BEAST 4

92 10 1
                                    

Selain kematian Ward Waylon, korban-korban lain dan kasus yang sedang ditangani belum terpublikasi. Bagaimana mereka mati dan kronologi kejadian masih menjadi rahasia milik polisi. Termasuk ciri khas atau kesamaan antar korban. Untuk orang yang menemukan atau orang-orang yang berada di sekitar, sebagian besar dari mereka hanya tahu kalau itu sekadar pembunuhan.

Lalu, bagaimana mahasiswa bernama Frey Farras Faresta itu tahu? Elea bahkan tidak merasa melihat anak itu ada di kerumunan mahasiswa kemarin.

“Kamu tahu?” tanya Elea terkejut.

Setelah pertemuan pertama beberapa belas menit yang lalu, Frey mengembangkan senyumnya. Senyum tipis yang terkesan sinis dan meremehkan. Ia mengedikkan bahunya. “Tidak, hanya menebak, tapi sepertinya benar.”

Kedua manik cokelat itu membola dengan kelopak matanya yang membuka lebar. Beberapa detik kemudian ukuran matanya kembali seperti semula. Namun, jemarinya terlihat mengepal kuat. Elea merasa dipermainkan.

Ditariknya napas dalam-dalam. Menyiapkan berbagai pertanyaan di otaknya, meski yang keluar justru hanya satu kata. “Kenapa ...?”

Senyum itu masih ada dan masih sama. Namun, entah kenapa semakin dilihat, Elea semakin merasa kesal. Seperti mengingatkannya pada Clovis meski dokter itu sama sekali tidak pernah tersenyum.

“Kemarin Anda tidak langsung mengintrogasi anak-anak yang lain? Atau Anda tidak membaca laporan rekan Anda kemarin? Apa seperti ini cara kerja polisi sekarang?” cibir Frey dengan wajah tersenyum yang alih-alih memberikan kesan hangat dan ramah, justru memberikan rasa tidak nyaman. Ia menepuk kedua tangannya sekali, sedikit membuat Elea terkejut. Senyumnya semakin lebar. “Tapi, baiklah, aku akan menjawab. Karena Taksha terkenal sebagai laki-laki tidak baik-baik. Dia pernah nyaris di drop out karena sering melecehkan mahasiswi-mahasiswi di sini. Kabarnya dia punya rekor sendiri perihal berapa banyak perempuan yang pernah dia tiduri. Bahkan katanya ada yang hamil, tetapi Taksha tidak mau bertanggung jawab.”

“Kata ... nya?” Nada ragu terdengar dari suara yang Elea keluarkan.

“Aku dan Taksha hanya sebatas tahu wajah dan nama masing-masing, tapi gosip tentang Taksha sudah menjadi rahasia umum,” kata Frey menjawab keraguan milik Elea.

“Lalu, korelasi dengan pernyataanmu sebelumnya?” tekan Elea. Ia memasang gestur wibawanya. Tangan di saku dan dagu sedikit di angkat.

Ekspresi ramah yang menyeramkan itu menghilang, diganti dengan wajah terkejut dan meremehkan beberapa detik kemudian. Frey merasa kalau gestur yang ditunjukkan kepadanya sangat konyol. “Apa polisi sekarang bodoh? Kenapa hal semudah itu tidak tahu?”

Tanpa izin Frey meraih KTA yang dijadikan kalung oleh Elea. Ia memasang senyumnya kembali dan menunjukkan KTA itu pada sang pemilik. “Bagaimana Anda mendapatkan gelar magister di usia yang muda ini?”

“Tidak bisakah kamu langsung menjawab pertanyaanku saja?” kesal Elea sembari menarik KTAnya dan memasukkannya ke dalam saku kemeja.

“Karena Taksha seorang pemerkosa yang tidak menggunakan kelaminnya dengan benar. Itu adalah alasan paling logis kenapa Taksha dibunuh dan kelaminnya dihilangkan. Sesimpel itu, pembunuh tidak perlu alasan rumit untuk membunuh,” jawab Frey dengan senyum dan tawa, seolah yang baru saja diceritakan bukan teman sekelasnya. “Yah, walaupun yang kali ini sepertinya si pembunuh memiliki alasan mulia.”

“Anak ini lebih menyebalkan dibanding Clovis,” ucap Elea dalam hati. Jemarinya mengepal lebih erat dari sebelumnya. Hingga kuku-kuku yang belum sempat ia pangkas menusuk telapak tangannya.

“Kalau saya boleh memberi saran, sebaiknya baca novel-novel karya Lamont. Walau kandungan moralnya sangat minim, tetapi saya pikir itu bisa membantu untuk mempelajari pola pikir seorang kriminal. Omong-omong, saya yang menemukan mayat Taksha kemarin,” ujar Frey. Ia mengucapkan maaf dan terima kasih dengan nada ogah-ogahan, lantas pamit undur diri. Meninggalkan Elea yang tidak bisa mengeluarkan kata-kata.

CREATORTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang