Bab 3: Kedatangan Tamu

1K 196 43
                                    

Setelah kasus pencurian di akademik telah dinyatakan selesai, masih ada satu masalah yang terus menghantui Tifa. Kejadian itu terjadi tiap kali dia berpapasan dengan Aris. Dadanya berdebar kencang, kadang memberi rasa nyeri, sesak napas, serta vertigo (1) yang dapat membuatnya pingsan mendadak. Cemas, Tifa memutuskan untuk kembali ke poliklinik. Dia takut akibat jatuh tempo hari, dia malah menderita takikardia (2). Namun, dokter tidak menemukan hal aneh di tubuhnya, Tifa adalah gadis dua puluh tahun yang sehat bugar. Pertanyaannya adalah, kenapa gejala itu selalu terjadi bila Aris berada di dekatnya?

"Itu namanya efek samping dari jatuh cinta," kata Eni santai tanpa memalingkan matanya dari layar komputer.

Mendengar perkataan Eni membuat Tifa terkulai lemas di atas sofa. Kalaupun dia memang benar menderita takikardia, dia tahu obat untuk mengurangi gejalanya. Tetapi kalau cinta ... di buku kumpulan obat yang dikeluarkan Badan POM pun tidak membahasnya. Jika Tifa bisa bekerja di sana, dia ingin menambahkan satu chapter tentang obat-obat untuk mengurangi efek samping dari cinta.

"Betulan bukan penyakit?" Tifa sepertinya masih tidak ingin menerima kenyataan yang sudah berada tepat di ujung hidungnya.

"Masa lebih baik sakit jantung daripada jatuh cinta? Tifa ... bersyukurlah. Artinya otak kamu masih memproduksi dopamine (3), masih sehat."

Gadis berkacamata itu membisu. Sejujurnya, Tifa tidak pernah jatuh cinta. Suka ke seseorang pernah, tetapi tidak sampai membuatnya pusing tujuh keliling. Apalagi, mengapa hatinya malah berlabuh pada Si Jenius Brengsek itu. Padahal berdasarkan logika, Tifa lebih suka Cony dibanding cowok tak berhati seperti Aris. Sayang, tubuh Tifa malah berpendapat sebaliknya.

Tifa yang sudah dongkol dengan dirinya sendiri sangat membutuhkan seseorang yang bisa menjadi tempat mengutarakan segala kegundahaan hatinya. Dia sebenarnya ingin curhat dengan salah satu teman dekatnya, tetapi dia urungkan ketika teringat bahwa Aris adalah orang yang paling disegani di fakultas. Bahaya kalau ada yang tahu bahwa dirinya malah memiliki 'perlakuan spesial' dibanding wanita-wanita yang ada di sana. Maunya ingin dimengerti, malah dimusuhi. Akhirnya Tifa memutuskan pergi ke kediaman Eni setelah pulang dari kampus.

Eni yang tadi masih sibuk dengan pekerjaannya, bangkit dan pergi menuju dapur. Wanita itu membuka lemari yang tepat di atas kepalanya, lalu mengambil teko kaca cantik dengan pinggiran berwarna ungu. Dia masukkan gula ke dalamnya, mengambil saringan kecil, menumpahkan beberapa sendok serbuk teh kering di atasnya, dan menyiramnya dengan air panas. Aroma teh yang lembut meruak hingga ke seluruh ruangan.

Bagaikan ibu yang khawatir dengan anaknya, Eni membawa nanpan dengan teko berisi teh panas dan dua cangkir. Meletakkannya di meja kecil dekat sofa, kemudian menunangkan teh itu pada tiap cangkir, dan memberikan salah satunya kepada gadis kuncir kuda itu.

Uap panas mengepul di atas cangkir. Sejenak Tifa menghirupnya, membuat kepala yang sempat sakit mulai rileks. Dia mencoba mengesap sedikit. Rasa manis dan hangat memenuhi seluruh tubuhnya. Membuat Tifa kembali tersenyum. Sementara ini dia bisa melupakan kegundahannya dengan menikmati secangkir black tea.

"Bagaimana? Kemanisan?" Eni pun duduk di sebelah Tifa.

"Tidak, pas sekali. Aku suka."

Eni memang wanita yang luar biasa. Dia adalah pendengar yang baik, juga bisa memberikan solusi yang tepat kepada siapa pun yang membutuhkan sarannya. Wanita berambut pendek kecokelatan itu sangat mempedulikan keadaan sekitarnya. Aris pernah bilang kepada Tifa bahwa Eni memiliki tingkat kewaspadaan yang tinggi, firasatnya selalu jitu. Beberapa kali nyawa Aris dan Cony bisa lolos dari ajal berkat Eni. Itu juga alasan yang membuat Eni dinobatkan sebagai wanita tangguh, versi Aris tentunya.

"Oh, baguslah. Karena aku takut kamu suka yang manis-manis ... habis kamu manis deh. Tipikal cewek yang baru jatuh cinta itu imut nan menggemaskan," goda Eni sembari tersenyum lebar dengan bibir yang dipoles lipstik merah maroon.

Pharma.con: Silent Sinner ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang