Seorang badut memandang tepat kepada Ervina. Dia tampak basah kuyup. Make up di wajahnya tampak berantakan. Wajah badut yang lucu tidak lagi tampak di sana. Rambutnya hitam dan bukan warna warni.
Ervina mengerjap-erjap, lalu melihat ke sekelilingnya. Dia merasa berada di tempat asing. Sebuah ruangan yang cukup luas. Sebuah kamar di ...
"Aku di mana?" Ervina mulai mendapatkan kesadarannya. Dia berusaha bangun dengan tubuh masih terasa lemas. Sekujur badan rasanya sakit di mana-mana.
"Berbaring saja, tidak apa-apa." Badut itu berkata dengan cepat. Tangannya terarah ke depan Ervina menahan agar Ervina tidak memaksa diri untuk bangun.
"Aku di mana?" Ervina mengulang pertanyaannya. Dia bingung kenapa dia tiba-tiba ada di ruangan itu. Hanya dengan seorang badut.
Sebelumnya Ervina berada di ... Ervina berpikir, dan ... laut, Gama, kerang ... ombak besar ....
"Gama. Gama di mana? Di mana dia?" Ervina menoleh lagi memperhatikan badut di depannya.
"Siapa Gama? Aku hanya melihatmu di sana. Kamu hampir terbawa ombak di pantai. Kamu nekat sekali naik ke batu itu. Ombak pasang datang dengan cepat. Untung saja ...."
"Uuhuukkk ...." Ervina langsung ingat kembali kejadian yang baru dia alami. Dia ingat kembali dia berada di pantai tengah menghadiri pernikahan Sintya dan Brian. Jadi, dia ditolong badut itu dari gelombang yang menggulungnya? Berarti dia masih hidup!
"Uuhhhuuukkk ...." Makin keras Ervina menangis. Dia memiringkan badannya membelakangi badut yang terpana bengong melihat Ervina menangis dengan keras.
"Mbak ... Mbak, kenapa?" Badut itu tidak tahu harus berbuat apa.
Wanita ini kenapa? Dia menangis seperti anak kecil yang ditinggal ibunya pergi ke pasar saja.
"Jo! Kok nangis? Kamu apain dia?" Seorang wanita berambut lurus sebahu masuk ke kamar itu. Dia memegang sebuah cangkir di tangannya.
"Ga tahu, Ra. Udah sadar, eh, langsung nangis." Pria berkostum badut itu berdiri dan memandang pada wanita dengan kostum celana monyet di depannya.
"Minggir, biar aku bantu. Kamu mandi sana. Ntar masuk angin lagi." Wanita itu maju dua langkah mendekati ranjang. Dia meletakkan cangkir di nakas sebelah tempat tidur, lalu duduk di tepi kasur.
Si badut memilih pergi keluar kamar. Sampai di depan pintu dia masih menoleh melihat ke arah ranjang. Wanita yang ditolongnya masih dalam posisi sama, tidur miring, setengah meringkuk dan menangis. Sebaiknya memang dia segera membersihkan diri dan makan. Sampai lewat jam tujuh malam belum sempat dia makan.
*****
Untuk beberapa lama Ervina akhirnya bisa mengendalikan dirinya. Wanita bertubuh mungil yang menemaninya di kamar itu sabar sekali. Dia tunggu sampai Ervina tenang.
"Minumlah ini, air hangat. Lalu bersihkan dirimu. Aku bisa pinjamkan kaos dan legging buat kamu," katanya sambil menyodorkan cangkir di depan Ervina.
Ervina menerima cangkir itu dan meneguk teh panas beberapa kali. Terasa hangat dan nyaman di dadanya.
"Terima kasih." Ervina memberikan lagi cangkir pada wanita itu.
"Namaku Tiara. Kamu siapa?" Dia bertanya dengan suara lembut.
"Vina." Pendek Ervina membalas.
"Oke, Vina." Tiara tersenyum. "Apa yang terjadi? Apa kamu baik-baik saja?"
Ervina tidak menjawab. Dia menatap lurus dengan pandangan kosong. Tiara tidak mendesak. Tapi dia bisa menyimpulkan Ervina sedang dalam kondisi tidak sehat. Bukan fisiknya tapi di dalam jiwanya.
"Kamu mau makan? Aku akan ambilkan. Malam ini menunya sea food. Sesuai lokasi, ya? Mau?" Ramah. Suara Tiara yang lembut terdengar renyah.
Ervina menggeleng. Dia harus kembali. Orang tuanya pasti bingung mencari dia ada di mana.
"Aku ... aku mau ...."
Pintu kamar itu terbuka. Di depan pintu muncul pria tinggi dengan wajah berdagu lancip.
"Apakah dia?" Dari suaranya Ervina langsung tahu, pria itu adalah badut yang menolongnya.
Di sebelahnya, muncul pria muda lainnya. Pria itu memandang Ervina dengan tatapan cemas, lalu segera masuk.
"Vina, kamu di sini. Thank God!" Dia mendekati ranjang tempat Ervina duduk, bersandar pada kepala tempat tidur. "Syukurlah kamu baik-baik saja."
"Kak ..." Ervina berucap lirih. Air mata sudah menggunung lagi di ujung matanya.
"Kita balik?" tanya pria itu yang adalah kakak Ervina, Elvano.
"Ya, kita balik," kata Ervina masih dengan suara lirih.
Elvano berdiri dan memandang pada Tiara serta pria tinggi, tampan dengan dagu lancip itu.
"Aku sangat berterima kasih. Kalian sudah menyelamatkan adikku," kata Elvano bersungguh-sungguh.
"Jovano yang lebih dulu tahu. Sedikit saja dia terlambat, mungkin Vina ...." Tiara melirik kepada Ervina yang kembali terpaku, menatap lurus ke depan.
"Tuhan baik. Dia kirimkan pertolongan tepat waktu. Sekali lagi terima kasih," ucap Elvano.
"Kalau perlu bantuan membawanya kembali ke cottage kalian, dengan senang hati." Jovano menawarkan diri.
"Kurasa ...." Elvano memandang Ervina. Adiknya tampak masih lemah. "Ya, baiklah, aku memang perlu bantuan."
"Oke. Aku siap." Jovano mengangguk.
Elvano membantu Ervina berdiri. Tubuh Ervina seperti tak ada tulang. Berdiri saja dia oleng. Jovano tidak sabaran melihat itu. Dia minta ijin pada Elvano untuk mengangkat Ervina dan menggendongnya, seperti menggendong mempelai wanita saja.
Ervina sangat kaget, tapi dia tak bisa menolak. Jovano mengangkat tubuh Ervina hingga ke depan resto besar itu. Sebuah mobil menunggu di sana. Jovano membantu Ervina masuk ke dalam mobil.
"Kamu ternyata kuat juga. Thank you bantuannya." Elvano sekali lagi berterima kasih.
"Tidak masalah, dengan senang hati." Jovano tersenyum manis. Dia melongok lagi ke dalam mobil. Ervina melirik padanya. "Aku punya sesuatu. Mungkin bisa membuat kamu tersenyum."
Ervina mengerutkan kening, dengan tatapan tidak suka pada Jovano. Jovano menggosok-gosok kedua tangannya.
"Lihat. Ini kosong." Dia membuka kedua tangannya menunjukkan tidak ada apapun yang dia pegang.
Ervina melihat tangan Jovano. Dia menunggu apa maunya pria itu.
"Badut Jojo siap mempersembahkan hadiah buat gadis cantik. Lihat ...." kata Jovano.
Kembali Jovano menggosok-gosok kedua tangannya. Setelah sekian kali menggerak-gerakkan tangan, dengan cepat tiba-tiba dari telapak tangannya muncul setangkai bunga kertas, mawar dengan kelopak berwarna-warni, dan dia acungkan di depan Ervina.
"Buat kamu. Bunga yang indah." Jovano menunggu Ervina mengambil bunga mawar itu dari tangannya.
"Konyol." Satu kata yang muncul dari bibir Ervina.
"Konyol?" Cukup kaget Jovano dengan reaksi Ervina.
"Aku bukan anak kecil yang bisa dikelabui badut pesulap seperti kamu," ucap Ervina sedikit ketus.
"I see ..." Jovano nyengir.
Elvano yang telah duduk di belakang kemudi mobil mendengar perkataan Ervina dan menoleh ke belakangnya.
"Jovano, sorry, aku harus bawa Ervina segera kembali. Orang tua kami sangat cemas," kata Elvano.
"Oke, no problem. Sampai jumpa lagi." Jovano meletakkan mawar berwarna-warni itu di pangkuan Ervina lalu dia menarik diri keluar mobil dan menutup pintunya.
Mobil hitam di depan Jovano berlalu. Jovano memandangi saja mobil itu semakin jauh. Satu pertanyaan besar tentang Ervina muncul di kepalanya. Ervina kabur dari acara pernikahan dan hampir mengakhiri hidupnya tenggelam di laut.
"Apa yang terjadi? Aku benar-benar penasaran. Aku pasti akan menemukan kamu, Vina," batin Jovano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berlabuh di Pantai Hatimu
RomansKehilangan kekasih untuk selamanya, Gamaliel, karena kecelakaan saat pendakian, membuat Ervina hancur. Dia merasa dunia runtuh dan hidup tidak berpihak padanya. Ervina memilih berhibernasi menjauh dari semua kesibukan yang dia jalani. Dia merasa sem...