21. Tren?

26 9 0
                                    

Happy Reading

***

Zora duduk di sofa balkon kamarnya, menikmati rintikan hujan yang mulai turun serta angin yang mulai berhembusan. Gadis dengan rambut sepinggan itu mengosok-gosokkan kedua tangan berulang kali, hoodie tebal yang ia gunakan sepertinya tak cukup untuk mengurangi rasa dingin yang menyelimuti dirinya.

Dalam diam dan menatap lurus, Zora termenung. Pandangannya menerawang lurus kearah depan. Pikirannya mulai berkeliaran entah kemana, dia teringat kejadian beberapa waktu lalu. Saat dimana ia sedang berada di rumah Cylla, juga tentang keakraban dan keharmonisan Cylla dan Bastian.

Lamunan Zora buyar lantar suara petir yang menyambar dengan keras, dengan segera ia pun memasuki kamar tak lupa untuk menutup kembali pintu balkon. Berjalan menuju meja belajar yang berada di kamarnya. Menarik kursi dan mendudukkan dirinya, ia mengambil buku yang berada di dalam laci meja belajarnya.

Dengan senyuman yang terukir di bibirnya, Zora menuliskan kembali apa yang ia alami hari ini.

***

Matahari terbit, Zora turun ke bawah menuju meja makan untuk sarapan.

"Pagi semuanya" Sapa Zora dengan senyum manisnya.

Seperti biasa keluarganya tak menjawab. Zora tidak mempermasalahkannya, sudah terbiasa. Ia menarik kursi kemudian duduk di samping kevan.

Zakiel melirik ke arah Zora. Hari ini putrinya terlihat berbeda, wajahnya terlihat sedikit pucat. Apakah gadis itu sakit?.

Merasa di perhatiin, Zora mengalihkan tatapannya kearah Zakiel. "Kenapa, Pa?"

Zakiel langsung kembali fokus pada sarapannya, ia tak menjawab pertanyaan Zora. Gadis itu tersenyum, merasa di abaikan.

"Pa, nanti aku pulang sedikit terlambat dari biasanya. Mau ngumpul bareng teman-teman" Ujar Kevin.

Zakiel mengalihkan pandangannya ke arah Kevin. "Gak papa, nanti kami pergi aja. Kalau butuh uang telpon Papa, biar Papa transfer" Balas Zakiel tidak keberatan sedikitpun.

Kevan berdiri dari duduknya, ia berjalan ke arah Papa-Nya. "Kita pamit, Pa," Ucap Kevan sambil mencium punggung tangan Zakiel di ikuti oleh Kevin.

Zora yang dari tadi diam sambil memperhatikan mereka bertiga pun berdiri dari duduknya. Melihat para Abangnya telah pergi, Ia berjalan ke arah Zakiel. "Pa, uang jajan aku habis."

Zakiel menatap putrinya. "Makanya jangan boros, saya nggak akan kasih uang jajan kamu lagi. Sudah saya bilang, itu uang jajan kamu untuk satu bulan. Makanya hemat dikit jadi perempuan."

"Tapi, Pa... Uang jajan Zora kan lebih sedikit dari pada abang-abang" Ucap Zora sedikit protes.

"Kamu tuh ya, jangan selalu nyusahin orang kerjaannya" Ketus Zakiel.

"Tapi, Pa---"

"Udah berangkat sana" Perintah Zakiel yang terdengar seperti mengusir di telinga Zora.

Zora pasrah. Ia ingin mencium tangan Zakiel, tapi dengan cepat pria itu menepis tangan Zora. Pria itu membalikkan badannya berniat untuk pergi menuju kantornya. Gadis itu menatap tangannya yang di tepis oleh sang Papa.

Merasa sudah terbiasa di perlakuan seperti itu, Zora kembali tersenyum dan menatap Papa-Nya.

"Kenapa Papa, sebegitu bencinya sama aku, sih? Salah aku apa sih Pa?." Untuk kesekian kalinya, pertanyaan itu yang terlontar dari mulut gadis itu. Padahal sudah jelas, jawaban yang akan gadis itu dapat tetap akan tetap sama.

Follow The Trail Of Twilight [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang