Ikatan Suci bukan Ambisi

9 9 7
                                    

Seandainya saja Lukman memahami sebagaimana Fariha, dia akan memaklumi bahwa yang sebenarnya ada rasa trauma dalam pada Sukma yang Sukma sendiri tak menyadarinya. Pengalaman membuatnya ketakutan untuk kembali menikah, sementara perceraianya dengan Hakim juga belum diurus resmi.

“Saat kita tahu bahwa hari ini adalah hari pelepasan, saat ini pula kita tersadar dan akan datang hari dimana diri kembali akan melekati,” begitulah Sukma memposting tulisan.

“Lukman selayaknya kau memahamiku, kita berteman bahkan baru tiga minggu, jika ku ikuti apa yang menjadi maumu saja, masih tersisah waktuku satu minggu untuk menjawab semuanya, menurutku kau terlalu terburu-buru. Baiklah akan kujawab segera,” batin Sukma.

“Suk, lusa aku menjemputmu seperti biasa, kita bertemu di tempat yang sama saja, ya?.”

“Baiklah,” jawab Sukma.

“Tuhan, bagaimana caraku untuk mengetahui bahwa aku akan mengikuti yang menjadi mau-Mu?”batin Sukma bingung.

“Ku pikir Lukman tak juga mengerti apa yang sedang aku rasai, dia hanya memikirkan dirinya sendiri, sebenarnya aku ingin membagi kasih, hanya saja aku tak mengerti, apakah dia baik untukku. Jika tidak! tolong beri isyarat tanpa aku yang harus menolaknya Tuhan, lusa apa yang harus kujawab.”

“Jika ada yang akan menikahimu dan kau tahu itu orang baik dan bertanggung jawab, maka menikahlah! sungguh aku turut bahagia dan aku sangat mendukungmu,” ucap Nafisah dalam pesan wathsaap.

“Pada saat kau sudah berumah tangga, aku akan menjauhimu, suk,” suara Hakim terngiang di kuping Sukma.

“Suk, kau uruslah perceraianmu segera, sebab itu membutuhkan proses yang lumayan lama, paling tidak jika saat ini kau urus, kau baru bisa menikah tiga bulan mendatang, maka menikahlah dulu dibawah tangan, yang pentingkan halal, jangan kau permasalahkan. Menikah bukan untuk memberatkan, sudah bismilah saja, mustahil aku mengenalkan seseorang yang tak baik pada temanku sendiri, terlebih aku tahu dia dari guruku,” ujar Nafisah.

“Baiklah akan kusampaikan pada Hakim.”

“Apa yang ingin kau sampaikan padanya, kau urus saja sendiri perceraianmu,” ucap Nafisah.

“Paling tidak ia tahu. Aku ingin semua dalam keadan baik-baik tanpa ada kemarahan, aku sekedar membuka suara padanya, bukan untuk meminta izin, bagaimana pun, kita sudah sah bukan lagi suami istri,” jelas Sukma.

“Ya. saya rasa itu tak masalah, kau lebih tahu situasinya.”

Keesokan hari, Sukma menghubungi hp Hakim yang sudah cukup lama tak terhubung.

“Assalamualaykum, Hakim.”

“Waalaykumsalam Suk, apa kabarmu?”

“Aku baik semoga kau juga ya.”

“Ya aku baik, aku lama tak menghubungimu yaa, Sudah beberapa bulan ada Sonya di rumah.”

“Hakim, aku ingin mengajukan perceraian ke pengadilan agama, apakah kau akan membantuku?”

“Kau datanglah sendiri, nanti berapa biayanya akan kuganti, katakan saja tentang perceraian kita apa adanya, bahwa aku telah menceraimu dan tidak memberikan nafkah, katakan juga bahwa aku telah menikah dan tak pernah datang padamu lagi. Katakan semua di pengadilan sebagaimana yang aku katakan, sehingga proses perceraianmu tidak akan memakan waktu.Apakah kau akan menikah, Suk?”

“Aku sendiri tak tahu pasti, apakah ini jodohku atau bukan. Aku sebatas ingin mengurus surat ceraiku saja.”

“Baiklah semoga dimudahkan yaa.”

“Terimakasih atas pengertianmu Hakim.” Sukma mendengar suara Hakim seperti bersedih.

“Apakah kau menangis?” tanya Sukma.

Atas Nama CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang