Bincang Malam

15 15 3
                                    

Kini Sukma telah mengetahui jawaban akan pertanyaanya dulu, yang pernah ditanyakan  salah satu sahabatnya, tentang cinta.

Cinta sejati yang sedikit pun tak pernah Sukma yakini. Saat ini, ia mulai meyakini. Bagi Sukma cinta, bukan sesuatu yang mudah diucapkan lewat kata-kata, banyak diantara mereka yang dengan mampu mengucapkan itu, apakah itu basa-basi atau memang seperti itu adanya, dari pertanyaan itu, Sukma melihat ke dalam dirinya sendiri, kemudian ia pun telah merasakan.

“Tapi apakah benar yang kurasa itu cinta sejati?”
tanyanya pada Fariha.

“Ya, mungkin saja, sekalipun memang cinta seperti itu ada, namun sangat sedikit sekali.”

“Siapa cinta sejatiku yang sebenarnya?” Sukma kembali bertanya.

“Aku tidak tahu, bisa jadi itu suamimu sendiri,” jelas Fariha.

“Benarkah. Apakah seperti itu cinta sejati?”

“Ya, karena kau masih dalam proses sayang,” ucap Fariha.

“Memang untuk mendapatkan cinta seperti ini tidak mudah, pada mulanya seseorang merasa kecewa, marah dan seringkali menangis karena merasa menderita, kemudian saat kau menginginkan damainya rasa, maka damailah, kamu telah mampu membebaskan dirimu, inilah yang dinamakan hurriyah (merdeka), sehingga akan dipertemukan sesuatu dalam dirimu (cinta sejati) yang sahabatmu tanyakan itu.”

“Sungguh, dulu aku tidak percaya dan menertawakan pertanyaan sahabatku, dulu aku tak tahu, setelah dalam perjalanan dan setelah aku menelusuri rasa, aku pun menjadi tahu. Benarlah bahwa cinta yang ditanyakanya itu memang benar adanya.”

Cinta
Bukan karena kebersamaan raga
melainkan kemerdekaan dalam rasa
Bukan rasa yang membelenggu
namun rasa yang telah membebaskanku
Bukan rasa yang menggores
melainkan rasa yang telah kuoles
Sulit memahami jika tak mengalami
Rumit jika tak meyakini
Kenapa takut akan panas, jika ingin damainya rasa.

Selamat melangkah di jalan inti lewat suami
Moga mampu mengantar pada kesejatian diri
Maka lihatlah, sang hamba taajub karena semesta telah menggubah.

“Hakim, aku sudah memaafkanmu, maafkan juga diriku,” ucap Sukma kepada suaminya.

“Lantas bagaimana dengan hubungan kita. Sukma aku merasa bersalah padamu. Maafkan aku juga yaa.”

“Hakim boleh tahu apa yang memberatkan dirimu tentang hubungan ini, bukankah kau sudah tidak mempermasalahkan lagi dan sudah membebaskanku dalam hal itu?”

“Ya, benar sekali. Lakukan saja ibadahmu tanpa harus kau menjagaku lagi, aku tidak mempermasalahkan itu, karena masalah yang sebenarnya ada pada diriku sendiri.”

“Lantas apa masalahmu?”

“Tidak Sukma, sekarang aku menjadi tahu masalahnya itu bukan pada dirimu.” Mereka terdiam.

Sukma melihat Hakim bersedih, dalam diam tiba-tiba Hakim memecah suara.

“Sukma, banyak sekali yang menjadi beban pikiranku. Aku pusing sekali.”

“Siapa saja mereka yang sudah membebankan pikiranmu dan kenapa?” 

“Layla, karena dia, Aku tidak bisa bersamamu. Aku memikirkan kedua anaknya juga.” Layla adalah adik Hakim yang sakit, karena suaminya telah menikah, disaat kehamilannya yang kedua, membuat pikirannya berubah seketika.

“Lantas siapa lagi selain Layla dan anaknya, yang membebankan pikiranmu?”

“Sena dan ketiga anaknya juga.”

“Kenapa kau merasa terbebani, bukankah Sena memiliki suami?”

“Ya memang, namun kau tahu seperti apa keadaan suaminya. Sukma kau tidak tahu begitu banyak beban di pikiranku.”

Atas Nama CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang