Gara.

"Haha, becanda gue. Lo selalin luka di dahi luka dimana lagi?" tanya Gara sambari mendekat pada Alira, ia sedikit menggeser Galend agar ia bisa melihat Alira dengan jelas.

"Ini di lutut," Alira menunjuk lututnya.

"Coba gue lihat,"

Dengan polosnya Alira menyibak selimutnya, ia menggulung celananya sampai atas lutut dan memperlihatkan perban yang melingkari lututnya.

"Ohh, ini mah luka kecil. Gue bisa sembuhin dalam sekejap," Gara menepuk-nepuk dadanya.

"Gimana?" tanya Alira polos.

"Gini caranya," Gara menghirup banyak udara lalu ia menghembuskannya keluar, tak lama kemudian ia menggosok-gosok telapak tangannya. Selanjutnya, ia angkat tinggi-tinggi tangan kanannya dan tiba-tiba Gara menghempaskan tangganya ke arah lutut Alira yang luka.

ALIGAS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang