Pertemuan

15 17 5
                                    

Mereka berdua pun sampai di yayasan rumah cinta. Secara tidak kebetulan mereka hadir paling awal. Tuan Faqih baru turun dari tangga memasuki ruangan, keduanya memberikan salam kepada beliau. Tuan Faqih tersenyum dan menyambut salam mereka, sepertinya beliau mengingat Sukma. Fariha mengenalkan dirinya. Kemudian menyapa Tuan Faqih dan bertanya kondisinya. Tuan Faqih menjawab

"Alhamdulillah. Tetaplah belajar dan sabar dengan proses," ucap Tuan itu kepada Fariha dan Sukma.

Mendengar itu Sukma terkejut, seolah-olah beliau telah mengetahui yang dialami dirinya. Sukma mengamati Tuan Faqih.

"Tuan beri tahu aku, bagaimana agar aku sampai pada pencarianku ini dengan mudah?" tanya Sukma. Tuan Faqih menjelaskan pertanyaan Sukma, dalam bahasa Indonesia yang terbata- bata.

"Menurutku semua berawal dari pemahaman. Pemaham yang benar, tentang Tuhan itu sendiri, bahwa Tuhan yang sebenarnya, bukan dia yang keberadaanya di atas, bukan pula dia yang keberadaanya sangat jauh, yang sulit untuk ditempuh. Tuhan sebenarnya ada di dalam batin setiap diri. Dia Assomad (tempat bergantung segala sesuatu)."

Mendengar itu Sukma merasa merinding.

"Tuhan selalu memberi apa pun permintaan hambanya, namun ada sebagian kecil hamba yang tidak selalu meminta, dengan memanfatkan Tuhan nya, bagi sebagian hamba, permintaan itu sudah tak penting lagi, karena Tuhan baginya bukan hanya untuk memenuhi setiap keinginannya saja."

Mendengar itu Sukma terkejut. Kebingungan yang dulu terjawab sempurna.

"Maha suci Engkau Tuhan." Dengan seksama Sukma memperhatikan ucapan Tuan Faqih kembali. Ia menahan air yang menggenang di matanya. Sukma sangat tertegun mendengar penjelasan wakil guru besar itu. Air mata Sukma menetes, kemudian Tuan itu melanjutkan bicara

"Menyadari Dia yang kemampuannya tak terbatas, menjadikan sebagaian mereka tidak lagi harus meminta, sekalipun mereka membutuhkan sesuatu, namun mereka akan memilih berpasrah dan tidak memikirkan apa yang diinginkan dan yang dibutuhkannya lagi, karena yang utama baginya hanya cinta dan sebatas berikhtiar dalam hari-harinya.Ya, hanya itu saja, bukan yang lainnya."

"Ya, Allah," ucap Sukma.

Melihat itu, Fariha memberi isyarat pada Sukma untuk mengontrol emosinya. Sukma menarik nafas dalam-dalam, menyeka matanya dengan tisyu yang Fariha berikan padanya, kemudian ia meneguk air putih yang dengan sengaja dibawa dari rumah. Sementara Tuan Faqih masih menyampaikan pesan, Sukma melihat Fariha memperhatikan ucapanya dengan seksama, beliau mendengar dengan rasa yang jauh lebih tenang ketimbang Sukma.

"Lantas bagaimana caraku, akan sampai pada pencarian yang dicari?" tanya Sukma.

"Maka ciptakan situasi untuk selalu menghadirkan Cinta, dengan cara perenungan atau diam, menyadari setiap geraknya pikiran sendiri."

Mendengar itu, seketika Sukma menatap Fariha dan Fariha tersenyum kepadanya.

"Inilah menghadirkan, jika kau terbiasa melakukan itu, maka kau akan temukan kesejatian dirimu, yang tidak lain adalah Cinta. Maka carilah dengan cara melewati jalannya."

Sukma menjadi tahu, tidak lain jawaban dari itu semua tak jauh pada dirinya.

Peserta mulai berdatangan, hingga mereka berdua pun berpamitan untuk pindah ke bagian wanita. Sukma merasa lega.

Pagi hari, Sukma mulai berlatih mengkondisikan situasi, setelah bangun pagi, ia langsung mandi, kemudian membersihkan diri dengan pakaian bersih dan juga wangi. Rumah juga Sukma rapikan dan diwaktu sore ia semprotkan aroma wewangian di setiap ruang. Sukma merasakan ketenangan meresapi batin dirinya, sehingga ia lalui hari itu dengan senyuman.

Atas Nama CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang