6. Sisi lain

37 8 0
                                    

Suasana dingin di taman tidak membuat seorang gadis yang biasanya semua orang tau adalah gadis yang ceria itu merasa kedinginan.

Matanya yang membengkak menatap danau hijau yang ada di hadapannya dengan nanar. Bibir merahnya kini mulai memucat dan bergetar, rasa dingin terasa menyeruak masuk kedalam pori-pori kulitnya. Namun, rasa dingin itu tak sebanding dengan rasa yang bergejolak di dalam hatinya.

Beban hidup yang begitu berat datang secara bersamaan, hari demi hari terus berlalu dengan keadaan yang sama tidak pernah berubah. Hidup?. Lima huruf itu sangat memusingkan, dimana banyak orang diluar sana hidup dengan sempurna. Tapi mengapa hidupnya jauh dari kata sempurna?.

Gadis itu mengusap air matanya pelan. Jika dirinya bisa memilih, dia tidak ingin berada di posisi ini. Situasinya dimana dia tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya bisa diam melihat dimana orang yang membesarkannya dan merawatnya penuh kasih sayang, harus berkerja keras demi dirinya dan kehidupan sehari-hari.

Dirinya pengen seperti anak-anak di luar sana, yang bisa hidup dengan keadaan serba ada dan ga pernah kekurangan.

Tapi? Entahlah. Apakah ini pantas disebut dengan sempurna atau hidup dengan kekurangan!. Karena akhir-akhir ini dirinya belum membayar uang sekolah. Laki-laki yang harusnya menjadi cinta pertama telah berpulang ke pada sang yang maha kuasa, laki-laki yang dirinya sayangin pergi meninggalkan luka yang sangat dalam kepadanya yang masih sangat membutuhkan superhero di hidupnya! Tapi apa boleh buat Tuhan lebih sayang kepada cinta pertamanya atau ayahnya.

"Jangan nangis Lia aku ga suka lihatnya" Lirih seorang pemuda. Dia hanya bisa memandang dari balik pohon yang besar seorang perempuan yang berarti di hidupnya setelah malaikat tak bersayap nya yaitu sang ibunda.

Ya, dia 𝐀𝐪𝐢𝐥𝐢𝐚 𝐒𝐭𝐞𝐯𝐲 𝐋𝐚𝐯𝐞𝐧𝐭𝐞𝐳 gadis dengan sebutan tingkah anehnya dan suara toa nya adalah gadis yang rapuh, menutupi jati diri aslinya dengan berpura-pura menjadi orang lain.

Masih memandang lurus dengan air mata yang tidak pernah berhenti gadis itu berucap "Cobaan apa lagi ini ya Allah, anda sudah mengambil ayah Hamba dan meninggalkan banyak luka di hidup hamba" Pandangan gadis itu beralih ke atas menatap langit malam

"Ayah ga kangen Lia? Ayah kenapa ninggalin Lia sama bunda" Tanya lirih Aqil sambil menghapus pelan air matanya

Cukup! Sudah cukup semua penderitaannya ini. Ia cape, tapi dia yakin bahwa dirinya bisa melalui ini semua.

"Aku pasti bisa kan masih ada bunda, Zora aja yang masih punya keluarga tapi ga pernah dianggap masih bisa bertahan dan aku juga pasti bisa. Ayah dari atas pasti lihat aku kan? Aku cuma mau bilang sama ayah I Miss You My Father's"  Dengan tangan yang terasa dingin dan ber gemetar gadis itu lagi dan lagi mengusap air mata nya.

Pemuda yang dari tadi memperhatikan di balik pohon yang besar tak sanggup melihat gadis itu terus bersedih. Dengan keberaniannya pemuda itu berjalan kearah gadis itu.

Aqilia merasa di sampingnya ada seseorang langsung aja mengalihkan pandangannya dari menatap langit malam jadi menatap pemuda itu.

Pemuda itu mengusap air mata Aqilia dengan sapu tangan miliknya. Tidak ada penolakan dari Aqilia. Gadis itu hanya diam dengan mata menatap lekat pemuda yang kini berada di sampingnya

Pemuda itu memberikan sapu tangannya kehadapan mata Aqilia, gadis itu hanya menatap sapu tangan itu tanpa ada niat ingin mengambilnya. Pemuda itu mengambil tangan gadis itu dan meletakkan sapu tangan tersebut di tangan gadis itu

Pemuda itu membalik badannya. Sebelum melangkah meninggalkan taman tersebut pemuda itu berucap tanpa membalikkan badannya "Jadi lah diri sendiri dan jangan berpura-pura menjadi orang lain. Dirimu adalah dirimu bukan diri orang lain, kamu rapuh dan jangan berpura-pura untuk kuat dan tegar di hadapan banyak orang, kalau nyatanya dirimu sendiri masih lemah dan hanya berpura-pura kuat menjalani hidup." Setelah mengucapkan kata-kata tersebut pemuda itu pergi meninggalkan taman itu.

Follow The Trail Of Twilight [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang