Lama, tidak ada balasan dari Tiara. Jovano gusar. Apa Tiara sesibuk itu sampai tidak bisa cek ponsel? Jovano bangun dan menuju ruang kerjanya. Dia duduk di depan lukisan pantai yang dia buat. Mata Jovano mencermati setiap bagian dengan detil. Mana yang dia rasa masih perlu dipoles. Dia ingin lukisan itu sempurna.
Momen tak terduga di tepi pantai senja itu sangat berkesan, penuh kejutan, dan makin terasa sesuatu buat hidup Jovano. Sebab, kisah penyelamatan tiba-tiba yang dia lakukan, mengantarkan dia bertemu Ervina.
"Lukisan ini akan aku jadikan sebagai peringatan tonggak baru dalam hidupku. Sebuah cinta hadir, meski tak pernah kubayangkan." Jovano tersenyum.
Hampir saja tangannya mengambil kuas, ponselnya berdering. Tangan Jovano pindah mengeluarkan ponsel dari saku celana dan menerima telpon. Nama Tiara yang muncul di sana.
"Hai, akhirnya kamu merespon juga. Udah baca pesanku?" tanya Jovano.
"Jojo! Badut aneh!" Suara kerasa Tiara terdengar. Suara tidak gembira terkesan tidak senang.
"Apanya? Aku ga bicara soal badut. Soal cinta, Ra," tukas Jovano.
"Gimana ga aneh? Itu cewek sikapnya kayak ketemu musuh sama kamu. Kok, kamu bisa yakin jatuh cinta sama tuh cewek? Pingin makin digiles sama dia?" ujar Tiara.
"Ra, dia punya alasan bersikap begitu sama aku. Aku pasti bisa membuat dia pulih seperti sebelumnya." Jovano berdiri, memutar badan, dan memilih duduk di kursi dekat dinding ruangan itu.
"Ih, kamu ini ... cinta itu, ya sama yang punya perhatian ke kamu. Buat aku, kamu lagi cari perkara!" seru Tiara kesal.
"Ra ... kamu teman aku, pasti kamu pahamlah yang kurasa. Dukung aku, dong," kata Jovano meminta Tiara memahami dirinya.
"Ga ada. Kamu harus dikasih obat sakit jiwa kayaknya. Mending cepat tidur, biar otak kamu bisa normal berpikir." Suara Tiara makin judes.
Klik. Telpon ditutup.
"Yeea ... Tiara ... Gimana, sih? Bukan ikut seneng, aku udah berniat ga menjomblo lagi." Jovano meggeleng-geleng sambil memandangi layar ponselnya. Gambar pantai dengan sunset yang ada di sana.
Jovano terdiam. Dia lama sendirian. Hampir lima tahun sejak dia diputuskan kekasihnya yang memilih pria dengan jabatan tinggi di kantor. Jovano sengaja menutup diri, sebab tidak mau kembali terluka. Tiara bukannya senang, justru marah.
"Tiara ...." Jovano bergumam. "Sabar, ya ... aku harus melunakkan hati kamu."
Jovano melirik ke arah jam dinding, sudah lewat setengah sepuluh malam.
*****
Tiara meletakkan ponsel ke sampingnya dengan kasar. Dia kesal sekali mendapat kabar dari Jovano. Wajah Tiara memanjang karena cemberut.
"Ga rela, beneran aku ga rela," ujarnya masih tidak percaya dengan pernyataan Jovano.
"Otak Jovan ini udah melintir kali, ya? Bisa suka sama cewek galak kayak gitu. Hidupnya aja udah susah, ngapain cari masalah lagi?" tukas Tiara.
Dia meremas-remas rambut di kepala dengan wajah masam. Pokoknya, Tiara tidak akan menyetujui kalau Jovano mengejar Ervina.
"Dia nggak nyadar, aku yang selalu ada di sampingnya. Di semua keadaan yang dia lewati, aku, aku yang terus bantu dia. Beneran, mata Jovan emang perlu dicolok." Tiara masih menggerutu.
Tiara menyandarkan punggung ke sofa. Dia melipat kedua tangan di dada, resah bercampur kesal main kuat di hatinya.
Ingatan Tiara melaju ke tahun-tahun yang lalu. Saat dia mulai menyukai Jovano, kawan masa kecilnya.
**
Hari itu saat Tiara berulang tahun yang keenambelas. Jovano datang dengan penampilan keren, sangat berbeda dari biasanya. Jeans hitam dan kemeja putih bermotif kotak-kotak warna coklat. Dengan bretel menempel di tubuh, Jovano terlihat seperti koboi saja. Rambut Jovano yang sedikit panjang diberi gel dan tampak klimis. Keren, sangat berbeda di mata Tiara.
"Kamu cakep banget!" puji Tiara kala itu.
Ucapan Tiara membuat Jovano tertawa lebar.
"Mas Roy yang bikin ini. Tapi bagus, deh, kalau kamu suka. Happy birthday ya, Ra!" Jovano mengusap pelan rambut di kepalaya, lalu mengulurkan tangan menyalami Tiara.
Tiba-tiba seseorang muncul dari arah belakang Jovano dan mendorongnya, hingga Jovano menabrak Tiara. Karena terkejut, refleks Jovano memeluk Tiara menjaga agar gadis itu jangan terjatuh.
Pelukan dadakan itu membuat hati Tiara berdesir. Berpelukan dengan Jovano, dia mencium aroma maskulin yang lembut, membuat Tiara makin terpesona.
"Ih, itu Bapak ga lihat-lihat apa!? Mana ga bilang maaf, lagi!" sahut Jovano kesal. Sementara pria yang menabraknya ngeloyor saja pergi.
Tiara tidak berkata apa-apa, masih menatap Jovano yang tepat di depannya.
"Ra, ga usah bengong! Ini aku, bukan setan!" Jovano meraup wajah Tiara dengan tangannya. Sontak Tiara gelagapan.
**
Tiara kembali mengusap rambut di kepalanya. Kenangan itu masih begitu kuat. Setelah sekian tahun berlalu, hati Tiara makin erat buat Jovano.
"Jo, aku bisa mati kalau kamu sama cewek aneh itu." Hati Tiara berbisik.
Tiara naik ke ranjang di kamarnya yang luas, merebahkan badan dan memejamkan mata. Tiara sangat sayang Jovano. Selain momen itu yang melekat, kisah pedih hidup Jovano membuat hati Tiara lebih dalam terpaut.
Jovano, anak dari salah satu pegawai ayahnya. Pegawai yang sangat setia dan dipercaya oleh ayah Tiara. Sayangnya, saat Jovano naik kelas 12, ayah dan ibunya mengalami kecelakaan, lalu meninggal. Orang tua Tiara yang kemudian membantu kehidupan Jovano. Mereka membiayai sekolah Jovano hingga lulus kuliah. Sementara Jovano bekerja di rumah Tiara membantu apa saja yang dia bisa.
"Kalau saja ..." Tiara bergumam pelan. "... kamu anak salah satu pejabat di perusahaan, ga harus anak pemilik perusahaan, dan bukan pembantu rumah ini ..."
Tiara mendesah. Cintanya buat Jovano tidak akan pernah mendapat balasan. Alasan utamanya jelas, orang tuanya tidak akan menerima punya menantu dari kalangan bawah. Dua kakak Tiara hancur-hancuran membela hubungan mereka dengan sang kekasih. Akhirnya tetap harus melepaskan cinta itu. Mereka memilih menerima pria lain yang sederajat dengan keluarga, daripada tidak diakui sebagai anak.
"Tapi aku ga akan mau kamu sama Ervina. Dia juga ga bakalan mau nengok kamu, Jo. Kamu hanya akan terluka. Lebih baik kita sama-sama jomblo, kayak gini, tapi happy." Tiara mengambil keputusan. "Aku akan bukakan mata kamu, kamu sedang jatuh cinta pada orang yang salah."
Dengan hati resah dan galau makin memuncak, Tiara tertidur.
**
"Jojo! Badut!!!"
Teriakan itu membangunkan Jovano. Dia terlonjak dan segera turun dari ranjang.
"Astaga! Tiara, bener-bener. Anak horang kaya kelakukan kayak ga pernah sekolah aja!" gerutu Jovano sambil setengah berlari menuju pintu depan dan membukanya.
Tiara masuk ke dalam dan menatap Jovano.
"Ih, jorok! Kamu baru bangun? Belum cuci muka. Itu bekas iler, hiiihhh!!" Tiara menunjuk ke arah pipi Jovano.
"Sembarangan! Mana ada? Kamu juga, sih, ke rumah orang ga ingat waktu. Sepagi ini udah bikin heboh. Bentar!" Jovano masuk ke kamar mandi. Segera dia mandi dan berganti pakaian, lalu balik menemui Tiara.
"Aku harus bicara sama kamu. Ini ga bisa dibiarkan, kamu mau mencelakai diri sendiri." Tiara duduk dengan badan tegak menatap tajam pada Jovano.
"Celaka apa? Aku baik-baik saja, Ra," sahut Jovano santai.
"Jatuh cinta sama itu cewek aneh, apa namanya kalau ga mencelakai diri sendiri!?" sentak Tiara kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berlabuh di Pantai Hatimu
Lãng mạnKehilangan kekasih untuk selamanya, Gamaliel, karena kecelakaan saat pendakian, membuat Ervina hancur. Dia merasa dunia runtuh dan hidup tidak berpihak padanya. Ervina memilih berhibernasi menjauh dari semua kesibukan yang dia jalani. Dia merasa sem...