Bab 8 - Mengulik Hati

9 1 0
                                    


Mata Ervina tertuju pada bunga di depannya. Jovano menyebutkan nama lengkapnya dan meminta berkenalan. Ervina melirik Jovano, mengambil bunga pink itu dari tangan Jovano.

"Terima kasih sudah mengantar. Kamu sudah tahu namaku, juga tahu rumahku. Kurasa itu cukup." Ervina berkata dengan nada dingin.

Dia melangkah menuju ke arah pintu rumah. Pintu depan terbuka dan dari dalam muncul wanita setengah baya. Jovano mengarahkan pandangan pada wanita itu. Dia yakin itu ibu Ervina. Jovano mengikuti Ervina, tujuannya menemui sang ibu.

"Selamat siang, Tante. Aku Jovano, aku mengantarkan Ervina pulang." Jovano memperkenalkan diri.

Wilma menatap badut di depannya. Seketika dia ingat yang Ervina katakan. Seorang badut yang menolongnya saat di pantai. Jadi badut ini? Bagaimana bisa mereka bertemu bahkan badut itu mengantar Ervina pulang?

"Aku Wilma. Senang bertemu denganmu." Wilma tersenyum ramah dan menyalami Jovano.

"Iya, Tante, sama-sama." Jovano membalas dengan senyuman lebar. Bibirnya yang masih berwarna merah karena make up tampak seperti memenuhi wajahnya.

"Mari, silakan masuk. Aku ambilkan minuman dingin. Hari sangat panas." Wilma menawari Jovano mampir.

"Oh ..." Jovano agak terkejut dengan ajakan itu.

"Bu?" Ervina memandang Wilma dengan kedua alis mengkerut.

"Aku tahu dari Vina, kamu yang menolongnya saat di pantai. Tidak berlebihan jika aku menawari minum, kan?" ujar Wilma.

"Aku masuk, mau mandi, gerah." Ervina menyela. Jelas dia tidak suka ibunya seramah itu pada Jovano.

"Tapi, Tan, aku harus segera membersihkan make up ini. Aku per ..."

"Aku hampir kehilangan putriku. Dan Tuhan mengirimkan kamu menyelamatkannya. Aku mohon, mampirlah sebentar, aku hanya ingin berterima kasih," pinta Wilma.

Ervina tidak menunggu lagi, dia dengan cepat masuk ke dalam rumah. Jovano paham, Ervina kesal dengan sikap ibunya.

"Kamu suka buah? Aku baru membuat salad buah." Wilma memutar tubuhnya dan melangkah menuju ke ruang tamu.

Jovano seperti tidak diberi pilihan. "Tan, dengan senang hati aku akan mampir. Hanya saja ini ..."

Wilma kembali berbalik dan melihat Jovano. "Masuklah. Bersihkan dirimu di dalam. Tidak masalah, tidak usah sungkan."

"Oh, baik kalau begitu. Terima kasih sebelumnya, Tante." Jovano tersenyum. Dia kembali ke mobl dan mengambil tasnya. Semua perlengkapan make up dan pakaian ganti ada di sana.

Jovano dan Wilma masuk ke dalam rumah. Wilma menunjukkan kamar mandi yang ada di sebelah ruang tengah. Sementara Jovano mandi dan berganti pakaian, Wilma menyiapkan hidangan buat Jovano.

Ini yang Wilma pikirkan. Ervina ditolong dari maut saat hampir tenggelam di pantai. Sebagai tanda terima kasih, memberi makan dan minum untuk Jovano bukan apa-apa dibanding yang Jovano lakukan. Dia sudah bertaruh nyawa juga menerjang ombak demi menarik Ervina keluar dari gulungan air.

Saat Jovano keluar dari kamar mandi, Wilma terpana memandangnya. Beda, sangat berbeda penampilan Jovano dari saat dia mengenakan pakaian dan make up badut. Wajah aslinya ternyata tampan juga. Kulitnya bersih dan penampilannya lumayan keren.

"Ayo, kita ke ruang makan." Wilma tidak menunggu jawaban Jovano langsung menuju ke sisi lain dari rumah itu.

Jovano mengikuti. Rumah itu besar. Luas, dan cantik. Ruang makan terbuka langsung bertemu taman dan ada pantry di dekat tembok kiri. Design yang sangat manis. Dinding berwarna putih gading membuat suasana begitu adem. Jovano merasa begitu nyaman berada di rumah itu.

"Sebentar lagi Ervina akan keluar. Kita tunggu saja, ya?" Wilma tersenyum. Dia mengambilkan semangkuk salad buah untuk Jovano.

"SIlakan. Ini buat makanan pembuka." Wilma menyodorkan mangkuk di depan Jovano.

"Terima kasih banyak, Tante. Salah satu favoritku, salad buah." Jovano mengambil garpu kecil dan mulai menusuk satu potong buah dari mangkuk.

Wilma memperhatikan Jovano. Pria mudah itu terlihat cerdas dan menawan. Tapi mengapa dia bekerja menjadi seorang badut? Aneh buat Wilma. Pria muda seperti Jovano akan suka dengan karir yang jauh lebih baik. Jadi badut? Apa yang bisa dia raih?

"Aku penasaran. Bagaimana kamu bisa menjadi badut? Padahal kamu ganteng. Kalau pakai make up, wajah ganteng kamu tertutup dan tidak tampak lagi." Apa adanya Wilma mengungkapkan yang dia pikirkan.

Jovano tersenyum lebar. "Banyak yang tanya, Tan. Kenapa aku memilih jadi badut."

"Ya, pasti karena alasannya sama," sahut Wilma.

"Aku phobia badut sebenarnya." Jovano memandang Wilma.

"Really?" Wilma sangat kaget mendengar itu.

"Panjang, Tan, kalau mau diceritakan. Intinya aku pingin ..."

"Jadi kamu masih di sini?" Ervina muncul. Dia menyela perkataan Jovano dengan nada ketus.

"Sayang?" Wila tidak menduga Ervina tidak suka dengan Jovano. Aneh rasanya, sebab Jovano yang telah menelamatkan dia saat di pantai.

Ervina mengarahkan pandangan pada Wilma. "Aku ga lapar," kata Ervina lalu langsung berbalik ke dalam dan masuk ke kamar.

Wilma tidak enak dengan sikap Ervina. Dengan cepat dia meminta maaf pada Jovano.

"Aku mohon mengertilah. Vina sedang ada di situasi yang tidak mudah. Dia tidak seperti ini sebenarnya."

"Maaf, jika aku bertanya, Tan." Ini kesempatan yang Jovano tunggu. Dia ingin tahu apa yang terjadi pada Ervina. "Apa Ervina mengalami sesuatu sampai dia hampir mengakhiri hidupnya?"

Wilma mengembuskan nafas berat, hingga terdengar desah nafasnya. Ada nada pilu tampak dari ekspresi Wilma.

"Benar. Ervina seharusnya sudah menikah tiga bulan lalu. Semua rencana dan persiapan dilakukan. Tinggal menghitung hari saja, tapi kejadian naas mengakhiri semuanya. Tunangannya, Gama, meninggal saat pendakian karena menolong salah satu anggota tim yang terperosok di atas gunung." Wilma menceritakan yang terjadi.

"Gama?" Jovano mengulang nama itu.

"Ya, itu tunangan Vina." Wilma mengangguk. "Vina hancur. Aku dan ayahnya, juga kakaknya, sangat terpukul. Apalagi keluarga Gama. Kejadian ini sangat mengejutkan kami semua. Dan sejak itu, Vina menghindari semua orang. Dia hanya ingin mati dan pergi menyusul Gama."

Jovano terdiam. Dia bisa mengerti apa yang Ervina rasakan. Jovano ingat saat Ervina baru sadar dia menyebut nama Gama dan bertanya di mana Gama. Ervna masih berpikir Gama seakan-akan ada di sekitarnya.

"Menghadiri pernikahan Sintya dan Brian, sangat sulit untuk Ervina. Itu sebabnya aku dan ayahnya sepakat tidak bicara soal pernikahan sepupu Vina. Tapi mau bagaimana, mau tidak mau Vina juga tahu. Apalagi Vina sangat dekat dengan Sintya.

"Saat Vina bersedia hadir, kukira hatinya membaik. Aku sangat lega. Tetapi tidak terpikir, Vina kembali tenggelam dengan kesedihan dan berniat meniggalkan kami semua." Wilma tidak bisa menahan air matanya lagi. Dia menangis. Rasa perih karena apa yang Ervina alami meruntuhkan hati Wilma lagi.

Cepat-cepat Jovano mengambil tisu dan menyodorkannya pada Wilma.

"Terima kasih, Jovano." Wilma menghapus air matanya.

Ada yang mengulik hati Jovano mendengar semua penuturan Wilma. Iba muncul di hati Jovano pada Ervna makin dalam. Sejak bertemu di pantai, Jovano memang penasaran pada Ervina. Dia telah mendapatkan jawabannya. Dan ada getaran halus merambah dada Jovano saat membayangkan wajah ayu dan sendu Ervina.

"Ibu? Apa harus Ibu ceritakan semua hal pada orang asing ini?"

Dengan cepat Jovano dan Wilma menoleh. Ervina berdiri memandang mereka dengan wajah merah penuh amarah.

Berlabuh di Pantai HatimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang