[EXTRA 3] ALTERNATIVE STORY

78 7 4
                                    

[Catatan : Bab ini tidak memiliki kaitan dengan seluruh cerita yang sudah terjadi. Tujuan dari bab ini adalah untuk memberikan gambaran seperti apa jika Ilias Ishan Lester tidak pernah dipenjara sejak awal.]

Alternative Story
JIKA KEADILAN NYATA ADANYA

“Atas tuduhan pembunuhan berencana Eleanor Adlerina, pencemaran nama baik Ilias Ishan Lester dan penyuapan, Mycroft Parkinson divonis hukuman penjara seumur hidup.”

Suara ketukan palu terdengar.

“Kakak!!!” Lamont berlari tanpa peduli sekelilingnya. Melompati pintu pembatas dan langsung memeluk tubuh Ilias dengan erat. “Syukurlah, Kakak.”

Ilias tersenyum tipis dan balas memeluk tubuh Lamont. Membenamkan wajahnya di bahu sang adik, lantas mulai menangis. Namun, kali ini bukan kesedihan, melainkan kelegaan.

***

Sebelas tahun kemudian ...

“Kenapa kamu cengeng sekali,” tegur Elea sambil memberikan beberapa lembar tisu pada Rafael yang menangis di sisinya. Lantas menepuk-nepuk punggung laki-laki itu dengan keras. “Berhenti nangis, kamu bikin malu tahu enggak! Rafael!”

“Ya habisnya baru kali ini lihat sidang sesedih ini.” Rafael menutup hidungnya dengan tisu, mencegah orang di sekitarnya melihat ingus yang mulai merembes keluar. “Padahal kan ini kasus pembunuhan.”

“Berhenti nangis!” Pukulan terakhir Elea membuat Rafael jatuh tersungkur. Spontan menarik perhatian orang-orang dalam aula sidang. Beruntung persidangan telah berakhir dan hakim sudah beranjak pergi. “Ayo, bangun, kita pulang.”

Elea berjalan lebih dulu meninggalkan aula. Ia merogoh saku jaketnya untuk mengambil ponsel, mengecek. Ternyata ponselnya mati kehabisan daya. “Semoga enggak ada kasus tiba-tiba.”

Ketika Elea memasukkan ponselnya kembali ke jaket, seseorang muncul dari lorong samping dan menabraknya. Es kopi yang orang itu bawa tanpa sengaja tumpah, membuat baju Elea kotor---terutama kaosnya yang putih.

“Ah, maaf, maaf.” Orang itu---Lamont---langsung meminta maaf. Meletakkan cup kopinya ke lantai dan menyodorkan sapu tangan pada Elea. “Sekali lagi saya minta maaf.”

“Iya, iya, enggak apa-apa kok.” Elea mendongak dan matanya spontan melebar saat melihat siapa yang telah mengotori bajunya. “Eh, Dokter Lamont?”

“Eh, Inspektur Elea, sekali saya minta maaf,” ucap Lamont benar-benar merasa tidak enak. Meski bajunya sendiri juga ikut kotor tersiram minuman. “Kakak saya ada di sini, biasanya dia bawa baju tambahan. Ayo ganti baju kamu dulu.”

Elea menggeleng. “Enggak perlu, Dok, beneran enggak apa-apa.”

“Tapi enggak enak lho kalau keliaran pakai baju kotor. Ayo, enggak apa-apa,” ajak Lamont, meraih jemari Elea dan mulai menariknya.

Mau tidak mau Elea berjalan mengikuti. Lagi pula dirinya jarang ke pengadilan dan ketika datang pun hanya sebatas menyaksikan persidangan. Tidak lebih. Siapa tahu setelah ini dirinya punya kenalan orang pengadilan.

Dalam hati Elea bertanya-tanya, ia tidak pernah tahu kalau Lamont ternyata memiliki kakak.

Elea tidak berekspektasi apapun, tapi dirinya benar-benar terkejut saat melihat tulisan di pintu yang Lamont ketuk. Ia bahkan berpikir untuk pergi diam-diam.

[Kepala Hakim :

ILIAS ISHAN LESTER]

“Kakak, ini Lamont,” kata Lamont setelah membuka pintu. Ia menoleh ke belakang---pada Elea---dan tersenyum. “Ayo masuk aja. Harusnya dia ada jam segini.”

CREATORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang