Panggilan Cinta

10 5 0
                                    

"Siapa yang layak untuk dilekati. Beri isyarat Tuhan! paling tidak itu akan menguatkan diriku. Mereka yang sudah menjabat hatiku telah membuat perih, duhai sang misteri, sebenarnya aku sudah enggan mengejar waktu untuk mendekati, aku tak ingin ambisi menguasai diriku. Musa lihatlah aku! jika kau ingin Tuhan melihatmu, sebab Dia bahagia akan kegamangan rasa hambanya yang mencari, sementara kau tak pahami, bahkan bersembunyi, katakan bagaimana dengan pencarianku ini. Lihat! ini semua akan kulewati dan aku akan mengenal yang asli?" peliharaan yang diajak bicara pun, diam membungkam.

Sukma kembali menata dan merawat peliharaannya. Ia semakin fokus dengan kegiatan itu.

Menulis adalah caranya berbagi kisah soal sang misteri dengan dirinya, meski pada akhirnya ia tak lagi berhasrat untuk bicara.

"Apa yang akan diajarkan pada orang yang sudah pintar, sementara aku belajar hanya pada peliharaanku?" batin Sukma. Ia mengakui kelemahannya sendiri.

"Huruf telah kutuang, peliharaan sudah kumandikan, suara misteri sudah ku akrabi, Athif memang berbeda dengan yang lainnya, ia memberi sesuatu yang tak kupahami, semakin banyak berbincang dengannya, semakin banyak yang harus ku ambil darinya dan ia tak merasa telah memiliki itu dan ini, biasa dan begitu alami.

Tidak dibuat-buat, namun begitu adanya, sehingga bagaimana pun sikapnya, pantas dan enak bagi yang melihat.

"Ratuku, cinta tak pernah hilang dalam dirimu, sementara kau mencarinya di luar diri. Carilah di dalam dirimu, gali potensimu, cintamu tertutup oleh keinginan dan pikiran yang telah mendominasi, rasakan saja bahwa yang sebenarnya dirimu bersama cinta, bukan bersama keribetan pikiran semata."

"Aku akan berziarah, siapa tahu itu akan membuka dan mengantarku pada cinta. Aku sudah menyampaikan hal ini pada Fariha, juga Nafisah."

"Kapan kau akan berangkat?"

"Tanggl 25 Oktober."

"Tidak lama lagi?"

"Ya, waktunya hanya tinggal tiga hari."

"Apakah kau sudah memersiapkan semuanya?"

"Ya, sudah. Hanya saja aku merasa gemetar dan sangat gelisah."

"Apa yang kau khawatirkan?"

"Aku tak tahu, mungkin ini pertama kali pengalamanku akan pergi jauh, selain itu selama ini aku hanya mendengar tentang sosok yang akan diziarahi dari bacaan semata, saatku kini akan melihat nyata."

"Tenanglah Ratu! semoga hasratmu menempat disatu tempat," mendengar tanggapan peliharaanya, air mata Sukma mengalir di kedua matanya.

"Duhai Tuhan, kakiku berdarah, kerikil dan panas membuat memar dan terluka. Aku akan menuju-Mu, akan ku adukan soal Hakim dan Athif, akan kulepas mereka, cukup peluk-kasih-Mu saja, yang tak akan membuatku kecewa."

Saat senja mulai menguncup, Sukma melangkah mengamatai setiap sudut rumah dan melihat kebersihannya. Peliharaan menyambut haru, air mata Sukma menetes begitu saja, Sukma mengelus-elus peliharaannya yang sudah dibersihkan. Sang misteri terdiam. Ia mendengar ucapan Sukma dengan seksama, namun ia tak memiliki pesan ataupun saran untuk disampaikan. Sukma menyadari bahwa sang misteri sebatas menjadi pendengar setia, meskipun dapat membuatnya merasa jauh lebih lega.

Tiga hari kemudian...

"Aku akan bangun lebih pagi," ucap Sukma. Malam itu Sukma tak dapat memejamkan mata.

"Aku bersamamu, tenanglah! Suk," setelah mendengar suara misteri berbisik dibenaknya, Sukma pun tertidur.

Pagi hari Sukma bangun terkejut, tanpa menunda, ia pun berkemas dan berangkat menuju bandara Sukarno Hatta. Rombongan dan Fariha sudah menunggu.

Atas Nama CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang