Salah Duga

142 24 9
                                    

WARNING!
*
Dilarang mengcopy seluruh atau sebagian isi tanpa seizin penulis. Cerita sudah diterbitkan, memiliki hak cipta dan terdaftar di ISBN
*
*
*

Hema bergeming, ia masih fokus pada jalanan yang ada di depan. Sedang, gadis itu terus menatap. Menunggu jawaban Hema atas pertanyaan yang ia lempar.

Lima detik, sepuluh detik. Lelaki itu hanya meneguk salivanya yang memahit. Harus jujur atau bilang saja kebohongan padanya. Pikirannya berperang, berkecamuk antara kebenaran dan  kamuflase pekerjaannya.

"Chelsea," panggilnya lembut.

"Ya."

"Jangan melihati seperti itu. Saya juga bisa malu."

Seketika gadis itu membuang pandangan ke luar jendela. Tak ada maksud untuk memandangi paras tampan tersebut lamat-lamat. Hanya penasaran tentang jawaban atas pertanyaannya.

Hema menumpuhkan satu sikunya di bingkai jendela, menutupi mulut dengan tatapan kosong keluar saat mobilnya berhenti di lampu merah. Bukan tersipu, lebih tepatnya bingung atas pertanyaan sederhana yang Chelsea nantikan jawabannya.

"Sering ya, datang ke kafe sendirian?" tanya Hema mengalihkan pembicaraan.

"Hem, tidak juga. Hanya ke sana saat ada yang harus dikerjakan melalui panggilan video conference."

"Oh, sepertinya pekerjaan penulis lebih sibuk dari yang saya duga."

Gadis itu tersenyum, jarinya mulai sibuk memainkan gawai yang ada di tangan.

"Nanti simpang tiga belok kanan, ya," ucapnya tanpa melihat Hema.

"Sip, sesuai aplikasilah pokoknya."

Gadis itu terkekeh, ia menggelengkan kepala dengan lirihan suara menyebut nama Tuhan. Hema memandang menggunakan ujung mata, di matanya saat ini. Gadis itu terlihat tanpa celah.

Sampai laju mobil terhenti di depan sebuah gang, Chelsea turun dengan mengenakan ransel putihnya di punggung badan.

"Terima kasih, sampai sini saja. Mobil Anda terlalu besar bodynya."

Hema memandangi gang gelap yang ada di belakang gadis itu.

"Rumahmu masih jauh dari sini?" tanya Hema.

"Hem, sekitar lima puluh meter ke dalam. Kenapa?"

Hema membuka seatbeltnya dan ikut turun. "Biar saya antar sampai depan rumah."

"Eh ... nggak usah. Ini memang daerah rumah saya, kok. Nggak akan terjadi apa-apa," tolak Chelsea langsung.

"Kamu yakin?" tanya Hema sembari menyilangkan kedua tangan di depan dada.

"Y-y-ya. Tentu saja." Sedikit gugup, tangan gadis itu memeluk buku di dadanya dengan sangat erat.

Hema menajamkan tatapan, sebenarnya gadis ini takut pada gangnya atau lebih takut padanya?

"Tapi saya nggak yakin sama daerahnya. Jalanlah, saya hanya akan mengikutimu dari belakang."

"T-t-tapi—"

Pena Cinta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang