Tidak berdaya

105 21 8
                                    

WARNING!
*
Dilarang mengcopy seluruh atau sebagian isi tanpa seizin penulis. Cerita sudah diterbitkan, memiliki hak cipta dan terdaftar di ISBN
*
*
*

Mata terpejam itu mengerjap beberapa kali, detik kemudian lentik bulu matanya mengembang. Dahi mulusnya mengerut mencoba untuk menjernihkan pandangan yang memburam.

Baru ia sadari bahwa kedua tangannya terikat kebelakang. Perih, karena ikatan itu sangat kencang mengapit pergelangan tangan.

Gadis itu mencoba merenggangkan ikatan. Sedikit merintih karena rasa perih akibat gesekan tali itu menyakiti kulitnya.

"Kau sudah sadar, Cantik?"

Suara berat itu menggema, Chelsea menatap kesekeliling, kosong dan hampa. Hanya ada sebuah kursi dan lelaki tambun dengan jas yang duduk di sana.

"Kau pasti bingung, kan. Ck, ck, jangan takut, Cantik. Kau aman di sini selama orang yang aku inginkan datang."

Mata bulat itu melebar, mencoba bertanya lewat tatapan siapa yang lelaki tersebut maksud. Sebab mulutnya terlakban, hanya bisa mengerang.

"Ternyata hanya wanita seperti ini yang mampu menarik perhatian anak buahku dan juga umpan sang pemangsa."

Lelaki itu tertawa, lantas ia bangkit dan berjalan mendekat. Chelsea menggelengkan kepala, kedua kakinya berusaha menggesek lantai. Mencoba bergerak menjauh, nyatanya ia tak berdaya.

Tangan besar itu mencengkeram pipinya, mendonggakkan wajah cantik itu. Sampai binar keduanya bertemu.

"Kau cukup cantik, tapi tak secantik itu juga. Entah nasib baik atau takdir burukmu, bisa menjadi gadis impian dua lelaki sekaligus."

Lelaki bertubuh tambun itu mengempaskam kepala Chelsea. Gadis itu mengerang, mencoba bertanya apa maksud perkatan lelaki tersebut. Ia masih tak mengerti.

Pria itu tertawa, ia menjatuhkan badan di atas kursi. Menumpuhkan satu kakinya di atas paha dengan sebatang rokok yang dibakar.

"Hahahaha! Si Cantik sedang kebingungan, ya? Tunggulah, pangeranmu akan segera tiba, Sayang." Dia mengembuskan asap ke wajah Chelsea. Mengejek ketidak berdayaan gadis tersebut.

Kaki Chelsea mencoba menendang berulang kali. Nyatanya itu tak berguna sama sekali. Malah menjadi hiburan bagi sang lelaki.

Dentuman suara benda mengalihkan perhatian mereka. Terlihat lelaki tegap telah berdiri di ujung sana. Memegang sebuah besi di tangan kanan. Dan beberapa lebam menghiasi wajah sangarnya.

Mata Chelsea mendelik, mencoba meminta bantuan dari lelaki yang pernah dicintai itu.

"Zildane, selamat datang," sambut lelaki itu riang.

Pria bertubuh tambun itu berdiri, berjalan mendekati Zildane yang berdiri di ambang pintu gedung tersebut.

"Bagaimana? Ini gadis yang kau cintai bukan?" tanyanya terkekeh.

"Aku telah membawanya ke hadapanmu, Zildane. Malam ini, dia akan menjadi milikmu seutuhnya."

Zildane terdiam, binar bening itu menatap Chelsea nanar. Perlahan besi di tangan kanannya terlepas. Jatuh dengan suara dentingan yang cukup besar.

"Sudah kukatakan padamu. Apa pun yang kau mau, aku akan memberikannya untukmu, Zildane. Kau anak buahku, selamanya akan tetap begitu."

Gadis itu menggeleng, jernih iris berwarna pekat itu mengembunkan lara. Ada rasa kecewa yang tersorot dari dua mata indahnya.

"Lepaskan, Chelsea. Dia nggak tau apa-apa, Om."

Lelaki bertubuh tambun itu terbahak, jarinya menjatuhkan batangan tembakau, lalu menginjaknya.

Pena Cinta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang