Doaku untuk jodohmu

117 21 3
                                    

WARNING!
*
Dilarang mengcopy sebagian atau seluruh isi cerita. Naskah sudah diterbitkan, memiliki hak cipta beserta terdaftar ISBN
*
*
*

"Mau ke mana?" tanya Roy ketika anak gadisnya itu menunduk seraya meminta tangannya untuk dicium.

"Ke kafe depan jalan, Pa."

"Nggak bisa di rumah aja? Ini hujan, Sea," tahan Roy.

"Jaringan lelet, Pa. Ada yang mau Sea kerjakan. Deket, kok, di seberang jalan raya aja, ya, Pa," pintanya manja.

Roy menghela napas, lalu pandangan teralih pada Hema yang masih duduk berhadapan dengannya.

"Biar aku antar, Sea. Kebetulan aku juga mau keluar."

Chelsea menoleh, melihat Hema yang duduk di sana.

"Ya udah. Chelsea keluar ya, Pa. Boleh, dong, Pa," bujuknya lagi.

"Ya sudah. Jangan pulang kemalaman, atau nggak kamu tidur saja di luar!"

Gadis itu mengangguk, Hema menggelengkan kepala, benar-benar unik tingkah gadis yang satu ini.

Sepanjang perjalanan keluar gang, Chelsea terus sibuk pada layar datarnya. Apa yang diucapkan Roy memang benar, ada dunia yang tak mungkin Hema sentuh. Dan itu, imajinasinya. Sampai sebuah pintu mobil terbuka, Chelsea tersenyum dengan tangan yang masih asyik berselancar di dalam gawai.

"Sibuk banget, lagi ngapain, sih?" tanya Hema ketika ia sudah berada di belakang kemudi.

"Buku baru aku udah open PO, Hema kamu nggak pesan?" tanyanya beralih pada lelaki di sebelahnya.

Hema hanya menganggukkan kepalanya. "Baiklah, aku pesen. Tapi, bisakah kamu berikan waktu untukku bicara sebentar?"

Chelsea menganggukkan kepala, tanpa melihat Hema, ia masih sibuk pada gawainya.

"Sea," panggil Hema agak kesal.

"Ya, aku mendengarkan," jawabnya masih sibuk pada gawai itu.

"Lupakanlah, bukan hal yang penting," sahutnya kesal.

Chelsea memalingkan wajah, perlahan ia mematikan layar ponselnya.

Hema menghela napas, meletakan satu siku di bingkai pintu. Menutupi mulutnya dengan mata yang fokus ke depan.

"Hema."

"Hmm."

"Mau bicara apa?"

Pemuda itu melirik, melihat Chelsea yang tengah memperhatikan wajahnya.

"Kita udah sama-sama dewasa, kan, Sea. Kamu juga pasti mengerti kalau dari awal niatku mendekatimu untuk apa?"

Chelsea meneguk salivanya, ia memalingkan wajah ke arah jendela.

"Aku menyukaimu, Sea. Dari awal niatku mendekatimu untuk mengajakmu ta'aruf. Bisakah-"

"Maaf, Hema. Aku tidak bisa," putusnya langsung.

"Kenapa? Karena kamu masih menunggu dia, bukan?"

"Bukan urusanmu!"

"Aku meminta baik-baik. Jika kamu menolak, aku berhak atas alasanmu, Sea."

"Kalo iya, memang kenapa? Hakku untuk menolakmu!"

"Aku juga punya hak untuk memperjuangkanmu!" balas Hema lagi.

Chelsea tersenyum sinis, ia menyilangkan kedua tangan di depan dada dengan pandangan yang masih teralih pada jendela.

"Mau sampai kapan, Sea? Kamu terus melukai diri demi dia yang meninggalkanmu? Mau sampai kapan? Dia sudah tidak kembali. Tak bisakah kamu membuka logikamu, dia mencampakkanmu, Sea."

Pena Cinta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang