Jalan Inti

13 14 2
                                    

Inilah jalan menuju Cinta, inilah pencarian akan kesejatian-Nya, inilah perjalanan. Melewati ketiga jalan inti.

Jalan ayah yang karenanya mewujud keberadaan Sukma, sehingga tersambunglah keturunan baru. Di dunia sebagai Khalifa yang mengemban tugas untuk menghamba kepada-Nya, dalam rangka meyempurnakan diri, dari segala perbuatan yang merendahkan derajat asalnya, sehingga saat diri kembali pada yang Maha suci sudah dalam keadaan bersih, inilah yang dinamakan Husnul khotimah (matinya dalam hidup). Kemudian jalan ibu, yang karenanya juga mewujudlah Sukma. Sukma terlahir karena cinta dan kasihnya, ia tumbuh dari dalam rahim ibunya, sehingga memiliki kesamaan rasa, sedihnya adalah sedihnya Sukma, marahnya adalah marahnya Sukma. Ya, bahkan saat ini Sukma tetap berlatih mengakrabi suara misteri, yang tidak lain sama halnya Sukma sedang berlatih mengenali ibunya, yang bertujuan pada yang satu yaitu, kesejatian-Nya, maka pantaslah jika Nabi mengatakan; pada seseorang yang datang dan kemudian bertanya:

"Wahai Rasulallah siapa orang yang berhak untuk kita taati?"

"Ibumu."

"Kemudian siapa lagi setelah ibuku?"

"Ibumu."

"Lantas siapa lagi yaa Rasul, setelah kedua kalinya ibuku."

"Ibumu."

Setelah jalan ibu, kemudian jalan inti yang ketiga bagi Sukma adalah, jalan suami, yang menjadikan ia hanya sekedar melihat pintu, kemudian membukanya.

Ketiga jalan sudah dilewati, kini saatnya Sukma meminta restu, serta izin penjaga pintu itu, beliau adalah ibunda Banin, yang akan memberikan restu pada Sukma.

"Lihatlah telah aku pegang pintu itu dengan tanganku sendiri. Tangan Sukma gemetar, ia membukanya dengan sangat perlahan-lahan, maka Sukma pun membuka pintu itu. Ia mulai melangkahkan kaki kanannya, masuk satu langkah, kakinya gemetar. Sukma diam, menyeimbangkan kaki yang terus bergetar, dengan langkah sedikit mengendap-endap, bukan untuk mengambil sesuatu, tapi ia hanya penasaran ingin melihat, siapa gerangan yang ada di dalamnya, karena Sukma belum pernah mengenal penghuni itu, sehingga terkirim rasa takut menghantui dirinya. Setelah maju tiga langkah, ternyata tidak lain di dalamnya Sukma melihat dirinya sendiri.

Melihat itu, badanya bergerak kencang "Siapakah kamu?" Sukma pun tak sadarkan diri.

Beberapa saat kemudian, Sukma sadar kembali, dengan raga gemetar ia bertanya dalam diam:

"Dimana kesejatian diri, atau cinta yang sedang aku cari itu?"

"Yang kau lihat itulah yang sedang kau cari dan yang kau ingin temui," suara misteri tiba-tiba muncul kembali.

Sukma terpukau dan diam. Ia menangis haru, karena ternyata perjalanan yang melelahkan, hanya untuk bertemu dengan dirinya sendiri, Sukma kembali mentelusuri rasa dirinya lagi. Ia pun diam dalam tangisan. setelah itu, ia mulai tak berhasrat, bahkan rasanya datar dan sirna.

"Lantas bagaimana selanjutnya, jika cinta itu sepertinya sudah mampu menunjukan wajahnya?"

"Sekarang aku telah menyaksikan bahwa kesejatian diri, ternyata ada di dalam batinku sendiri, maka aku pun mulai menghargai dan menghormati diriku dan rasaku yang tumbuh untuk kujaga." Semenjak itu Sukma hanya bersama dirinya. Dua Sukma ada dalam diri, dalam setiap tarik nafas dan geraknya raga, yang telah menyatu."

"Lantas bagaimana selanjutnya setelah dua diri ku telah menyatu. Seperti apa lagi yang akan terjadi? apakah itu merupakan puncak, atau apakah itu menunjukan berakhirnya sebuah cerita?"
Sukma bertanya pada Fariha.

"Belum, karena bersatunya dua aku itu seperti halnya simbol, yang kemunculanya sering terjadi, bagi orang-orang tertentu dan tidak sedikit mereka para pejalan terjebak hanya sampai disitu.

Ingatlah! bahwa ini bukan suatu tujuan, jadi berhati-hatilah, karena semakin ini muncul, maka semakin ego halus di diri akan mudah menyelusup masuk, sayang semakin kita banyak belajar, maka semakin kita tidak pernah merasa aman," ucap Fariha.

Sukma tidak ingin mengetahui itu, ia hanya merasa takut dengan penjelasan-penjelasan, kepalanya menolak, sekalipun ia tahu bahwa ini sesuatu yang penting, dengan mendengarkan penjelasan baru, sepertinya Sukma ingin menghentikan perjalanan dan pencarian yang sedang dilakukannya.

"Aku tidak ingin tahu soal itu, aku belum terbiasa, maka maafkan, biarkan saat ini aku beradaptasi dengan diriku yang baru kuliat dulu."

"Sayang kehadiran dirimu yang baru dilihat itu hanya sesaat saja kau rasa," ucap Fariha.

"Ya, tapi kenapa seperti itu?"

"Karena kau manusia sayang, dimana kesempurnaanmu hanya ada dalam proses."

Sukma sudah melewati ketiga jalan inti, jika demikian mungkin suatu saat ia akan melewatinya kembali, tapi entahlah untuk berikutnya akan seperti apa dan bagaiamana, ia belum mengetahui dan tak ingin untuk mengetahuinya.

Pesan guru besar Tuan Ruh kini, sudah saatnya Sukma praktekan. Sukma sangat bersyukur dan berterimakasih kepada Hakim, karena sekarang dalam sembahyang dan yang lainnya, Sukma telah diberi kebebasan, ia yang dulu sebagai pemula, yang jarang mengikuti aturan Tuan Ruh telah mendapat restu, yang karenanya restu-restu lain turut menyertai.

Cara pikir Hakim menjadi lebih bijaksana, seola-olah yang sebenarnya Hakim, hanya ingin menguji istrinya sendiri. Adapun dengan aturan-aturan yang dibuat guru besar, Hakim tidak lagi mempermasalahkan. Ia memahami adanya aturan dan tata cara yang mengatur kehidupan itu sangat penting, karena dengan begitu kehiduapan yang ada, akan lebih teratur dan lebih tertata.

"Itulah syariat," ucap Hakim kepada Sukma. Sementara bagian lainnya adalah, ilmu tauhid.

Tauhid itu sendiri, ilmu yang keberadaanya tak nampak mata, ia hanya ada di dalam rasa yang paling dalam, yang merasakanpun hanya seorang hamba dan Tuhan nya saja, hijabnya pada orang seperti ini, bukan pada raganya, melainkan pada hati dan juga pikirannya.

Tauhid tetaplah tauhid, yang jika seseorang memahaminya dengan salah, maka rusakla semuanya. Sebagaimana pendapat Fariha dulu yang pernah Sukma dengar saat sedang menyampaikan pada salah satu murid lain, katanya.

"Jika seseorang sudah bertauhid secara benar dan utuh, maka ilmu syariat sudah pasti akan mengikut dengan sendirinya, akan tetapi jika seseorang hanya menguasai dan menjalankan syariat dalam keseharian ibadahnya, maka belum tentu pemahaman tentang Tuhan nya sempurna."

Sukma yang dulu pernah mengatakan, bahwa dalam melakukan sembahyang, ia tidak merasakan apa pun juga, kali ini tidak selalu seperti itu, sekalipun seringkali begitu, Kini Sukma bisa sedikit merasakan rasa dalam setiap gerak raganya sendiri, misalnya, saat gerakan sujud. Ia tahu bahwa itu bentuk lain sebagai penghambaan. Diri yang lemah meletakan kepala di bawah, sebagai bentuk pasrah dan keberserahan seorang hamba yang menghamba, juga sebagai simbol agar diri mampu meruntuhkan menghancurkan ego yang ada. Kemudian contoh gerakan lainnya seperti Saat berdiri adalah tanda bahwa, selayaknya kuta selalu siap dan siaga untuk berjalan dan selalu melangkah menuju-Nya. Begitupun gerakan-gerakan lainnya. Dengan menyadari setiap gerakan tersebut, maka rasa akan beda dengan melakukanya tanpa penghayatan, sebagaimana yang Sukma lakukan sebelumnya.

Pernah suatu ketika Sukma sembahyang bersama Fariha, Sukma melihat langsung bagaimana beliau melakukan itu semua, ia merasa sembahyangnya tidak sebanding dengan yang dilakukan Fariha, ia menyaksikan langsung, dialog Fariha dengan kesejatian-Nya, entah apa yang dikomunikasikan olehnya, seperti dua diri yang lama terpisah kemudian baru bertemu, ada haru, ada rindu dan entah apa yang dirasakan tak kuasa digambarkan bagi yang melihatnya..

Melihat guru menyembah yang disembah
seperti aku melihat penyatuan dua diri yang saling bertemu.

Atas Nama CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang