WARNING!
*
Dilarang mengcopy seluruh atau sebagian isi tanpa seizin penulis. Cerita sudah diterbitkan, memiliki hak cipta dan terdaftar di ISBN
*
*
*Hema memandangi wajah di dalam kegelapan itu lamat-lamat. Dia bukan orang bodoh yang percaya akan kata-kata begitu saja.
Sudah menjadi keahliannya untuk membaca setiap gerakan dan kejujuran setiap ucapan.
"Apa maksudmu dengan ini semua?" tanya Hema ketus.
Zildane terkekeh, ia masih sibuk memakai jaketnya.
"Tidak ada. Aku hanya mencoba untuk menguji kesetiaan Chelsea. Kuberikan dia rumah dan seluruh harta yang kupunya. Tapi dia menolak dan mengatakan hal yang sangat menyakitkan."
Zildane mengambil helm full face yang diletakan di atas meja sudut ruangan gelap itu.
"Aku tak bisa menyakiti dia, karena aku sangat mencintainya. Tapi aku bisa, kan, menyikitimu untuk membalaskan rasa sakit ini?" Zildane berjalan mendekati Hema, ia menepuk pundak kekar itu pelan.
"Aku sudah siap memukulimu. Pulanglah untuk acara kalian. Atau aku akan menggagalkannya lagi."
Zildane berjalan ke arah luar, derap suara langkah mengiringi. Lalu, suara itu terhenti, dia membalikkan badan.
"Oh, ya. Satu lagi, aku ingin tau. Kenapa kau belum menangkapku, padahal kau sudah tau siapa aku?"
Hema melirik dengan tajam, ia masih membaca setiap maksud ucapan lelaki itu.
"Benarkan Brigadir Nuel Philip? Kau tau siapa aku?" tanya Zildane lagi.
Hema membalikkan badannya dengan kedua tangan yang tersilang di dada.
"Apa maksudmu dengan ini semua?" tanya Hema lagi.
"Tidak ada maksud apa-apa. Hanya saja aku muak melihat orang-orang sepertimu. Memanfaatkan hati seseorang demi kepentingannya. Kau ... pecundang, Nuel."
"Aku tak mengerti apa yang kau maksud."
"Benarkah tak mengerti?"
Zildane mengeluarkan ponselnya, lalu mengirim pesan ke nomor ponsel Chelsea. Dua getaran terasa pada benda pipih yang ada di tangan Hema.
Zildane tersenyum, ia menggelengkan kepala pelan.
"Kau menyadap ponsel Chelsea, bukan? Dari awal kau tau dia berhubungan denganku. Dan kau mendekati dia untuk menemukanku."
Hema masih terdiam, mendengarkan semua celoteh Zildane.
"Bagaimana kau bisa menyeret gadis itu ke dalam masalah kita, Nuel? Bukannya kau hebat? Bahkan namamu sangat ditakuti di luar sana."
"Sudah?" tanya Hema malas. "Kalau sudah selesai, aku akan pergi. Tak ada gunanya mendengarkan celotehmu."
Hema berjalan, berniat untuk keluar dari gedung kosong tersebut.
"Hei, Nuel. Ini kesempatan terakhirmu bertatap wajah denganku. Jika malam ini kau melepaskanku, maka kedepannya kau akan kesulitan mencari. Karena gadis yang kau jadikan umpan, telah kau makan."
Langkah Hema terhenti, ia menoleh ke arah Zildane.
"Kau terlalu meremehkanku. Malam ini kau bisa pergi dariku. Tetapi, lain kali aku akan menangkapmu tepat saat kesalahan itu kau lakukan."
Zildane terbahak, ia melepaskan helm full face yang dikenakan.
"Benarkah? Aku tak yakin, selama setahun ini bukannya kau kesulitan mencariku? Jika bukan karena Chelsea yang membawaku kembali. Yakinkah kau bisa menemukanku lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pena Cinta [END]
RomanceSeorang penulis muda bertemu dengan lelaki asing yang selalu menggombalinya. Berawal dari kata kagum, yang berujung pada keinginan untuk memiliki.