Bab 6 - Keluar dari Hibernasi

11 2 0
                                    


"Sayang, Vina!" Wilma menyambut Ervina dengan kelegaan yang sangat besar.

Putrinya yang menghilang saat pesta pernikahan akan dimulai, akhirnya ditemukan. Benar-benar hari yang sangat menegangkan dan campur aduk. Antara kebahagiaan keponakannya dan kecemasan luar biasa karena Ervina tiba-tiba lenyap.

Wilma merasa bodoh karena teledor tidak mendampingi Ervina. Dia yakin Ervina sudah baik-baik saja. Nyatanya sama sekali tidak. Menghadiri pernikahan justru meruntuhkan lagi tembok pemulihan yang Wilma dan Handika bangun demi Ervina kembali normal menjalani kehidupan.

"Maafkan Ibu, Nak. Maafkan Ibu." Wilma memeluk dan mendekap erat Ervina. Dia berusaha tidak menangis, tapi butiran bening tetap meluncur dari kedua matanya.

"Aku yang minta maaf, Bu. Aku membuat semua cemas." Ervina membalas pelukan ibunya.

"Bagaimana kamu menemukan Ervina?" tanya Handika pada Elvano sementara tangannya mengelus kepala Ervina dari belakang posisi Ervina berdiri dan masih dalam dekapan Wilma.

"Di resto tak begitu jauh dari sini. Nanti aku ceritakan, Ayah. Ervina harus segera berganti pakaian," kata Elvano.

"Ya, kamu benar." Handika mengangguk.

Wilma membawa Ervina masuk ke dalam cottage. Dia membantu Ervina membersihkan diri dan berganti pakaian. DIa perhatikan di tangannya, Ervina memegang setangkai bunga dari kertas. Aneh, kelopaknya berwarna-warni.

"Kamu dapat bunga ini dari mana?" Wilma menunjuk tangan Ervina.

Ervina melihat ke tangan kanannya. "Oh, badut. Badut konyol," katanya, lalu Ervina meletakkan bunga itu di atas meja.

"Badut?" tanya Wilma. Tentu saja dengan rasa heran. Apakah tidak mungkin Ervina masih terbawa dalam pikirannya yang kacau?

"Tidak udah dipikir, Bu. Aku tidak akan melihatnya lagi. Badut itu ..." Ervina terpaku, menatap lurus ke depan. Bayangan wajah badut dengan make up berantakan muncul. "... dia yang menolongku."

"Oya?" Wilma masih bingung dengan semua yang Ervina katakan.

"Aku mau mandi." Ervina menoleh pada ibunya.

"Iya, ayo. Ibu akan siapkan baju ganti buat kamu." Wilma berdiri.

Ervina menuju ke kamar mandi dan membersihkan badannya. Masih terasa sakit di mana-mana. Ada luka goresan di lengan dan kakinya. Perih dan ngilu. Pasti karena dia tergulung di dalam ombak.

Malam itu, Wilma tidak meninggalkan Ervina, sekejap pun tidak. Dia tidak mau ada sesuatu yang buruk terjadi. Hari-hari berikutnya, dia akan kembali ekstra menemani putrinya. Di saat tertentu, Ervina masih kembali tenggelam dalam kepedihan dan luka. Itu yang harus Wilma waspadai.

*****

Ervina membuka bungkusan berwarna biru berpadu dengan pink dan juga ungu. Cantik dan lucu. Sebuah pigura kecil dengan foro gadis usia enam tahun yang tersenyum menawan tampak di sana.

"Ah, Angel. Kamu berulang tahun. Kamu mau aku datang?" Ervina mengusap gambar di pigura itu.

"Vin, please, balik, ya? Ke sekolah. Anak-anak semua merindukanmu. Setiap hari mereka berdoa agar Miss Vina bisa mengajar lagi. Kamu ga rindu sama mereka?" Wanita dengan rambut potong pendek di bawah leher itu memandang Ervina dengan tatapan memohon.

Ervina termenung. Kembali dia melihat pada pigura yang ada di tangannya. Angel, salah satu murid yang melekat di hati Ervina. Dia bocah yang punya kebutuhan khusus. Di tangan Ervina, banyak perubahan yang dia lewati. Kesabaran Ervin membimbingnya membuat Angel sangat sayang pada Ervina.

"Udah telat, Dea. Tahun ajaran sudah hampir dua bulan berjalan." Ervina berdalih.

"Semua orang merindukanmu. Ga ada yang mikir telat. Kapanpun kamu datang, semua tangan pasti memelukmu. Kamu ga ingin melihat Angel, Dion, Ertha, Fandi, dan yang lain menyelesaikan kelas dan siap jadi murid sekolah dasar?" Dea tidak menyerah membujuk Ervina.

Ervina memilih diam. Tapi hatinya bergelut. Apakah memang dia siap memulai semua kembali? Apakah ada artinya dia menjalani kembali hidupnya yang lalu? Tanpa Gama?

"Pikirkan. Angel, aku, dan yang lain menunggumu. Merindukanmu kembali." Kalimat itu bujukan terakhir yang bisa Dea katakan hari itu. Sedikit putus asa, tapi tetap saja berharap Ervina akan berani keluar dari cangkangnya dan meninggalkan gua tempatnya berhibernasi selama ini.

Setelah Dea pulang, Ervina duduk di depan meja di dalam kamarnya. Dia membuka laptop dan mulai melihat kembali foto-foto kenangan saat dia di sekolah. Menjadi seorang guru TK, hal yang paling menyenangkan yang dia nikmati. Berada di tengah anak-anak yang mulai bertumbuh, luar biasa rasanya. Ada saja hal baru yang dia temui saat bersama mereka.

Ervina sampai pada foto yang menampilkan salah satu kegiatan field trip. Gama ikut serta, membantu menjadi driver untuk perjalanan hari itu. Senyum cerah dengan jempol teracung Gama tunjukkan.

**

"Miss Ervina! Pasukan di pesawat nomor lima siap meluncur!" Gama berdiri tegak, lalu tangan kanannya bergerak naik berhenti di pelipis kanan, memberi hormat pada Ervina.

"Baik, Pak. Silakan berangkat duluan. Satu kendaraan lagi masih menunggu satu murid." Ervina tersenyum lebar melihat tingkah Gama yang lucu.

"Yakin, boleh duluan?" Gama menurunkan tangan dan menatap Ervina.

"Iya, Gama. Nanti kita ketemu di lokasi," jawab Ervina.

"Mau sun dulu, biar semangat nyetir." Mulai Gama menggoda Ervina.

"Ih, Gam, ini di sekolah. Jangan aneh-aneh," gerutu Ervina kesal.

"Hee ... hee ..." Gama tergelak. "Baiklah, Miss Ervina. Aku jalan. Tapi ..." Gama mendekat ke sisi Ervina dan berbisik, "... pulang mau dikasih reward."

Ervina melotot. Pura-pura kesal. Dia tahu Gama lagi-lagi menggodanya.

"Aku senang melihat kamu happy bersama anak-anak. Jangan bosan jadi bu guru, ya? Biar bisa jadi mama yang baik nanti," lanjut Gama lalu dia ngeloyor menjauh, masuk ke dalam mobil.

**

"Gama ..." ucap Ervina lirih. "Aku ga akan berhenti jadi bu guru. Aku memang mencintai anak-anak."

Ingatan itu meyakinkan Ervina, sudah cukup dia bersembunyi dari ramainya dunia. Sudah saatnya dia kembali melangkah memulai lagi hidupnya.

Tepat, di hari ulang tahun Angel, Ervina datang ke sekolah. Dia datang karena memenuhi undangan Angel. Belum berani yakin, jika dia akan siap mengajar lagi. Setidaknya Ervina akan tahu dengan bertemu lagi semua murid dan teman guru yang lain.

"Miss Vina! Miss Vina!" Teriakan keras dan bersahut-sahutan menyambut Ervina saat dia baru sampai di depan kelas.

Murid-murid itu berhamburan berebut ingin memeluk Ervina. Senyum Ervina melebar. Hatinya terasa hangat. Seperti ini tingkah bocah-bocah itu. Untuk beberapa lama, mereka tidak mau melepas Ervina. Semua ingin mendapat pelukan erat dari guru yang lama telah menghilang.

Selesai dengan sambutan riuh, Ervina melihat ke dalam kelas. Di dekat meja guru, Angel berdiri menatap Ervina. Air matanya mengalir di kedua pipinya.

"Hai, my Angel!" sapa Ervina. "Happy birthday ...."

Mendengar sapaan lembut dan manis, Angel berlari dan melompat dalam pelukan Ervina. Tangisnya makin jadi. Kebahagiaannya lengkap. Ibu guru kesayangannya mau datang juga seperti yang dia harapkan.

"Miss, thank you for coming. Miss you ..." Dengan manja Angel mengeratkan pelukannya.

"Miss Vina, terima kasih mau memenuhi undangan Angel. Kita akan mulai acaranya." Dea dengan senyum menembang menyambut Ervina.

Ervina melangkah masuk. Baru tiga langkah, matanya tertuju pada sesosok pria dengan rambut biru, hidung merah, dan baju warna-warni.

"Badut?" Ervina berucap sambil menatap si badut yang ada di dalam kelas itu yang juga sedang berdiri memandang Ervina lekat-lekat.

Berlabuh di Pantai HatimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang