tiga belas

2K 323 59
                                    

Baik Beomgyu maupun Taehyun, pagi itu keduanya kelabakan begitu melihat jam di atas nakas yang menunjukkan hampir pukul 8 pagi.

Taehyun ada rapat pagi ini, dan Beomgyu ada konsultasi dengan seorang dosen pembimbingnya.

Ah, setidaknya Beomgyu bisa lebih santai karena pertemuannya masih dua jam lagi. Berbeda dengan Taehyun yang sudah dikejar waktu.

Dengan gerakan yang tergesa-gesa, Taehyun memakai setelannya tanpa repot-repot mematutkan diri di depan cermin.

"Taehyun, mau kubuatin kopi dulu?"

"Gak perlu, Gyu. Aku langsung berangkat aja."

Beomgyu hanya mengangguk paham dan melanjutkan menyeduh teh untuk dirinya sendiri.

Hingga kepala Beomgyu memikirkan sebuah ide. Ia pun langsung mengejar Taehyun yang sudah bersiap untuk keluar.

"Taehyun!"

"Ya?"

"Um ... kalau gak keberatan ... aku... boleh gak kalau aku ngantar makan siang untukmu?"

Di tempatnya, Taehyun tertegun, memandang Beomgyu bingung dan mengerjap sekali.

"Aku udah gak masak sarapan, jadi ... kalau makan siang—"

"Boleh," jawab Taehyun cepat. "Nanti antar saja ke kantor, ya."

Beomgyu mengangguk antusias. Ia pun mendekat dan merapikan dasi Taehyun yang sedikit miring.

"Hati-hati di jalan."

"Gak mau kasih cium gitu, sayang?"

Pertanyaan Taehyun dihadiahi cubitan di pinggang dari Beomgyu. "Berangkat sana! Nanti telat baru tahu rasa!"

Taehyun tertawa. Namun sebelum benar-benar pergi, Taehyun menyempatkan diri untuk mencuri sebuah kecupan singkat di bibir Beomgyu.

Tak ada teriakan ataupun protes yang keluar. Melainkan sebuah senyuman terbit di wajah manisnya saat Beomgyu tak sadar menyentuh bibirnya sendiri.

Beomgyu ... suka.

. . . .

"Makasih udah nganter loh, Kak."

Mobil hitam milik Yeonjun berhenti tepat di depan gedung perkantoran yang kata Yeonjun adalah tempat Taehyun bekerja. Gedung tinggi itu menjulang—Beomgyu yakin ada lebih dari tiga puluh lantai, mungkin.

"Mau ditungguin gak?" tanya Yeonjun pada Beomgyu.

"Gak perlu," jawab Beomgyu. "Eh, perlu deh. Nanti anterin ke rumah Jeongin mau pinjam makalah."

"Oke. Tapi cepetan ya. Aku mau ketemuan sama ayang nanti."

"Ayang-ayang mulu, nikah enggak. Kulangkahin kan jadinya."

Yeonjun yang gemas mendengar ucapan Beomgyu pun memberikan tonyoran kasih sayang di dahi sang adik. "Cerewet. Udah sana keluar!"

"Iya, iya."

Beomgyu memasuki gedung dengan menenteng sebuah paperbag di tangan. Dirinya disapa oleh beberapa petugas yang berjaga. Langkahnya pun berhenti di depan meja resepsionis.

"Permisi. Err ... ruangan Kang Taehyun di mana ya?"

"Mohon maaf, ada keperluan apa?"

"Saya mau mengantar—"

"Beomgyu?"

Sebuah suara memanggilnya cukup mengagetkan Beomgyu. Ia menoleh, dan mendapati seorang laki-laki asing sedang berdiri tak jauh di belakangnya.

"Kang Beomgyu, benar kan?" tanyanya.

"I-iya? Anda siapa?"

"Nama saya Jeongguk, atasan Taehyun di sini," jawab laki-laki asing itu dengan ramah.

"Oh!"

Beomgyu membungkukkan badan dan menyapa sopan pada Jeongguk. Dibalas Jeongguk yang juga membungkuk sopan.

"Mau bertemu Taehyun?"

Ah, Beomgyu sampai lupa kalau laki-laki ini menyebut nama Taehyun—yang artinya Jeongguk tahu soal hubungannya dengan Taehyun.

Beomgyu mengangguk sekali. "Iya. Kalau boleh tahu, ruangannya di mana ya?"

Belum sempat Jeongguk menjawab, suara petugas resepsionis menyela. "Maaf sebelumnya. Tapi Tuan Taehyun mengatakan sedang tidak ingin diganggu. Beliau bilang sedang sibuk di ruangannya."

"Oh, ayolah. Istrinya datang berkunjung. Aku yakin Taehyun tidak akan keberatan diganggu sebentar," ujar Jeongguk santai. Ia pun memberitahu Beomgyu lantai dan ruang di mana Taehyun berada.

"Langsung masuk saja ke ruangannya. Palingan pintunya tidak dikunci." Jeongguk menambahi.

Beomgyu mengangguk dan mengucapkan terima kasih pada Jeongguk, kemudian ia pergi setelah membungkuk sopan.

Begitu sampai di depan ruangan yang Jeongguk maksud, Beomgyu menghela napas—menenangkan dirinya. Jeongguk bilang kalau langsung masuk saja, tapi Beomgyu sedikit ragu.

"Apa harus kuketuk dulu? Tapi aku satu apartemen sama Taehyun, jadi gak perlu, kan?"

Beomgyu pun memutar knop pintu dan membukanya.

"Taehyun, aku bawa—"

Ucapan Beomgyu terhenti begitu melihat sesuatu yang terjadi di depan sana.

Kang Taehyun, suaminya, sedang berciuman dengan perempuan asing.

Di tempatnya, Taehyun terlihat panik. Ia segera mendorong kedua bahu perempuan itu agar menjauh. Mengabaikan pekikan lemah si perempuan yang seakan tak suka dirinya didorong.

"Beomgyu, aku—"

"Aku bawa makan siangmu." Ucapan Beomgyu terdengar begitu datar dan tak bernada meski sebuah senyum tipis tampak tersungging di wajahnya.

Kaki Beomgyu melangkah mendekat. Kedua sorot mata Beomgyu dingin, seolah tak terganggu dengan apa yang barusan dilihatnya.

Beomgyu meletakkan paperbagnya di meja kerja Taehyun. Kemudian ia segera beranjak untuk keluar.

"Beomgyu, tunggu dulu!" Taehyun mencegat Beomgyu. Tangan kirinya meraih lengan Beomgyu agar laki-laki itu berhenti.

Beomgyu menoleh sekilas. Pandangannya tertuju pada tangan Taehyun yang memeganginya. Sampai Beomgyu sadar bahwa Taehyun tidak sedang memakai cincin pernikahanya di jari manisnya.

Tak ambil pusing, Beomgyu menepis kasar tangan Taehyun dan segera berjalan cepat keluar ruangan. Ia bahkan tak repot-repot menggunakan lift untuk sampai di lantai bawah.

"Ayo pergi, Kak!" Beomgyu berkata pada Yeonjun setelah masuk dan menutup pintu mobil.

Dengan santai Yeonjun menyalakan mesin mobil. Hingga ia melihat seorang laki-laki keluar dari gedung dan berlari mendekati mobilnya.

Laki-laki itu mengetuk kaca mobil dan memanggil-manggil nama Beomgyu.

"Gyu, Taehyun—"

"Jalan, Kak," ucap Beomgyu memotong dengan dingin.

"Beomgyu, kamu ada—"

"Aku bilang jalan, Kak!"

Yeonjun pun tak bertanya lagi dan segera melajukan mobilnya meninggalkan area parkir tanpa memedulikan adik iparnya yang berteriak memanggil nama Beomgyu di sana.

Satu hal yang mengganggu pikiran Yeonjun kala itu.

Adalah air mata Beomgyu yang terus mengalir membasahi wajahnya dalam diam.[]

.

.

.

a/n : ya gitu hehe

Satu Atap [TaeGyu]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang