Bab 16 - Sisi Lain Jovano

3 1 0
                                    

Mata Ervina memandang dengan tajam ke arah Jovano. Sejak kapan badut itu datang ke rumah? Mengapa juga Wilma tidak memberitahu Ervina?

"Hai, Vina!" Wilma tersenyum. "Lihat, Jovano membawa bunga buat Ibu. Cantik sekali," ujar Wilma. Dia menunjuk ke lantai di sebelah kursinya.

Dua buah pot bunga ada di sana. Jenis sukulen yang unik dan langka. Tentu saja Wilma sangat girang.

Ervina mendekat dan memperhatikan bunga yang Wilma maksud. Bagus memang. Yang satu daunnya berwarna kemerahan. Yang satu punya kelopak bertumpuk seperti bunga mawar.

"Aku mau menaruhnya di mana, ya?" Wilma berdiri dan memperhatikan sekeliling. "Hmm ..."

Tuuttt!! Ponsel Wilma berdering. Dia mengangkat panggilan itu.

"Ya, Bu? Gimana?" Wilma langsung fokus pada di penelpon. "Ohh? Sebentar."

Wilma menoleh pada Ervina. "Temani Jovano, Ibu mau cek sesuatu."

Wilma melangkah ke dalam rumah. Ervina melihat ke arah Jovano yang juga memandang padanya.

"Apa kabar, Vina?" sapa Jovano ramah.

"Masih hidup," jawab Ervina sekenanya. "Ngapain kamu ke sini?"

"Kebetulan, aku ada antar lukisan ke daerah sekitar sini, jadi mampir aja," jawab Jovano.

Ervina duduk di kursi yang sebelumnya Wilma tempati. "Kebetulan, tapi bawa bunga?"

Ervina merasa Jovano sengaja datang, bukan kebetulan.

"Itu juga kebetulan, Vina," ujar Jovano.

Ervina menatap tak percaya.

"Pelangganku ini punya toko bunga di depan rumahnya. Karena dia suka dengan hasil lukisanku, makanya dia kasih bunga itu. Aku ga pintar merawat bunga. Dan aku ingat, di rumah ini ada banyak bunga-bungaan. Kurasa rumah ini akan jadi tempat yang tepat untuk bunga-bunga itu dipelihara." Jovano menjelaskan.

Percaya tidak percaya, Ervina tidak mungkin mendebat lagi. Hanya gara-gara bunga juga. Tapi Ervinn mulai melihat sisi lain dari Jovano. Lukisan? Jovano bilang lukisannya? Jadi dia juga pelukis?

"Kamu pelukis?' tanya Ervina.

"Ya, kalau sedang ngelukis, ya pelukis. Kalau lagi dapat job badut, jadi badut. GItu, deh. Apa aja, asal bertahan hidup." Jovano tersenyum.

Mata Ervina mencermati wajah Jovano. Tidak kalah tampan dan menarik dibanding Gama. Baik, penuh semangat, itu sama dengan gaya Gama.

"Aku bukan orang yang hidup seberuntung kamu. Perjalananku sejak kecil penuh drama. Bersyukur saja, bisa bertahan sampai hari ini." Jovano kembali tersenyum.

Ervina tertegun. Kata-kata itu terdengar diucapkan dengan kesungguhan. Sebenarnya siapa Jovano? Badut misterius penyelamat Ervina. Siapa dia sebenarnya?

"Sejak kapan kamu ngelukis? Lalu, badut? Itu dunia yang berseberangan dengan kerjaan kamu." Ervina mulai ingin tahu lebih jauh.

"Dari kecil aku tuh suka gambar. Asal gitu, sebisaku, ga ada yang bimbing. Satu kali aku ga sengaja, ketemu seorang pelukis jalanan, seniman pinggiran. Dia ngajarin aku. Seru, asyik. Dan ilmunya ternyata bisa jadi duit, biarpun ge menentu juga," jawab Jovano.

Ervina mendengarkan. Belum ingin mengomentari apapun, dan menunggu Jovano meneruskan ceritanya.

"Kalau badut ... hhehh ..." Jovano mengulum senyum. Dia menggeleng-geleng. "Justru aku kejebak. Akhirnya suka. Bukan jadi badutnya, ya? Aku suka anak-anak. Dengan jadi badut, mereka mudah dekat sama kita."

Berlabuh di Pantai HatimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang