Sukma tidak memiliki teman, selain pemalu, ia juga penakut. Diusianya yang bocah ia telah membersihkan darah ibunya yang tumpah. Ia memberanikan diri bermain di lapangan, kemudian takut berlari pulang pada saat melihat ayahnya datang.Air mata membanjiri wajah Sukma, saat ia pandang wajah ayahnya.
Ayah duduk di hadapan Sukma. Sukma bertanya pada ayahnya tentang aturan ketat yang telah diberikannya saat itu, yang membuat masa kecil Sukma tidak seperti anak-anak pada umumnya, periang dan penuh tawa.
Ya, Sukma tidak bisa bermain di luar, sebagaimana yang dilakukan anak-anak tetangga. Unek-unek Sukma dulu, yang telah terkubur lama terbongkar sudah, dalam kondisi pada saat Sukma bermeditasi, ayah datang seperti diundang, mungkin rasa Sukma sedang tersambung dengannya. Beliau duduk menghadap putrinya, wajahnya bening dan nampak bersahaja, mengenakan kopiah berwarna putih dengan baju koko berwarna putih juga, lisan beliau diam, namun semua pesan tersampaikan. Katanya, tidak lain peraturan yang dibuatnya dulu, semata-mata hanya bentuk cintanya. Akan tetapi Sukma dulu yang usianya masih bocah tidak mampu membaca pesan sang ayah, ia tidak bisa memahami semua itu, yang mana pemahaman yang salah kaprah malah lekat dalam ingatannya.
Kini ia menjadi tahu. Sukma pun menangis haru dan meminta maaf pada ayahnya, karena telah begitu lama, bacaan tentang ayahnya ternyata salah.
"Aku rela dan memaafkan ayah, semoga ayah tidak kecewa padaku juga," Sukma menangis, begitu juga dengan ayahnya. Sukma melihat ayahnya pergi dengan tenang dan damai. Sukma bangun, ia ingin memeluk sang ayah, saat ia lakukan itu, tidak lain yang dipeluk adalah dirinya sendiri. Semenjak itu Sukma menjadi tahu, bahwa ayah telah mewujud dalam dirinya.
"Aku telah berhasil melakukan pentelusuran diri yang jauh ini, sudah sekian lama aku tak tahu, bahwa diam adalah salah satu cara, dimana diri berlatih mengobati dan menyembuhkan dari derita yang terkubur lama.
Benarlah yang dikatakan Fariha yang karenanya, rasa bisa menjadi lega."
Sejak saat itu, Sukma meyakini bahwa kehidupan itu bukan hanya materi. Tidak ada sesuatu yang tidak mungkin bagi cinta, karena itulah salah satu sebab Sukma ingin mengenalnya.
Setelah Sukma dan ayah saling memaklumi. Sukma lebih sering melakukan meditasi, yang karenanya mampu mengantar dirinya pada ketenangan, sekalipun dalam permasalahan. Banyak orang berpikir bahwa masa kecil, tidak memiliki masalah, sebenarnya masalah tersebut ada, hanya saja karena sudah terkubur pada waktu yang lama, padahal derita lama terbawa sampai diusia tua, dimana masalah tersebut telah tersimpan di laci diri yang sangat dalam sekali nah, membongkarnya adalah dengan cara menapaktilasi diri, seperti yang disampaikan Fariha pada Sukma.
Sukma kembali mentelusuri jalan rasa, ia sudah mendapat titik terang, dimana ia telah menemukan kunci. Melewati jalan Hakim, akan menjadikan diri Sukma bersikap arif atau bijaksana, melewati jalan Yahya, akan menjadikan Sukma hidup dalam mati dan ketidak sadaran dirinya. Sementara jalan Rahim adalah, jalan dimana ia akan mampu memaafkan dirinya, inilah ketiga jalan inti yang sedang Sukma latih, untuk melewati dan memang ketiga jalan tersebut layaknya bisa ia lewati.
Melewati ketiga jalan itu perlu berulang kali, terlebih lagi baru Sukma kenali. Untuk memulainya Sukma harus menguatkan kaki, meneguhkan niat, juga meminta restu Fariha dan Tuan Ruh.
Jalan Rahim terasa begitu sempit. Saat menujunya agak sesak, nyali Sukma ciut seketika memang itu merupakan jalan pintas dalam menuju pintu Fanna.
Selamatlah bagi mereka yang mampu melewatinya. Semoga menemui pintu.
Sukma bertanya pada Fariha.
"Bagaimana caraku melewati jalan itu?"
"Diam dan tetap rasakan saja rasa dirimu," hanya itu jawaban Fariha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Atas Nama Cinta
Science FictionKisah seorang perempuan bernama Sukma dalam perjalanan mencari cinta ditemani suara-suara misterius yang seringkali mengganggu. Sejak lama Sukma merasa kehilangan cinta. Waktu berlalu tanpa rasa cinta yang dicari. Satu detik mencari cinta, satu men...