“Maaf, dengan segala hormat, saya tidak bisa menerima posisi tersebut.” Elea tersenyum memandang laki-laki paruh baya yang duduk di seberang meja. Sosok yang belum lama ini menempati posisi tertinggi dalam pemerintahan---presiden. “Dahulu, saya memang bercita-cita ingin menjadi kepala kepolisian negara. Namun, setelah semua yang saya alami selama menjadi polisi, selama menjadi anggota dari departemen tindak kriminal, saya sadar. Kasus yang melibatkan Jaksa Lais Lamont Lester membuat saya tahu, saya masih terlalu bias untuk menempati posisi tersebut. Menjadi pemimpin itu sulit, tanpa Dokter Clovis dan yang lain, departemen tindak kriminal bisa saja hancur. Lagi pula, usia saya terlalu muda untuk posisi itu. Masih banyak polisi lain yang mampu dan bisa mengemban tugas tersebut.”
“Begitu ya, Inspektur Jenderal Elea, Anda memang seperti yang digosipkan,” kata Presiden, tertawa pelan. “Baiklah, kalau memang itu yang Anda inginkan, saya tidak bisa memaksa. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih untuk perjuangan dan pengorbanan Anda sebelumnya, Inspektur.”
“Sudah tugas saya sebagai seorang polisi.”
Dengan itu Elea meninggalkan Rumah Putih. Mobilnya yang semula berjalan pelan, langsung melesat begitu memasuki jalan utama. Satu tangan memegang kemudi, yang lain sibuk melepas dasi dan kancing seragamnya. Mengeluarkan kemejanya dari balik celana. Ia menggoyangkan kepalanya, membuat ikatan sanggul rambutnya lepas dan terurai.
“Huft, akhirnya aku bisa napas.” Elea mendesah lega. Sekilas memandang bayangan dirinya di spion tengah. “Haaah, tapi kayaknya aku harus mulai terbiasa.”
Cincin di jari manis kiri Elea berkilau tertimpa cahaya.
Di tengah perjalanan, Elea memutuskan berhenti di sebuah supermarket. Dirinya ingat kalau stok camilan di kantor sudah habis. Saat sedang antre untuk membayar, ia melihat televisi menyiarkan sebuah berita.
[“Terjadi pembakaran massal novel karya Lais Lamont Lester di wilayah xxx. Buntut dari fakta bahwa si penulis adalah seorang pembunuh berantai.”]
Dua tahun telah berlalu sejak kasus pembunuhan itu berakhir dengan terbuktinya Lamont sebagai tersangka. Sejak tragedi yang menghancurkan hampir semua gedung-gedung penting. Tragedi yang membuat semuanya harus di susun ulang.
Elea kembali ke mobilnya usai membayar. Menghela napas berat karena berita itu memaksa ingatannya ke masa lalu. “Andai orang-orang itu tahu yang sebenarnya.”
Dua tahun lalu. Ledakan terakhir terjadi di kediaman Lester. Detik-detik terakhir sebelum bom meledak, Lamont mendorong tubuh Elea dengan kuat hingga terjatuh ke dalam kolam. Rumah itu hancur berkeping-keping, bahkan Elea sempat terkena puing-puing. Satu bongkahan besar menghantam perutnya dan ia kesulitan berenang ke permukaan.
Kesadaraan Elea sudah memudar ketika seseorang datang menolongnya. Samar-samar dirinya mendengar suara Rafael, berteriak dengan panik. Ada juga suara Clovis memanggil namanya, menyuruhnya untuk bernapas. Anak buahnya yang lain menangis ketakutan.
Namun, hanya satu hal yang ada pikiran Elea saat itu. “Kak La ... mont ... ma ... sih ... di da ... lam ... di ... a su ... dah ... menga ... ku.”
Detik berikutnya saat Elea benar-benar sadar, dirinya berada di rumah sakit milik keluarga Conor. Panik ketika sadar dirinya sudah berganti pakaian.
“Di mana jasku?!” tanya Elea spontan, mengejutkan Calvin dan Rafael yang ada di sana.
“Kapten, syukurlah!” Dua polisi muda itu langsung menghampirinya.
“Jas, jasku di mana?” Elea bertanya ulang. “Di dalamnya ada flashdisk dan buku.”
“Kalau jas sama pakaian Kapten tadi dibawa sama mamanya Dokter Clovis,” kata Calvin.
KAMU SEDANG MEMBACA
CREATOR
Mystery / ThrillerIa menang, tapi ia merasa kalah. CREATOR copyright ⓒ 2022 ⚠️ violence, harsh content, harsh word, bloody, mental illness, sadism