enam belas

2.1K 338 30
                                    

"Chae, aku ini memang brengsek, ya."

Di sebuah bar kota, di meja di sudut ruangan, Taehyun terlihat sangat kacau. Surai hitamnya berantakan, wajahnya seperti sembab meski ia tak menangis.

Taehyun tadinya meminta seorang temannya, Lee Chaeryeong, untuk menemaninya dan Chaeryeong setuju meminjamkan telinga untuk Taehyun.

"Aku tidak tahu harus bagaimana. Beomgyu benar-benar marah," ujar Taehyun sembari mengusap pipinya yang masih lebam akibat pukulan Beomgyu.

"Itu memang salahmu, Tae. Wajar saja Beomgyu marah. Kamu keterlaluan."

"Tapi aku tidak bermaksud begitu."

"Bermaksud atau tidak, kamu tetap salah," balas Chaeryerong enteng sambil menggoyang-goyangkan gelas di tangannya. "Kamu harusnya beruntung Beomgyu tidak minta cerai, Tae. Kalau aku jadi dia sudah kulempar wajahmu dengan surai cerai."

Taehyun menghela napas panjang. Ia lelah, pusing, dan bingung harus bagaimana. Isi kepalanya hanya berputar-putar soal Beomgyu dan bagaimana ia bisa bersama istrinya itu lagi.

Gelas ke enam Taehyun sudah tuntas. Kepalanya serasa berputar, pandangannya kabur. Bahkan Chaeryeong yang duduk di seberangnya pun terlihat buram.

Menyerah akan sakit kepala, Taehyun pun meletakkan keningnya di meja. Kedua tangannya mencengkram rambut dan mengacak-acaknya tanda frustrasi.

"Kurasa kamu harus minta maaf pada Beomgyu, Tae," ujar Chaeryeong.

"Bagaimana mau minta maaf? Kontaknya tidak aktif, dan aku tidak tahu dia di mana. Kalaupun aku bisa bertemu, tidak ada jaminan dia mau mendengarkanku."

Suara Taehyun yang terdengar parau membuat Chaeryeong menghela napas. Ia tak tahu lagi harus merespon bagaimana. Ia hanya prihatin, tapi tak memiliki solusi untuk masalah yang Taehyun alami.

"Aku bingung harus merespon apa, Tae," kata Chaeryeong. "Aku hanya berharap amarah istrimu itu mereda dan mau menemuimu nanti."

" ..... "

"Taehyun?" Chaeryeong memanggil.

Tak ada jawaban dari Taehyun yang seolah terkapar di atas meja.

"Tae?" Chaeryeong mencoba mengguncang tubuh kawannya. "Tae, bangun! Ayo pulang saja!"

Namun Taehyun masih bergeming, tak bergerak sama sekali. Hanya napasnya yang terlihat teratur. Sudah dipastikan bahwa laki-laki itu teler dan terkapar.

Chaeryeong menggerutu. Bukannya ia keberatan kalau Taehyun sampai tak sadarkan diri begini, hanya saja bagaimana ia bisa membawa temannya itu pulang? Taehyun tidak mengatakan alamat rumahnya sehingga Chaeryeong tak tahu harus mengantar Taehyun pulang kemana.

Mengusap wajahnya, Chaeryeong berpikir keras.

Hingga ada satu ide terlintar di kepalanya, bahwa ia harus menghubungi seseorang.

Cepat-cepat Chaeryeong merogoh saku kemeja dan jaket Taehyun, mencari benda pipih yang pasti dibawa olehnya. Begitu menemukan yang ia cari, Chaeryeong langsung membukanya. Beruntung ia hanya perlu sidik jadi pemilik ponsel untuk membuka kuncinya.

Ibu jari Chaeryeong bergulir mencari sebuah kontak. Ia tak tahu Taehyun menamainya apa, hanya mengira-ngira.

Dan saat Chaeryeong menemukan kontak yang ia yakini adalah yang ia cari-namanya terlalu kentara ternyata-ia langsung menghubunginya.

Sayangnya, suara yang menjawab adalah seorang operator wanita yang mengatakan bahwa nomor tak dapat dihubungi. Mungkin benar diblokir, pikirnya.

Namun Chaeryeong tak kehabisan akal. Ia pun menyalin nomor itu di ponselnya, kemudian memanggil nomor tersebut menggunakan telepon genggamnya.

Satu Atap [TaeGyu]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang