WARNING!
*
Dilarang mengcopy seluruh atau sebagian isi tanpa seizin penulis. Cerita sudah diterbitkan, memiliki hak cipta dan terdaftar di ISBN
*
*
*Hema melirik jam yang melingkari pergelangan tangannya. Azan Ashar sudah berkumandang dan dia sudah tiga jam menunggu di sini.
Tak ada tanda-tanda gadis itu akan keluar. Dony dan Damar yang menemani awalnya, mulai bosan. Terlebih ketika anak-anaknya yang mulai merengek mencari ibunya yang masih pergi bersama neneknya ke acara pengajian bulanan.
Alhasil lelaki itu sendirian selama satu jam. Berulang kali Roy mencoba mengetuk pintu kamar anaknya, percuma. Chelsea gadis keras kepala yang terkadang hanya mengikuti egonya saja.
"Hema, ayo berjamaah," ajak Roy.
Lelaki itu mengangguk, mengikuti langkah Roy menuju musalla rumahnya.
Saat ingin ke kamar mandi, tak sengaja bertemu dengan Chelsea yang baru selesai berwudu.
Cepat tangannya menutup daun pintu. Menciptakan suara dentuman yang lumayan besar.
"Berbaliklah, Hema. Aku ingin keluar," pinta Chelsea dari dalam.
"Sea, bisakah habis salat kita bicara? Sebentar saja."
"Bukannya sudah?" tanya Chelsea ketus.
"Sekali lagi, Sea. Aku mohon."
"Setelah itu kamu akan pergi?"
Hema terdiam, ada rasa yang tak menginginkan ia untuk meninggalkan gadis itu. Dia benar-benar telah jatuh cinta. Haruskah dia merelakan untuk yang kedua kalinya?
"Setelah itu kamu akan pergi?" tanya Chelsea mengulangi.
"Sea, kita masih bisa memperbaikinya. Sumpah aku benar-benar ingin menikahimu."
"Aku tidak mau."
"Aku mencintaimu, Sea."
"Tapi cintamu membuatku menderita, Hema." Kini suara itu terdengar sumbang.
Chelsea menutupi mulut, mencoba untuk menyembunyikan suara tangisannya. Kepalanya tertumpuh pada duan pintu. Perlahan tubuhnya melorot ke bawah. Dengan getaran tubuh yang melepaskan sesengukkan tanpa suara.
Di luar sini Hema memejamkan kedua belah matanya. Menghela napas yang kian berat bersarang di dada. Menikmati setiap sayatan luka yang kembali berdarah.
Hatinya remuk, terhunjam oleh pengakuan yang begitu menyakitkan. Benarkah tidak ada yang bisa diperbaiki lagi?
Ucapan dia kali ini, benar-benar ketulusan dari hati.
"Maafkan aku, Sea. Maaf karena aku sudah mencintaimu dan membuatmu banyak menderita."
Ucapan itu semakin membuat Chelsea terisak. Kepalanya menggeleng dengan cepat. Berusaha untuk mencegah, tetapi angkuhnya sebuah hati menghalangi rasa yang tak rela kehilangan untuk kedua kalinya.
"Untuk itu ayo kita bicara, bertemulah denganku sebentar saja. Setidaknya, kita butuh ucapan untuk sebuah perpisahan."
***
Gadis itu keluar dengan balutan hijab sederhana. Pipinya memerah, kantung mata, dan juga hidung yang terus berair.
Selama dua minggu ini, mungkin dia terus menangis. Hal yang semakin membuat hati Hema terluka.
Chelsea duduk di sebelah lelaki itu, dengan silangan kedua tangan di depan dada dan pandangan yang dibuang entah ke mana.
Hening. Hema tak tahu harus memulai ini semua dari mana. Tak ada yang bisa dijelaskan, karena untuk sebuah dustanya, ia tak memiliki alasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pena Cinta [END]
RomanceSeorang penulis muda bertemu dengan lelaki asing yang selalu menggombalinya. Berawal dari kata kagum, yang berujung pada keinginan untuk memiliki.