Tujuh tahun kemudian ...
Engkau pasti akan berkata, manusia mampu melupakan segalanya. Namun, sanggupkah manusia melupakan hujan dan sinar matahari? Kurasa tidak, karena manusia bertahan hidup mengandalkan keduanya. Tanpa hujan dan tanpa siraman mentari, bumi kita takkan mungkin bertahan lama. Lebih-lebih untuk kota hujan di negeri kami, Esperanto, begitu familier dengan hujan, yang tak habisnya membasahi tiap sudut kotanya yang patah hati.
Namun, seminggu terakhir ini, hujan tidak turun di kota kediaman Greta Reiko. Kota bernama Urbo de Pluvo, yang dari namanya pun sudah terbaca sebagai kota penghujan. Kota yang dipadati dengan luka hati dan kesakitan batin, menerima banyak hujan yang konon kutukan awan gelap yang meradang, karena manusia mengutuknya sebagai musabab berbagai musibah dan bencana alam. Akibatnya hujan tak putus menjatuhi Urbo de Pluvo, menyebabkan surplus debit air di waduk kami, dan kami pun menyalurkannya pada Urbo de Lumo, kota tetangga kami yang cenderung kekeringan.
Orang-orang mulai tidak membicarakan hujan. Mulanya mereka terheran menyaksikan payung-payung mereka mengering tanpa diusap, sementara matahari tidak terik, terasa menghangatkan kulit. Mereka mulai terbiasa meninggalkan payung di rumah, berjalan dengan kedua tangan di saku mereka, tersenyum ke arah langit yang cerah bercahaya. Anak-anak berlompatan riang gembira, seluruh jalanan kering kerontang, tidak ada genangan lumpur yang membuat mereka terjerembab. Sepeda-sepeda yang berkarat mulai dikendarai lagi, setelah dilumasi oli secukupnya.
Aku pun tersenyum, meski senyumku tak terlihat mata manusia. Kamu bisa menebak siapakah aku? Ehm, aku adalah pohon gundul yang tumbuh di depan Kafe Kreska Luno, berikut museum patah hati di bawah tanahnya. Aku bukan pohon mati seperti anggapan orang selama ini, karena aku adalah Tree of Life and Death, Pohon Kehidupan dan Kematian, yang diutus untuk mengamati manusia yang akan segera meninggal.
Sebagai pohon surgawi yang ditanamkan di dunia manusia, aku punya pengetahuan atas bumi dan langit. Aku bisa melihat ke segala arah semesta, termasuk ke dalam perut awan-awan di langit, juga ke setiap alur sungai bawah tanah dan aktivitas magma di perut bumi. Kebetulan, peristiwa vulkanisme di negeri Esperanto amat sedikit, karena kami cuma punya satu gunung berapi di sebuah desa yang terpencil. Kebetulan, gunung api itu sudah lama sekali tertidur.
Meskipun sekilas gundul, sebetulnya aku punya daun-daun yang nyaris transparan. Mirip sehelai kaca tipis, serupawan sayap kupu-kupu Greta Oto, dan hanya orang-orang sekarat yang bisa melihatnya. Mereka takkan sadar akan segera mati, karena Yang Kuasa merahasiakannya sampai saat itu tiba, hanya mereka selalu terheran atas kemolekan daunku yang memesona. Terkadang aku bermurah hati menjatuhkan sehelai saja daunku, agar mereka berbahagia untuk terakhir kalinya, dan mengenangku sebagai keindahan sejati yang tiada habisnya untuk diingat.
Umumnya saat mereka sudah menghuni awan di atas sana, mereka sudah melupakanku, dan mengira daunku adalah peri kupu-kupu Greta Oto di awan menengah, yang dulunya adalah pendosa tak terampuni. Lagi-lagi kebetulan sekali, Greta Oto adalah sahabat kecil yang menghinggapi ranting-rantingku, yang sekilas lalu tidak menumbuhkan daun, nampaknya sudah mati.
Ayla Antoinette juga sobat kecilku dan kerap ia melambai riang kepadaku. Tentu ia tidak melihat daunku dan hanya kagum pada Greta Oto yang menghinggapi pucuk-pucuk dahanku, sementara ia menyukai dan disukai oleh para Greta Oto. Si sobat cilik kini berusia tujuh belas tahun, sudah tidak bersekolah dari rumah, karena lima tahun sebelumnya menamatkan SMA homeschooling dengan rapor cemerlang.
Dengan bangga ia menyebut dirinya perfumer. Ya, ia peracik parfum, yang sayangnya masih juga tak mampu menyelesaikan karya terbaiknya. Parfum Train to The Clouds, yang dilarang Greta Reiko untuk diteruskan pembuatannya. Ada satu elemen bau yang belum dimasukkan si perfumer muda, setelah ia memercikkan getah boswelia dan kecut limau sebagai komposisi rahasia yang tak diketahui seorang pun termasuk Greta Reiko. Namun, parfumnya, disayangkan, masih jauh dari definisi sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Museum Kehilangan
Aktuelle LiteraturMuseum Kehilangan dulunya Museum Patah Hati yang menyedihkan. Greta Reiko sang pemilik sadar, bukan patah hati yang paling sengsara, tapi kehilangan mendalam, itulah kesudahan dari hidupmu. Setiap benda patah hati diwakili sebuah Pintu Kehilangan be...