"Terima kasih banyak. Anak-anak benar-benar puas. Mas Badut yang satu ini emang beda dengan yang lain. Anak-anak ga ada takutnya, malah minta main terus." Wanita cantik di depan Jovano itu tersenyum lebar.
"Syukurlah jika mereka senang. Kalau sampai anak-anak takut sama saya, udah alih profesi saya, Bu." Jovano terkekeh.
"Iya juga, ya ... Aku sudah transfer ya, Mas Jojo. Pasti aku promosikan ke teman-teman. Kalau aku yang bilang jangan ditanya lagi, pada percaya," ujar wanita itu sambil mengacungkan jempolnya. Senyumnya masih belum hilang.
"Wah, terima kasih, Bu. Saya permisi." Jovano mengangguk, menyalami wanita cantik itu, lalu meninggalkan restoran berkelas tempat acara ulang tahun dilangsungkan.
Jovano masuk ke dalam mobil dan segera meluncur menuju rumah. Hatinya meluap dengan gembira. Satu minggu tiga panggilan jadi badut. Dua kali diminta main musik di café. Jovano yakin dia bisa segera menyelesaikan pembayaran kontrakan rumah.
"Tuhan baik banget sama aku. Dia tahu aku emang butuh duit. Makasih, Tuhan ...," kata Jovano sementara mobil terus meluncur di jalanan yang tidak mulai padat. Jam itu jam orang pulang kerja, jalanan sebentar lagi akan penuh.
Sampai di rumah, Jovano bergegas mandi. Dia berencana akan menghubungi ibu pemilik rumah. Jika dia bisa nego dengan melakukan dua kali pembayaran, minta tempo untuk pelunasan, maka sore itu juga dia akan bicara dengan orang tua Tiara. Dan dalam beberapa hari dia akan pindah ke rumah kontrakannya.
"Oke, mari kita berjuang!" Jovano duduk di kursi di kamar, dan menelpon ibu pemilik rumah. Sapaan ramah, kata-kata manis dan sopan, Jovano lemparkan. Dia harus bisa mengambil hati si ibu agar merelakan rumah meski kurang sedikit pembayarannya.
"Ah, baik, terima kasih banyak, Bu. Pasti. Paling lambat dua bulan. Iya, Bu. Sekali lagi terima kasih." Jovano semakin lebar tersenyum. Nice. Negosiasi berhasil.
Rencana dilanjutkan. Jovano kembali meninggalkan rumah dan menuju ke kediaman keluarga Tiara. Seperti biasa rumah besar dan mewah itu tampak sepi. Tapi Jovano tahu, mama Tiara pasti di dalam.
"Hai, Jo! Apa kabar? Lama kamu ga keliatan ke rumah ini." Mama Tiara menyambut Jovano dengan senyum manisnya.
"Iya, Nyonya. Saya banyak kerjaan." Jovano tersenyum membalas ramah.
"Bagus, dong. Berarti usaha kamu terus berkembang. Tapi Tiara belum pulang. Kamu ga janjian sama dia?" Mama Tiara mengambil setangkai bunga yang tergeletak di meja, memasukkan dalam vas yang ada di depannya. Wanita itu tengah merangkau bunga.
Jovano duduk di depannya. "Saya ke sini ada perlu dengan Nyonya dan Tuan. Bukan dengan Non Tiara."
"Begitu? Ada apa? Penting?" tanya mama Tiara.
"Buat saya penting, Nya. Apa Tuan ada?" tanya Jovano balik.
"Tuan baru akan datang besok. Lagi di Singapura. Bilang saja sama aku, nanti aku kasih tahu Tuan. Kamu butuh modal?" tanya mama Tiara lagi. Kembali tangannya menata bunga dalam vas.
"Bukan, Nyonya." Jovano menyahut cepat. "Saya mau pamitan."
"Pamitan? Kamu mau pergi? Diterima kerja di luar kota?" Mama Tiara kaget mendengar perkataan Jovano.
"Bukan juga," jawab Jovano. "Saya, saya mengontrak rumah. Saya ingin mengembalikan kunci rumah."
"Apa? Kenapa tiba-tiba? Kamu ga suka rumah itu?" Makin kaget mama Tiara dengan yang Jovano utarakan.
"Saya minta maaf, Nyonya. Bukan karena apa-apa. Tetapi saya ingin mandiri. Saya sudah dibantu sekian lama oleh Nyonya dan Tuan. Sudah waktunya saya bisa mengatur hidup saya dari apa yang saya hasilkan." Jovano hati-hati menata perkataannya, dia tidak ingin menyinggung perasaan wanita berkulit putih bersih di depannya itu.
"Beneran? Kamu serius dengan niat itu?" Mama Tiara mencermati wajah Jovano.
"Iya, Nyonya. Tidak ada hal lain, saya benar-benar ingin mandiri." Jovano menegaskan.
Wanita dengan mata lentik tidak terlalu lebar itu memandang Jovano. Pandangannya susah digambarkan seperti apa. Ada senang tapi juga seperti takut kehilangan.
"Jojo ... Kok berat mau bilang iya. Kamu sudah sangat terbiasa dengan keluarga ini. Apa aku tega melepas kamu?" ucapnya dengan nada sendu.
"Nyonya, saya masih di kota ini juga. Saya pasti akan mampir dan menengok Nyonya, Tuan, juga Tiara," kata Jovano.
"Ya, baiklah. Aku mengerti. Aku akan sampaikan rencana kamu ini sama Tuan." Meski dengan rasa berat, Nyonya tak bisa melarang Jovano.
"Untuk mobil yang saya pakai, saya pinjam sampai selesai pindahan. Setelah itu saya akan kembalikan, Nyonya." Jovano meminta ijin.
"Aduh, Jo ... itu mobil juga bakalan nganggur aja di garasi. Bawalah. Kamu ini kayak sama siapa." Mama Tiara menggeleng. Lalu tangannya meraih bunga terakhir yang ada di meja.
"Apa? Kamu mau ke mana?" Tiara muncul tiba-tiba.
"Lho, kamu belum tahu Jojo mau pindah? Bukannya kalian ini kawan karib? Atau ... jangan bilang kalian berantem!" Mama Tiara menatap Jovano dan Tiara bergantian.
"Nggak, Nyonya, bukan. Kami hanya sibuk masing-masing. Jadi komunikasi kami ga sesering dulu," ujar Jovano mencoba meluruskan pikiran mama Tiara.
"Serius?" Wanita itu tidak yakin.
"Pindah ke mana? Ngapain pindah?" Tiara tidak menghiraukan mamanya. Dia menghujamkan pandangan tajam pada Jovano. Tiara sangat terkejut mendengar kabar itu. Namun, dia sangat yakin, kepindahan Jovano pasti ada hubungannya dengan gadis jutek yang dia gandrungi itu, si Ervina.
"Sayang, kok ngegas ngomongnya. Yang tenang. Duduk, sini, dekat Mama." Mama Tiara menarik lengan Tiara meminta gadis itu duduk di sampingnya.
Tiara manut. Kali ini yang menjelaskan bukan lagi Jovano, tapi mama Tiara sendiri. Tiara memperhatikan mamanya sambil sesekali matanya melirik Jovano. Dia mengerti, sangat mengerti alasan yang Jovano pakai untuk menjauh dari dirinya.
"Oke, terserah. Aku capek, mau mandi lalu tidur." Tiara sekali lagi melirik Jovano lalu dia melanghkah meninggalkan ruangan itu.
"Jo, sabar ... Tiara pasti ga ingin jauh dari kamu. Udah keenakan dia kamu temani selama ini. Tapi dia harus bisa mengerti keputusan kamu." Mama Tiara menghibur Jovano.
"Iya, Nyonya, tidak apa-apa. Saya permisi," pamit Jovano.
Berikutnya, Jovano akan menemui ibu pemilik rumah kontrakan dan akan menyelesaikan pembayaran agar sebelum minggu baru datang dia bisa pindah. Tidak sabar rasanya memulai perjuangan baru. Ervina, dia akan bisa setiap ahri bersama guru TK cantik itu.
Tidak butuh waktu lama, urusan Jovano selesai. Dia pun sengaja mampir ke rumah Ervina. Rumah tampak sepi. Lampu menyala terang. Jovano memencet bel rumah. Tidak lama muncul Bu Asti dari dalam.
"Oh, Mas Jovan. Mbak Ervina sama orang tuanya pergi. Ada acara di rumah salah satu keluarga." Bu Asti mengabarkan situasi rumah.
"Oh, gitu. Baiklah, Bu. Aku permisi. Besok saja aku balik," kata Jovano.
"Iya, Mas. Silakan ...." Bu Asti tersenyum.
Baru lima langkah Jovano berjalan, terdengar bunyi teriakan dari dalam rumah. Dan terdengar juga suara mendebum, seperti letusan, lalu seketika lampu padam.
"Ya, Tuhan! Apa itu? Pak Madi!!" teriak Bu Asti.
Dia segera bergegas ke dalam. Jovano refleks mengikuti Bu Asti!
KAMU SEDANG MEMBACA
Berlabuh di Pantai Hatimu
RomanceKehilangan kekasih untuk selamanya, Gamaliel, karena kecelakaan saat pendakian, membuat Ervina hancur. Dia merasa dunia runtuh dan hidup tidak berpihak padanya. Ervina memilih berhibernasi menjauh dari semua kesibukan yang dia jalani. Dia merasa sem...