Dia Masa Laluku

103 20 5
                                    

WARNING!
*
Dilarang mengcopy sebagian atau seluruh isi cerita. Naskah sudah diterbitkan, memiliki hak cipta beserta terdaftar ISBN
*
*
*

Hema tersenyum tipis dan berjalan mendekati dua manusia tersebut. 

"Assalamualaikum," ucapnya lembut.

Lirih, dua orang itu menjawab. Chelsea melihat ke arah Hema, dahinya berkerut. Bingung harus bersikap bagaimana.

Sementara, dua lelaki itu saling pandang. Tajam dan sengit, seperti bertarung dalam diam.

"Hema," ucap Hema memperkenalkan diri tanpa menyodorkan tangan.

"Zildane," jawaban tegas ia berikan.

Hening. Kembali saling tatap. 

"Hema, Zildane. Ayo duduk dulu," tawar Chelsea kaku.

Ia terus meremas kedua jemari, pelan ia menggigit bibir bawah. Kedua lelaki tegap itu masih saling diam, Zildane dengan tatapan tajamnya dan Hema dengan silangan kedua tangan di depan dada.

Sama-sama menantang, tetapi dengan cara yang berbeda.

Gadis itu terus meremas kedua tangannya, bingung, juga takut. Takut jika baku hantam terjadi di antara keduanya. Terlebih, Zildane dengan arogannya dan Hema dengan kepemilikannya yang tak ingin disentuh.

Chelsea mulai ketakutan setelah sekian menit berlalu dua lelaki itu terus memandang dalam tatapan yang semakin menajam. Pelan, ia menarik ujung kemeja Hema.

"Hema," panggilnya lembut.

Hema melirik, lalu bibirnya tersenyum lembut.

"Ayo duduk," ajak Hema ramah.

Zildane mengangguk, langkahnya pelan mengikuti Hema yang lebih dulu masuk ke dalam teras.

Chelsea menghela napas, sedikit lebih tenang. Rasanya oksigen yang dihirup tertahan saat melihat dua lelaki tersebut saling memandang dalam diam.

"Tunggu sebentar, aku buatkan minuman untuk kalian."

Chelsea masuk ke dalam rumah, langkahnya sedikit berlari meninggalkan Hema dan Zildane. Mencari sang Papa di setiap sudut rumah. Saat seperti ini, hanya lelaki tua tersebut yang mampu menenangkan keadaan.

Zildane menatapi Hema lekat, menelisik setiap gerakan dan lekuk badan lelaki itu. Asing. Ia tak tahu sejak kapan Chelsea memiliki teman atau saudara seperti lelaki ini. Atau?

"Kau siapanya Chelsea?" tanyanya penasaran. Semoga saja, apa yang ada dipikirannya salah.

Hema melirik, ia mendesah panjang dengan menyandarkan punggung di kursi.

"Calon suami Chelsea."

Seketika tangan Zildane mengepal. Wajahnya memadam, tetapi masih berusaha untuk ditahan.

"Jangan membual, Chelsea itu tunanganku," balas Zildane.

"Benarkah?" Hema membuang pandangannya ke arah Zildane.

"Tapi aku sudah melamarnya dan dia menerimanya."

"Batalkan saja. Karena Chelsea adalah milikku," balas Zildane tak suka.

Hema tersenyum kecut, kepalanya menggeleng dengan pelan.

"Kau saja yang pergi. Bukannya kau sudah pergi? Kenapa kembali?"  tanya Hema sinis.

"Aku pergi untuk mencari kesuksesan agar Chelsea bahagia dan tak hidup susah."

"Tapi caramu salah, Teman. Saat ini dia telah dikhitbah. Haram bagimu mendekatinya."

Pena Cinta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang