Bab 25 - Jangan Sakiti Dia

3 1 0
                                    

Jovano membuka pintu rumah. Ervina masih berdiri tidak jauh dari mobil. Dia memandang sekelilingnya. Rumah tempat Jovano tinggal selama ini, milik keluarga Tiara. Bagus juga. Tampak rapi taman depan yang tidak begitu luas. Jelas menunjukkan penghuninya mengurusnya dengan baik.

"Vina!" panggil Jovano.

Ervina berputar dan melihat Jovano.

"Mau ikut masuk?" tanya Jovano sambil tangannya menunjuk ke arah rumah.

"Aku tunggu di teras saja. Kamu keluarkan barangnya, aku bantu bawa ke mobil." Ervina berjalan mendekat, berhenti satu langkah naik di atas teras.

"Oke." Jovano tersenyum, mengacungkan sebelah jempolnya lalu masuk ke dalam rumah.

Ervina kembali mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Tidak jauh beda dengan rumah kontrakan yang Jovano akan tinggali. Hanya rumah ini sedikit lebih besar.

"Jovano ...," gumam Ervina. Lagi debaran muncul di hatinya tiba-tiba.

"Kamu di sini?" Seseorang muncul dan bicara dengan nada terkejut. Arahnya dari depan pagar rumah itu.

Ervina mendongak dan melihat siapa yang datang. Wanita berambut kecoklatan sebahu itu melangkah mendekat.

"Jadi kalian sudah sedekat itu?" Tatapan tajam menghujam dengan kuat ke dua mata Ervina.

Ervina makin kaget. Tidak menyangka sambutan pedas yang dia terima dari Tiara.

"Aku ga ngerti apa maksud kamu," kata Ervina. Rasa nyaman dengan cepat memenuhi dadanya.

"Jangan sok polos. Selama ini kamu sejutek itu sama Jojo. Sekarang, kalian datang kemari berdua, saat dia mau meninggalkan aku. Kamu pikir aku bodoh?" Perkataan Tiara semakin tajam.

Ervina membalas tatapan tajam Tiara dan mencoba menerka ke mana pembicaraan Tiara itu akan berlabuh.

"Sorry. Kita ga segitu kenal. Kenapa kamu tiba-tiba marah sama aku? Kita juga ga ada komunikasi apapun selama ini. Maaf, kalau aku harus bilang, kita tidak berteman." Ervina heran saja Tiara tampak sangat kesal bertemu dengannya. Sangat aneh.

"Sorry juga, aku harus bilang. Jojo salah punya rasa sama kamu. Kamu udah dia tolong sampai bertaruh nyawa pun ga bisa ngehargai dia. Buat apa dia melebarkan perasaan sama kamu? Cari susah diri sendiri," kata-kata Tiara makin tajam dan ketus.

Ervina mulai paham. Tiara tidak suka Jovano mendekatinya. Ervina belum begitu mengerti hubungan Jovano dan Tiara seperti apa. Tapi dari penuturan Jovano tentang dirinya, Ervina bisa sedikit menarik kesimpulan, Jovano dan Tiara sangat dekat. Mereka juga saling mengenal sejak masih bocah.

"Aku ga mau Jojo terluka. Aku ga akan biarkan siapapun menyakiti dia. Ga peduli sebesar apa cinta Jojo sama itu cewek, kalau dia hanya mau main-main sama Jojo, aku ga akan tinggal diam. Jojo cowok paling baik yang aku kenal. Dia ga pantas hanya dipermainkan." Jelas, tegas, dan sepenuh hati Tiara mengatakan itu.

"Kamu cinta Jovano?" Meluncur begitu saja perkataan itu dari bibir Ervina.

Kedua mata Tiara mengerjap. Dia seolah-olah tersadar dia bicara terlalu banyak hingga Ervina bisa menebak tepat apa yang dia rasakan buat Jovano.

"Ya, aku sangat sangat cinta sama Jojo. Tapi dia tidak pernah bisa cinta sama aku. Dan situasi kami, kami tidak mungkin bisa bersama. Jika kamu mau membuka hati sama dia, lakukan dengan tulus. Karena dia pasti akan membuat kamu bahagia. Jika kamu lakukan hanya karena ga bisa nolak, lebih baik dari sekarang tinggalkan Jojo," lanjut Tiara. Tak perlu lagi dia sembunyikan.

Ervina merasa hatinya berdebar keras. Tiara blak-blakan bicara. Dia tidak menutupi apapun. Ervina sekali lagi terkejut. Tidak tahu harus bicara apa menimpali perkataan Tiara.

"Ra!? Kamu ..." Jovano muncul dari dalam rumah.

Ervina dan Tiara mengarahkan pandangan pada Jovano.

"Selamat tinggal, Jo. Kuharap kamu akan lebih baik di rumah baru kamu. Aku pulang," kata Tiara sendu. Tatapan sedih dan kecewa ada di aura wajahnya.

"Ara, kita tetap berteman, aku tetap kakak kamu." Jovano memandang Tiara lekat-lekat.

"Aku ..." Tiara menghela nafas. "Aku terima pekerjaan di tempat lain. Aku berangkat ke Aussie besok pagi."

"Apa? Secepat itu?" Jovano terbelalak. Gantian Jovano yang terkejut. Dia maju dua langkah mendekat ke arah Tiara.

"Aku punya peluang bagus di sana. Aku ... tidak ada lagi yang aku perjuangkan di sini. Aku harap kalian akan happy sama-sama. Bye ..." Tiara berbalik dan melangkah ke arah pagar.

"Ara!!" panggil Jovano.

Tiara tidak menoleh. Dia melambaikan tangan sambil terus berjalan. Air mata mulai turun di kedua matanya. Tiara tidak mau Jovano melihatnya menangis. Tiara masuk ke dalam mobil dan segera berlalu dari situ.

Jovano berdiri mematung. Dia tidak mengira persahabatan panjang dengan Tiara harus retak karena Jovano jatuh cinta pada Ervina.

"Jo ... maaf, kalau aku membuat kamu dan Tiara ..."

"Nggak." Jovano menoleh cepat. "Kamu nggak bersalah. Jangan merasa apa-apa. Aku memang sayang Tiara, sebagai sahabat dan adik. Aku ga pernah jatuh cinta padanya. Dan aku bersyukur untuk itu. Karena jika itu benar, kami saling cinta, justru masa depan Tiara akan hancur."

Ervina mengerutkan keningnya. Dia tidak mengerti. Jovano pria baik, kenapa dengan menjadi kekasih, Tiara akan hancur?

"Orang tua Tiara tidak akan pernah merestui. Aku hanya pembantu mereka. Dengan menjadi pembantu keluarga Tiara, aku dibantu begitu banyak hingga seperti sekarang. Aku ga tahu diri kalau juga mengejar putri mereka." Jovano tersenyum kecil di bibirnya. Lebih baik Ervina tahu semuanya.

"Ohh ..." Bibir mungil Ervina membulat.

"Sudahlah. Aku yakin, ga lama lagi, Tiara akan menemukan seseorang yang sungguh sayang sama dia." Jovano kembali tersenyum, lebih lebar.

Ervina tidak bereaksi. Kalimat yang Tiara ucapkan dengan kekesalan itu bercokol kuat di pikirannya.

"Jika kamu mau membuka hati sama dia, lakukan dengan tulus. Karena dia pasti akan membuat kamu bahagia. Jika kamu lakukan hanya karena ga bisa nolak, lebih baik dari sekarang tinggalkan Jojo."

"Hei ..." Jovano membuyarkan launan Ervina. Tangan kanan Jovano melayang-layang di depan wajah Ervina.

"Sorry ..." Ervina tersenyum kecut.

"Bisa lanjut?" tanya Jovano. Yang dia maksudkan mereka bisa melanjutkan urusan mereka ke rumah itu.

"Ya, bisa. Tentu saja." Ervina menyahut.

Keduanya mulai membawa beberapa kardus ke dalam mobil. Usai semua kardus masuk bagasi, Jovano mengunci pintu rumah dan pintu pagar. Perlahan, kemudian mobil meninggalkan rumah itu. Ada rasa sedih juga menyusup di dada Jovano. Rumah itu punya terlalu banyak kenangan dalam hidupnya. Perjuangannya sebagai seorang anak yatim piatu, persahabatan manis dia dan Tiara, dan banyak hal lain di mana Jovano belajar bagaimana kuat dalam menjalani hidup.

Jovano hampir tidak bicara selama perjalanan menuju rumah kontrakan. Ervina juga tidak tahu mau memulai pembicaraan tentang apa. Dia berulang kali melirik Jovano, memperhatikan ekspresi badut tampan itu.

Tiba kembali ke rumah kontrakan. Segera mereka membawa barang masuk ke dalam rumah. Awalnya Ervina enggan masuk, hanya sampai di depan pintu. Tapi karena Jovano memang perlu bantuan, Ervina pun ikut ke dalam.

"Terima kasih banyak bantuannya. Kamu benar, berdua lebih baik daripada sendirian, lebih cepat selesai." Jovano tersenyum lega. Semua barang sudah di dalam rumah. Beberapa sudah ditata, tinggal merapikan saja.

"It is okay. Kamu sudah lebih banyak menolong aku." Ervina menatap Jovano dengan hati berdebar.

Berlabuh di Pantai HatimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang