Tifa merasakan tetesan mungil mendarat di kulit wajahnya, sesuatu yang dingin. Lalu hal itu terjadi kembali hingga dia sempat mengerjapkan mata berkali-kali karena tetesan itu sempat memantul di kacamata dan menimbulkan genangan di atas kacanya. Ternyata sisa air hujan masih tertinggal di atas atap rumah, turun akibat hukum gravitasi yang tidak bisa dilawan. Meski hujan telah reda, namun sisa-sisanya masih ada dan butuh waktu cukup lama sampai mengering. Begitu pula dengan sebuah dosa, dibutuhkan waktu lebih lama untuk menembusnya.
Secara naluriah, Tifa bergeser dari tempatnya berdiam diri, melap kacamata kemudian memasangnya kembali, dan melihat awan kelam yang berangsur pergi hingga langit biru yang bersih tampak kembali di atasnya. Seakan batas antara bumi dan langit terangkat, membuat dunia semakin tinggi hingga tak terhingga.
Tifa duduk termenung di halaman belakang rumah Aris, tempat di mana Vina ditemukan berlari ketakutan akibat teror malam yang diberikan Jasmin pada dirinya. Usut punya usut, alasan Jasmin sampai menyewa dua pemuda pekerja serabutan dan bermain peran sebagai penculik di hadapan kedua gadis itu, untuk membuat Vina membuka mulut atas kejahatannya kepada Aris dan lainnya. Jasmin pula yang berinisiatif lebih dulu untuk bertemu dengan Aris, membuat sandiwara untuk menjebak sahabatnya sendiri yang pada akhirnya malah menjebak dirinya sendiri.
Jasmin menganggap remeh kelompok detektif kecil itu, mengira bisa menjadikannya sebagai batu loncatan bagi rencana liciknya. Tapi dia baru tahu rasanya, bahwa Aris bukanlah orang yang bisa dia tipu dengan mudah.
Identitas siapa kakak Jasmin masih diproses dan dibutuhkan waktu yang cukup lama karena mayat belum ditemukan. Dokter Nico menduga tubuh korban yang sudah dibiarkan di alam bebas, bisa jadi sudah dimakan hewan buas yang berkeliaran di sana atau mengalami proses pembusukan yang cepat, hingga bagian-bagian tubuhnya sulit untuk diidentifikasi.
Sementara itu Vina dan Jasmin telah mengaku perbuatan mereka dan almarhum teman-temannya. Berkat kerjasama mereka dengan pihak berwajib, prosedur untuk pengadilan mereka sudah ditetapkan dan akan segera diadakan dalam waktu dekat ini. Meninggalkan para detektif muda itu menyudahi penyelidikan karena sudah bukan rana mereka lagi untuk menegakan hukum yang ada.
Halaman yang menembus ke perkebunan warga itu begitu lenggang. Tifa sejenak menikmati ketenangan bisu yang ada di hadapannya. Sebuah kedamaian kecil setelah berkerja mencari kebenaran dan keadilan. Semua orang terkunci di dalam rumah masing-masing dengan kesibukannya; menjejalkan makan siang ke tenggorokan, menonton acara omong kosong di televisi, mengurus rumah hingga bekerja demi menyambung kehidupan untuk esok hari. Sedangkan Tifa hanya bisa meratapi nasib orang lain.
"Hei, kenapa melamun terus di situ? Nanti ketemu nenek lampir baru tahu rasa," ujar Aris dari belakang Tifa, pemuda itu berdiri di depan pintu teras belakang rumahnya.
Tifa menghela napas dan membalas tanpa menoleh ke belakang. "Apa ini akhir yang harus mereka dapatkan?"
Aris memutuskan untuk duduk di samping Tifa dan menjawab, "Ya, tentu saja. Memang kamu mau mereka diapakan?"
"Kenapa ... rasanya seperti bukan akhir yang indah?" Tifa malah memberi pertanyaan lanjutan yang segera membuat Aris mengerutkan kening dan melipat kedua tangannya di depan dada.
"Kamu kira ini cerita dongeng yang selalu diakhiri 'happly ever after'? Jangan mimpi. Beginilah kenyataannya. Kesalahan yang dilakukan seseorang tidak akan bisa disembunyikan begitu jauh dari dirinya. Dia akan terus membututimu, mau itu sampai ke ujung dunia. Dia hanya berada di sisi lain dinding yang tak terlihat. Sedikit saja ada retakan, maka bau keberadaannya pasti akan bisa diendus orang lain. Itu bukan sesuatu yang bisa kamu lenyapkan begitu saja."
Tifa menggigit bibirnya dalam-dalam. Mau dia berusaha meminta jawaban kepada Aris, yang ada malah dia semakin tertampar saja. "Kamu benar. Dunia ini kejam," ucap Tifa lirih.
"Tapi ...." Aris memandang langit biru yang sudah bersih dari awan gelap. "Tidak sekejam itu juga, sih."
Mendengar pernyataan ganjil itu, Tifa melayangkan pandangan bingung. "Hah? Maksudnya?"
Aris balas menatap Tifa dan sebuah senyuman kecil muncul di bibirnya. "Kadang dunia indah dengan caranya sendiri. Bukankah Vina dan Jasmin terlihat bahagia sekarang?"
Bibir Tifa mengerucut dan berbicara dengan nada omelan. "Bahagaia mananya? Mereka nangis, loh. Malahan kemarin sampai enggak berhenti-henti di kantor polisi."
Aris bangkit, memasukan kedua tangannya di saku celana, dan mendecahkan lidah. "Ternyata bicara denganmu kurang asik. Kamu cuman bisa melihat dari satu sisi saja, tidak fleksibel macam perutmu yang buncit."
Tifa seketika naik pitam. "Apa kamu bilang? Sini, kubuat kepalamu lebih fleksibel dengan pukulanku!"
Kedua anak muda itu berlari ke dalam rumah, meninggalkan begitu saja masalah yang tadinya pelik di halaman yang rindang nan hijau itu.
--- --- ---
Akhirnya tamat!!!!!! HUOOOOOOO!!!!
Meski terburu-buru, yang penting draf pertama ini kelar juga, huhuhuhu. Sisa masa pengendapan dan revisi.
Apa kesan kalian selama membaca seri kedua Pharma.con? Saran dan kritik membangun akan sangat membantu untuk revisi naskah ini ke depannya!
Oh ya, di bab sebelumnya aku sudah singgung tentang survei untuk seri Pharma.con, jadi tolong dijawab, yaw! Khusus yang sayang sama Aris, Tifa, Cony, dan Eni;
Kalian ingin cerita berikutnya model seperti ...
A. Satu kasus besar.
B. Kumpulan kasus.
C. Coba isi sendiri.
Kemudian, kalian mau cerita ini misteri bercampur ...
A. Thriller.
B. Paranormal.
C. Ada saran lain?
Siapa dari keempat tokoh Pharma.con yang ingin kalian lihat berperan penting dalam kasus ke depannya?
A. Tifa
B. Aris
C. Cony
D. Eni
Terakhir, kalau aku buat sistem baca lebih cepat di Karyakarsa tapi berbayar, kalian mampu tidak?
A. Mampu, dong.
B. Lebih milih di wattpad meski harus tunggu cukup lama.
Tolong dijawab, yaw. Ini demi kesuksesan seri ini, moga aja bisa makin banyak serinya dan makin seru kasusnya!
Terima kasih sudah membaca cerita ini. Mohon maaf jika masih banyak kesalahan di dalamnya. Akan aku perbaiki di revisi selanjutnya. Dan sembari menunggu, kalian bisa mampir ke ceritaku yang lainnya. Sampai jumpa lagi!
--- --- ---
Author note:
WARNING!
If you reading this story on any other platform OTHER THAN WATTPAD, you will risk of a malware attack. If you wish to read this story safety, read this in THE ORIGINAL web! Please, support the author with some respect.
Thank you,
Hygea Galenica
--- --- ---
PERINGATAN!
Jika Anda membaca cerita ini di platform lain SELAIN WATTPAD, Anda akan berisiko terkena serangan malware. Jika Anda ingin membaca cerita ini dengan aman, bacalah di web ASLI! Tolong, dukung penulis dengan cara yang lebih terhormat.
Terima kasih,
Hygea Galenica
*** *** ***
KAMU SEDANG MEMBACA
Pharma.con: Silent Sinner ✓
Mystery / Thriller[Pemenang Wattys 2019 Kategori Misteri & Thriller] (TAMAT) Terjadi pembunuhan berantai yang menimpa mahasiswa-mahasiswi di Kota Makassar. Benang merah dari seluruh kasus adalah korban saling mengenal, namun sampai sekarang, belum ada yang berhasil m...