Malam makin larut. Ervina merasa gelisah. Dia yakin dia sudah tidur di kamar. Tetapi rasanya ada sesuatu yang membangunkan dia. Ervina merasa ada tiupan angin dingin menyentuh kulitnya dan memaksa dia membuka mata.
Ervina terbelalak. Di depan matanya, berdiri sosok yang selama ini telah dia sisihkan dari hidupnya. Dia berdiri dengan senyum khas yang selalu mampu membuat jantung Ervina bergelora.
"Gama?"
Ervina duduk dan menatap ke depannya tak percaya. Gama berdiri dengan wajah tampan dan senyum khas yang mempesona memandang pada Ervina.
Seketika detak jantung Ervina mulai bergerak lebih cepat. Pria yang pernah menjadi bagian terpenting di hidupnya itu muncul lagi? Gama di sini?
"Kamu happy, Vin? Aku senang. Keep happy always." Gama bicara sambil kembali tersenyum.
"Gama ... aku ..." Ervina masih tidak percaya dengan yang dia lihat. Gama berbalik dan berjalan ke arah jendela kamar. Dia menyingkapkan tirai dan melihat keluar jendela.
Hari masih gelap. Di luar sepi, semua orang pasti sedang terlelap di peraduan mereka.
Ervina turun dari ranjang. Dengan hati berdebar dia berdiri dan melangkah mendekati Gama. Refleks tangan kirinya menyentuh cincin di jari manis tangan kanannya. Cincin pernikahan dengan Jovano melingkar di sana. Cincin tanda janji sepanjang hayat, yang mengikat Ervina pada Jovano si Badut itu.
"Liburan aku pingin mengajak kamu ke pantai. Bermain di sana. Pastti menyenangkan. Kamu mau?" tanya Gama. Dia menoleh sebentar memandang kedua mata Ervina, lalu melihat lagi keluar jendela. Terang masih belum juga datang.
"Gama ... tapi aku ..." Rasa bersalah menyusup di hati Ervina. Dia mencermati hatinya. Rindu pada Gama perlahan menyeruak. Tetapi lebih kuat rasa tidak nyaman, karena perjalanan cintanya telah berlabuh di hati yang lain.
Ada Jovano yang menempati tahta di hati Ervina. Bukan Gama lagi. Gama perlahan menepi dan menjadi masa lalu, meskipun tak mungkin bisa dilupakan.
"Di pantai, tempat paling seru kalau hang out sama kamu. Ga bosan aku melihat kamu mencari kerang-kerang yang bagus. Lalu kita membuat istana pasir dan makan jagung bakar yang kita panggang di api unggun. Kamu ga kangen momen itu?" Gama kembali menoleh. Tatapannya yang penuh pesona tampak jelas di kedua mata Gama.
Ervina memegang dadanya. Debaran kuat semakin nyata dia rasa. Tangan Ervina terulur ingin memegang lengan Gama, tetapi baru setengah, dia urungkan. Gama bukan lagi kekasihnya, tapi Jovano yang memenuhi hidup Ervina. Bukan Gama yang dia miliki, tapi Jovano.
Kenapa ada rasa yang tidak ramah di sana? Ervina susah menggambarkannya, yang jelas Ervina pun tidak suka rasa itu.
"Gama ..." Lirih, nama istimewa itu Ervina sebutkan. Kenangan manis bersama Gama mulai berkumpul dan tampak dalam ingatannya.
Tertawa, bercanda, sedih, dan juga tangis, semua bergantian datang. Saat-saat itu begitu berarti di hidup Ervina.
"Dan aku juga kangen antar jemput kamu ke sekolah. Murid-murid kamu menggemaskan. Tidak lama lagi pagi datang. Kalau bisa bersiap tepat waktu, aku akan membawamu menuju sekolah." Senyum itu, kembali muncul.
Hati Ervina berdesir. "Gama ... aku ..." Kenapa berat sekali mengatakan jika Gama bukan lagi yang Ervina harapkan ada di hidupnya?
Tidak! Gama yang harusnya bersama Ervina, bukan Jovano. Kenapa Gama baru hadir lagi setelah Ervina menetapkan hati akan bersama Badut Jojo seumur hidupnya?
"Gama ... aku tidak bisa bersamamu lagi. Aku punya Jojo sekarang." Pelan Ervina mengucapkan itu dengan mata berair.
Gama memandang Ervina. Dia memutar posisi, tepat berhadapan dengan Ervina. Mata bagus Gama menghujam kedua bola bening Ervina. Senyum manis itu belum juga menyingkir, masih di tempatnya menghiasi bibir Gama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berlabuh di Pantai Hatimu
عاطفيةKehilangan kekasih untuk selamanya, Gamaliel, karena kecelakaan saat pendakian, membuat Ervina hancur. Dia merasa dunia runtuh dan hidup tidak berpihak padanya. Ervina memilih berhibernasi menjauh dari semua kesibukan yang dia jalani. Dia merasa sem...