Halte Putih di Atas Awan (16)

40 3 0
                                    

Semacam itulah rumahmu yang kedua. Sebetah-betahnya seseorang di rumah kedua yang menyenangkan, suatu saat nanti ia bakal merindukan rumah asalnya, boleh disebut rumahnya yang pertama. Terlebih bila rumah pertama itu dihuni orang-orang yang berhubungan darah dengannya. Dalam kasus Lady Agrippa di museum patah hati, terbukti bahwa sesakit-sakitnya luka di hati, darah tetaplah lebih kental daripada air. Dan lagipula kasih ibu memang luar biasa ajaib.

Untuk kali ini, Ayla Antoinette mesti merelakan hatinya dilukai, boleh jadi hati kecilnya dipatahkan bak menekuk ranting birchtree yang rapuh. Birchtree adalah pohon yang endemik di negeri Esperanto, keturunan dari birch tree, seperti versi bonsai dari pohon berkayu putih yang jangkung semampai dan nama Latinnya disebut Betula pendula itu.

"Maman. Maman bukankah menyayangiku? Lalu Maman akhirnya pergi juga meninggalkanku seperti ayah ibuku dulu? Maman, kumohon jangan." Ayla merengek memelas, terlihat bibir dan kuku-kukunya sedikit membiru.

"Ayla sayangku. Maman cuma pindah keluar, bukan meninggalkanmu, kasih di hatiku. Maman akan sering menjengukmu, meneleponmu, pokoknya kita bisa saling mengontak selamanya. Kamu tak perlu takut, ya." Lady Agrippa memberi pelukan terakhir yang ragu-ragu.

"Maman tidak bisakah sehari lagi tinggal di sini? Demi aku, Ayla, tidak bolehkah?" Dalam tangisannya yang memburu, napas Ayla tersengal, seakan susah payah diembus olehnya, satu demi satu.

"Maaf dan terima kasih bila selama ini aku seekor nyamuk yang menyebalkan. Waktu itu, aku terbawa emosi dan membuat posisimu sulit, dengan permohonan yang mustahil. Sekali lagi aku meminta maaf, Fraulino. Terima kasih karena selama tinggal di sini aku merasa sangat bahagia dan mempelajari banyak hal. Terima kasih sekali lagi." Lady Agrippa menggenggam tangan Greta Reiko yang terdiam seribu bahasa.

Tamu memang datang dan pergi. Tidak ada perjumpaan yang tak diakhiri dengan perpisahan. Mengapa dari tiga puluh tahun hidupnya, yang diakuinya di publik sebagai dua puluh delapan tahun, Greta Reiko tak juga belajar mengatasi patah hati? Bagaimana mungkin Lady Agrippa yang pergi membuatnya demikian sedih? Bukankah ia tidak merasa terikat pada wanita yang dianggapnya nyamuk pengganggu itu?

Karena wanita itu mengingatkanmu pada ibumu. Sebuah bisikan mendatangi Greta Reiko. Keinginan Lady Agrippa menghapus ingatan berangkat dari kebenciannya pada sang suami, seperti motif perbuatan ibu Greta Reiko yang melupakan ingatan perihal suaminya, dan bahwa sang Lady dibenci putra kandungnya sendiri, sebagaimana perasaan Greta Reiko pada ibunya yang mendua, antara cinta dan benci, batasnya mungkin setipis helaian benang sulam dibelah tujuh serat.

Mimpi-mimpi buruk itu pasti beralasan. Bahkan begitu terjaga dari mimpi, ada "mimpi realitas semu" yang menghantuinya. Mungkin seperti realitas magis atau magical realism yang mengacaukan pikirannya yang cemas. Setiap kali ia turun ke museumnya di malam buta, pasti dijumpainya benda-benda asing yang sama. Kertas contekan yang dibuatnya semasa sekolah, cemeti kecil yang dipakai neneknya dulu, dan lalu diwariskan pada ibunya, demi standar dusta yang maha sempurna.

Nilai-nilai cemerlang Greta Reiko tak lebih dari dusta. Kebohongan demi gengsi seorang ibu tunggal. Pembuktian palsu bahwa single parent bukanlah orangtua gagal seperti persepsi dalam masyarakat. Ibunya lupa, keberhasilan seseorang tidak melulu diukur dari nilai-nilainya. Karena sejumlah kualitas-kualitas manusia tak terukur oleh ukuran yang kasat mata.

"Ibu. Engkau memberiku segalanya, kecuali ajaran kejujuran. Aku lelah menjadi pendusta sepanjang hidupku, Bu."

Sebetulnya ada benda ketiga dalam mimpinya. Penampakannya samar-samar, seperti benda kecil tetapi berbahaya. Lalu berangsur-angsur terlihat merah darah pada ujung-ujungnya. Setiap kali Greta Reiko menajamkan matanya, benda itu seperti menjauh, seperti menguap, dan hatinya disesakkan aroma patah hati yang membunuh. Selalu saja ia tak sanggup menatap benda itu, dan tak bisa tidak, ia akhirnya melarikan diri dari museum yang sebetulnya dianggapnya sebagai nyawa keduanya sendiri.

Kisah Museum KehilanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang