Lima menit yang lalu ....
"Jasmin ...."
"Ya?"
"Perasaanku tidak enak. Kenapa di sini sepi sekali," kata Vina was-was.
"Mana kutau. Memangnya aku empunya nih jalan," balas Jasmin santai.
Setelah selesai makan siang di warung kaki lima yang letaknya satu kilometer dari indekos, Jasmin dan Vina yang mulai kelelahan memutuskan untuk melewati jalan pintas, dibandingkan menyusuri jalan raya yang macet di jam makan siang. Vina yang dibonceng Jasmin, mencengkram erat-erat pinggang sahabatnya.
"H-hei! Geli, Vina! Jangan cubit pinggangku dong!" Rasa geli yang dialami Jasmin spontan membuat keseimbangannya untuk mengontrol kendaraan roda dua terganggu.
"Jasmin, aku benci mengatakannya. Mungkin ... ada seseorang yang mengawasi kita." Air muka Vina mulai memucat. Jasmin yang mengintip dari kaca spion, memutuskan untuk menepi sejenak. Setelah mesin motor dimatikan, Jasmin menoleh ke belakang, membuat keduanya bisa saling bertatapan.
"Bisakah kamu tidak membuatku takut? Aku tau kita diincar oleh dia, tapi tidak mungkin kan sampai mengikuti kita setiap hari?"
"Mu-mungkin saja. Lebih baik berhati-hati sebelum dia 'memang' benar-benar datang."
Jasmin mendenguskan napasnya dengan kasar. "Vina ... kamu terlalu paranoid," ujar Jasmin sembari tersenyum miring. "Tidak ada orang yang—"
Tiba-tiba, motor yang mereka berdua naiki mulai miring ke bahu jalan. Jasmin dan Vina pun terpelanting keras ke aspal. Kedua gadis itu terpenjat, bahwa ternyata ada tangan yang mencengkram siku Jasmin. Tiga detik kemudian, Jasmin ditarik kasar ke arah semak-semak di pinggir jalan. Semuanya terjadi begitu cepat.
Tangan itu ternyata milik seorang pria yang mengenakan penutup wajah bergambar tengkorak. Dia berusaha menarik Jasmin ke dekapannya, walau mangsanya itu berusaha memukul dan menendang dengan sekuat tenaga. Suara rintihan Jasmin membuat Vina berteriak histeris.
Sementara Jasmin masih bergulat dengan pria misterius itu, di lain pihak, Vina berusaha mengeluarkan badannya yang masih terjepit di motor. Untungnya ada celah di antara kaki kanannya sehingga Vina bisa merangkak keluar dari motor yang sudah terkapar di atas aspal yang panas.
Vina yang ingin menolong Jasmin, sontak terpaku, menyadari bahwa ada sosok pria lain yang berada tidak jauh dari posisinya sekarang. Pria dengan penutup wajah hitam itu, sedang berdiri di jalan yang baru saja mereka lewati sebelumnya. Tetapi yang membuat Vina tercekat adalah benda yang digenggam pria itu—sebuah benda tumpul berwarna hitam mengkilat. Bentuknya mirip dengan pemukul kasti yang pernah Vina gunakan saat SMA dulu, dan gadis itu tahu bahwa benda tersebut sangat berbahaya bila melayang ke arah salah satu komponen tubuhnya.
Jasmin yang tadi berusaha melawan, akhirnya harus menerima kekalahannya. Gerakannya terkunci. Pria itu sudah membebani tubuh Jasmin dengan berat badannya. Benar-benar sial, pria bertopeng tengkorak itu ternyata mempunyai perut buncit yang sangat keras.
"Vin! Tolong! Tolong!" Jasmin berteriak terus-menerus, meskipun mulutnya berusaha dibekap oleh pria dengan penutup wajah tengkorak. Vina sejenak melihat keadaan Jasmin, lalu kembali menoleh cepat ketika pria dengan pemukul itu mulai berjalan ke arahnya.
Suara Vina tidak bisa keluar. Seperti ada gumpalan besar di pita suaranya. Kakinya menggigil hebat. Rasa nyeri dan perih di sekujur tubuhnya bagaikan sebuah sengatan kecil jika dibandingkan dengan detak jantung Vina yang berdetum sangat keras. Berkali-kali Vina melihat Jasmin yang berusaha melawan pria tengkorak lalu kembali lagi ke pria dengan pemukul. Hanya satu hal yang terpintas di benaknya sekarang. Lari.
"Ma-maafkan aku Jasmin!" Vina segera berlari ke jalan raya. Tepatnya ke jalan yang beralawanan dari pria dengan pemukul. Meninggalkan sahabatnya yang memanggil-manggil Vina dengan suara yang pilu.
Pada waktu bersamaan, pria dengan pemukul juga ikut berlari, mengejar Vina yang berusaha kabur. Tetapi pria itu segera menghentikan langkahnya, ketika melihat ada sebuah mobil berbelok ke gang sepi itu.
--- --- ---
"Jasmin! Jasmin diculik!"
Secepat mungkin Cony berlari ke arah tempat yang ditunjukkan Vina, di mana ada dua pria yang berusaha membawa Jasmin ke dalam mobil yang sudah terparkir, tidak jauh dari tempat mereka terjatuh. Sesaat kedua pria itu melihat Cony yang mulai mendekat, mereka memutuskan kabur dan meninggalkan Jasmin di tengah jalan. Tampak gadis itu sudah kelelahan melawan kedua pria itu.
"WOI!" Teriakan Cony dikalahkan oleh suara mesin mobil yang berderu sangat keras. Dia tidak dapat mengejar pelaku, hanya bisa melihat mobil itu melesat dan mulai menghilang di ujung jalan. Sayangnya lagi, mobil itu tidak berpelat nomor. Dengan hanya bermodalkan ciri mobil, tidak akan membuat pencarian pelaku penculikan bisa dilakukan dengan cepat.
Akhirnya Cony berusaha menyelamatkan Jasmin yang meringkuk di atas aspal. Eni dan Vina segera menyusul pemuda itu. Namun, sesaat Jasmin menyadari keberadaan Vina, tiba-tiba tubuhnya yang tadi kehabisan tenaga, bangkit dan mulai mendekati sahabatnya itu.
"Dasar egois! Pengkhianat! Kamu meninggalkan aku begitu saja dan lebih memilih kabur. Itu yang kamu maksud dengan setia kawan. Cuih!" Jasmin meludah ke wajah Vina. Matanya memancarkan kebencian yang teramat sangat kepada sahabat yang telah meninggalkan dirinya dianiyaya oleh para penculik.
"Ta-tapi, kan, a-aku berusaha mencari bantuan, dan lihat, mereka berhasil membantu kita. Dan—"
"Kamu kira dengan begitu aku akan berterima kasih kepadamu, hah? Gimana kalau mereka tidak datang? Kamu akan tetap kabur, bukan? Banyak alasan! Dasar pengecut!"
Air mata mengalir deras di kedua pipi Vina, dia bersujud di hadapan Jasmin. "Maafkan aku Jasmin. Maafkan aku." Vina terisak-isak, memohon pengampunan dari sahabatnya yang murka.
"CUKUP! Aku tidak mau lagi bersama denganmu! Lebih baik aku urus diriku sendiri daripada dijadikan tumbal olehmu!"
Jasmin pergi meninggalkan Vina yang menangis tersedu-sedu. Ya, memang benar Vina orang yang sangat pengecut. Untuk menolong sahabatnya sendiri pun tidak bisa. Ketakutan sudah merusak akal sehatnya.
Eni dan Cony tidak bisa berkata apa-apa. Mereka berdua tidak bisa menghentikan pertengkaran hebat itu.
"Eni, lebih baik kamu kejar Jasmin. Aku yakin kamu bisa menenangkannya. Biar aku yang urus Vina."
Tanpa persetujuan, Eni segera mengejar Jasmin yang terseok-seok menuju motornya yang malang. Berusaha menenangkan gadis yang baru saja lolos dari penculikan—untuk saat ini.
"Jahat ... aku orang yang jahat. Bisa-bisanya meninggalkan sahabat yang sedang kesusahan."
Cony yang bersimpati, berusaha membuat Vina berpikir lebih positif. "Vina, dengar, kamu tidak salah. Tindakanmu sudah berhasil menyelamatkan Jasmin. Kalau kamu tadi memutuskan untuk menyerang si penculik, mungkin saja kamu juga akan terluka."
"Tapi aku sudah menyakiti perasaan Jasmin! Aku benar-benar sahabat yang tidak berguna ...." Tangisan Vina semakin menjadi-jadi. Seperti anak kecil yang baru saja kehilangan mainan kesayangannya.
"Sekarang aku sendirian ... bagaimana aku bisa melindungi diriku sendiri. Dia pasti akan kembali," gumam Vina dalam tangisannya.
--- --- --- --- --- --- ---
Serem banget, ya, kalau kejadian seperti ini beneran terjadi dan menimpa kita. Apalagi buat kaum Hawa. Kita pastinya sulit banget ngelawan komplotan penculik gitu. Lebih parahnya, kita yang panik pasti bingung mau melakukan apa untuk bisa melarikan diri.
Maaf agak telat up. Dan mohon maaf bahasanya di sini masih kurang rapi. Aku lagi kejar tayang, yang penting kubela-belain untuk nulis minggu ini. Aku janji kalau udah enggak sibuk pasti bakalan revisi seluruh komponen.
Gimana menurut kalian dengan sikap Vina dan Jasmin? Apa kalian akan berpikir sama dengan Jasmin bahwa tindakan Vina itu salah? Yuk bagi kesanmu di kolom komentar!
Terima kasih buat teman-teman yang sudah mau membaca karyaku ini. Love you all.
--- --- --- --- --- --- ---
KAMU SEDANG MEMBACA
Pharma.con: Silent Sinner ✓
Mystery / Thriller[Pemenang Wattys 2019 Kategori Misteri & Thriller] (TAMAT) Terjadi pembunuhan berantai yang menimpa mahasiswa-mahasiswi di Kota Makassar. Benang merah dari seluruh kasus adalah korban saling mengenal, namun sampai sekarang, belum ada yang berhasil m...