Dahi Elea berkerut dalam memandang pantulan dirinya di cermin. Mengenakan dress gabungan a-line dan suit yang panjangnya tidak menjangkau lutut. Warnanya hitam dengan sentuhan aksesoris seperti permata di bagian lengan atas, pergelangan tangan dan dada. Tangannya gemas ingin menarik roknya agar menjadi lebih panjang. Meski dirinya mengenakan stoking hingga lutut, ia merasa seperti tidak mengenakan apa-apa menutupi tubuh bawahnya.
“Clar, kamu yakin ini terlihat bagus? Bukankah seharusnya kita membeli yang panjang kemarin?” tanya Elea ke sekian kalinya hari itu.
“Bagus, baju ini sesuai dengan karakter Kapten. Kalau misalnya kemarin kita ambil gaun yang panjang kemarin, dengan gerak tubuh Kapten yang ada nanti malah gaunnya keinjak kan malu-maluin,” jawab Clarista terang-terangan. Ia sedang merapikan rambut ketuanya. Mengambil sedikit rambut bagian depan, disatukan dan ia kepang ke belakang. Bibirnya mengembangkan senyum melihat bayangan ketuanya di cermin. “Kapten cantik banget lho, pasti nanti dokter terpesona.”
“Apa-apaan itu?! Lagian aku ke pesta demi kasus surat itu. Kalau aku datang kayak biasanya, pakai setelan jas, kan lucu. Mana datangnya sama Clovis, auto disidang sama Jenderal Conor enggak tuh,” sahut Elea, ia menghela napas pelan. Tiba-tiba mengingat momen perdebatan dirinya dengan Clovis.
Setelah mengatakan, “Karena kamu yang mengajak dan pasti kamu lebih berpengalaman, bantu aku cari baju yang cocok besok,” pada Clovis, laki-laki itu langsung mendengkus keras.
“Bunda aku aja enggak pernah ngajak belanja, eh salah, bundaku enggak pernah belanja,” ujar Clovis mengejutkan Elea.
“Hah? Bohong,” sahut Elea spontan.
Clovis berdecak kesal, sempat hampir melewatkan lampu merah. “Keluarga Conor enggak pernah shoping ke mall mall ataupun butik. Biasanya bunda bakal hubungin kenalannya yang desainer kalau mau bikin baju. Orang datang ke rumah, ukur badan, milih desain atau calling aja mereka, pesen baju buat ini itu, pakai ukuran kemarin, udah—tinggal nunggu jadi.”
Jawaban Clovis membuat Elea tidak bisa berkomentar. Ia membuka mulutnya tapi tidak ada kata-kata yang keluar. Setelah beberapa waktu dan mobil kembali berjalan, barulah Elea kembali bersuara.
“Ya terserah, tapi kamu pasti paham baju untuk ke pesta seperti itu, ‘kan?” tanya Elea sekali lagi.
“Enggak, lagian selera setiap orang beda. Kalau kamu mau kelihatan kayak orang-orang di pesta, minta tolong Clarista.”
Begitulah Elea akhirnya mendatangi anak buahnya yang paling fashionable dan memintanya untuk memilihkan baju. Menghabiskan berjam-jam untuk mengelilingi mall, berpindah dari satu toko ke toko lain, karena Elea menolak semua gaun yang Clarista tunjukkan. Butuh waktu lama untuk Clarista sadar kalau Elea tidak akan menerima pakaian yang berwarna.
Perempuan itu mempertimbangkan karakter Elea dan menemukan dua buah gaun berwarna hitam. Saat Elea mengenakan gaun yang panjang, ketua departemen itu menginjak ujungnya dan hampir tersandung jatuh saat keluar dari ruang ganti. Meski Elea tidak menyukai dress yang pendek, keduanya sepakat membeli itu. Bahkan membeli sepasang high heel.
Clarista juga mengajukan diri untuk mendandani Elea. Ia begitu semangat saat tahu kaptennya akan pergi ke pesta bersama dokter forensik mereka. Melupakan kalimat ‘demi kasus’ yang kaptennya katakan.
“Kapten memang cocok banget sama warna hitam,” puji Clarista. Ia baru menyadarinya—mungkin karena biasanya dirinya melihat Elea dalam keadaan habis berkeliling di bawah matahari dan terkena debu—kulit Elea yang putih terlihat sangat cocok dipadukan dengan pakaian hitam. “Omong-omong, nanti Dokter Clovis jemput ke sini?”
“Enggak, dia nunggu di rumahnya. Keluarga Parkinson kan tetanggan sama dia,” jawab Elea, ia memegang wajahnya yang terasa sedikit tebal karena make up. Namun, untunglah Clarista ahli dan membuat dandanannya terlihat natural.
KAMU SEDANG MEMBACA
CREATOR
Mystery / ThrillerIa menang, tapi ia merasa kalah. CREATOR copyright ⓒ 2022 ⚠️ violence, harsh content, harsh word, bloody, mental illness, sadism