Bab 15: Fatal

235 74 1
                                    

"Aku tidak pernah mendaki sebelumnya. Apa kalian yakin?" Vina tampak ragu-ragu saat melihat berbagai macam barang-barang mendaki sudah masuk ke dalam kereta dorongnya.

Rika yang sembari tadi memasukkan barang-barang baru ke dalam kereta Vina menoleh dan memberi tatapan menyindir. "Kamu takut? Cupu banget, deh."

Vina menatap Rika dengan kesal, untung saja Thym menengahi mereka. "Hei, hei, jangan mulai lagi Rika. Aku tidak mau sampai ada yang mojok setelah ini."

Jasmin dan Aren yang berada di barisan belakang tertawa dan menggoda Thym. "Acieee ... ditau punya dua calon bini, lagi simulasi pasca nikah, ya?"canda Aren yang diiringi cekikikan Jasmin.

"Harus adil, ya. Awas sampai ada yang dapat jatah lebih," tambah Jasmin yang berhasil membuat Thym kesal.

"Kalian berdua juga diam." Thym menghela napas panjang. "Kalau tidak cepat diselesaikan persiapan kita, nanti pas sampai ke sana kesiangan."

Aren menepuk-nepuk pundak cowok yang lebih tinggi darinya sembari berkata, "Tenang aja, Coy. Kita kan sudah biasa pergi mendaki bareng. Cukup bawa barang seadanya pas subuh nanti juga bisa."

"Masalahnya kita sekarang bawa tiga cewek yang sama sekali belum pernah mendaki. Kalau kita tidak mempersiapkan semuanya, bisa-bisa ada halangan selama mendaki di sana."

"Ya ... tapi kan ada kita--dua pendaki handal. Tenang saja, Tyhm. Tidak akan ada hal buruk yang akan terjadi."

"Perkataanmu malah adalah sebuah pertanda bahwa aku tidak boleh meremehkan situasi ini."

Kelima anak muda itu telah selesai berbelanja dan pulang cepat untuk mempersiapkan perbekalan mereka sebab jam lima subuh nanti, mereka sudah harus berada di rumah Thym untuk pergi ke gunung Bawakaraeng. Mereka akan berada di jalan selama empat jam lebih, belum lagi bersiap mendaki ke pos-pos yang katanya butuh waktu dua hari untuk sampai di puncak.

Dan mereka tidak tahu akan ada terjadi sebuah kesalahan fatal yang akan merenggut nyawa mereka dikemudian hari.

--- --- ---

"Ini memang ide yang buruk," ucap Rika menggiggil kedinginan semabri memeluk dirinya sendiri dengan dua selimut tebal.

"Minum ini. Kamu tidak boleh tidur, atau kamu akan mengalami (penyakit mendaki karena kedinginan). Kami tidak bisa membawamu turun sekarang."

"Kalau begitu, aku saja yang turun sendiri. Aku sudah tidak kuat lagi."

"Jangan bilang seperti itu! Kita sudah sampai di sini di hari kedua dan kamu ingin turun ke sana sendirian? Pemandu kita cuman satu dan dia pasti memainta kita semua untuk ikut bersamanya jika turun. Kamu ingin menyusahkan temanmu sendiri?"

Vina tertawa sekali, mengolok. "Coba lihat siapa yang mengeluh sekarang."

Rika menggeram dan berdiri dengan kesal. Telunjuknya dia ancungkan ke arah Vina. "Kalau gitu, temani aku buang air."

"Hah? Kenapa aku?"

"Terserah aku, dong. Mau sama siapa."

Vina menarik napas dalam-dalam dan mengebuskannya. Kemupan uap berterbangan di depan wajahnya. Membentuk awan-awan tipis yang menghilang dalam hitungan detik. "Oke, oke. Aku akan ikut bersamamu."

Rika berjalan ke arah pepohonan rimbun yang ditumbuhi banyak semak. Vina menyusul dari belakang.

Aren yang melihat dua temannya pergi, segera memperingati mereka. "Perhatikan jalan yang kalian lewati. Hati-hati dengan lubang atau jurang. Kabutnya masih tebal."

"Ya!" jawab Vina dan Rika bersamaan.

Setelah berjalan beberapa meter dan merasa cukup aman dengan semak-semak yang ada. Rika meletakan tas kecilnya di akar pohon dan berbalik ke arah Vina. "Jaga di sana. Dan jangan pernah mengintip."

Vina menggelengkan kepala. Siapa juga yang mau lihat orang yang buang air? Dia masih normal.

Kabut yang mengelilingi mereka seperti tirai abu-abu yang tebal, mengepung dirinya dan tidak membiarkan dirinya melihat langit biru di pagi hari. Sinar matahari pun belum terlalu tampak padahal jam sudah menunjukkan jam tujuh pagi.

Tiba-tiba Vina mendengar suara gemerisik yang aneh. Dia kira Rika, jadi tanpa dia sadari menoleh ke arah Rika yang sedang buang hajat. Bukan dia.

Suara gemerisik itu kembali muncul, diiringi suara langkah yang berat. Vina semakin tidak nyaman dengan apa yang dia dengar karena suara langkah itu semakin mendekati tempatnya.

Dia memutuskan untuk mendekati sumber suara dan membiarkan Rika menyelesaikan urusannya sendiri. Kabut yang tebal membuat gadis itu harus berpegangan ke pohon terdekat untuk menumpu tubuhnya yang linglung dalam melangkah. Dataran di sana tidak rata. Belum lagi tanah itu miring ke sebelah kanan sebab tidak jauh dari sana ada lereng curam yang dalam. Vina tidak akan mau sampai mengambil langkah.

Baru saja dia berpikir tentang lereng, tiba-tiba keseimbangan tubuh Vina hilang dan mulau jatuh ke arah depan. Kabut yang tadinya menghalangi pandangannya seolah menyingkir dan memperlihatkan jurang yang begitu dalam dan dipenuhi bebatuan besar yang mengerikan.

Dan dalam per sekian detik seseorang menahan tubuhnya, menarik tangannya ke belakang.

Semua kejadian itu sangat cepat. Vina sempat menoleh ke belakang dan melihat seorang pria tinggi menariknya dengan sekuat tenaga ke belakang. Sedangkan si pemuda menjatuhkan badannya ke depan.

Vina bisa melihat sekilas ekspresi pria itu, dia memandang mata Vina dengan tatapan kosong. Kantung mata hitam yang terlipat di bawah matanya begitu menyedihkan. Dia mengenakan jaket tebal berwarna biru tua dan sebuah kupluk abu-abu yang tampak lusuh. Tangannya yang menggenggam tangan Vina dilepaskan begitu saja.

Tubuh Vina terjatuh ke tanah yang landai dan hanya bisa membeku, melihat pria itu jatuh ke dalam lereng. Menggantikan dirinya mati di sana.

--- --- --- --- --- --- ---

Sekali lagi gengs, ini draf zero atau naskahku yang belum diedit. Jadi, mohon maaf kalau masih terasa pendek atau banyak kesalahan penulisan. Setelah tamat, akan aku usahakan untuk revisi dan mengisi kekosongan yang ada ... meski hatiku masih kosong tanpa si Ayang //eaaakkk!

Sampai jumpa minggu depan! Sankyu untuk setia menunggu cerita ini update dan dukungan yang tidak ada habisnya!

Author note:

WARNING!

If you reading this story on any other platform OTHER THAN WATTPAD, you will risk of a malware attack. If you wish to read this story safety, read this in THE ORIGINAL web! Please, support the author with some respect.

Thank you,

Hygea Galenica

--- --- ---

PERINGATAN!

Jika Anda membaca cerita ini di platform lain SELAIN WATTPAD, Anda akan berisiko terkena serangan malware. Jika Anda ingin membaca cerita ini dengan aman, bacalah di web ASLI! Tolong, dukung penulis dengan cara yang lebih terhormat.

Terima kasih,

Hygea Galenica

*** *** ***


Pharma.con: Silent Sinner ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang