Kepingan Hati yang Lain

143 23 8
                                    

WARNING!
*
Dilarang mengcopy seluruh atau sebagian isi tanpa seizin penulis. Cerita sudah diterbitkan, memiliki hak cipta dan terdaftar di ISBN
*
*
*

Sepasang sepatu tenggelam di dalam genangan yang dipandangi gadis itu. Chelsea mendonggakkan kepala, melihat sang Tuan yang berdiri tepat di depannya. Hema membuka kemejanya, melemparkan ke wajah Chelsea. Menutupi wajah yang kuyu karena air mata itu.

Terdiam, gadis itu masih mencerna perbuatan Hema. Detik kemudian ia mengempaskan kemejanya kasar.

"Apa yang Anda lakukan? Apa Anda pikir kemeja itu wangi?"

Hema terbahak, ia mengambil kemejanya yang telah basah, lalu berjalan ke dalam halte. Gadis itu telah lebih dulu duduk, tak lagi terlihat sisa air mata di wajahnya. Sempurna, ia menutupinya dengan begitu rapat.

"Kenapa jongkok di sana? Mau poop? Cantik-cantik, kok, jorok."

Wajah itu terlihat memerah, tetapi pandangan masih ia buang entah ke mana.

"Bukan urusan Anda!" ketusnya dengan menyilangkan kedua tangan di dada.

"Oh." Hema hanya menganggukkan kepala pelan.

"Anda, kenapa bisa ada di sini? Hujan-hujanan, emang lagi syuting film India?" tanyanya ketus.

"Emang India aja yang bisa hujan-hujanan? Kita juga bisa, mau coba? Acha-acha, nehi-nehi?" tanya Hema menggoda.

Chelsea memutar bola matanya. "O ... gah!" Gadis itu menyunggingkan sebelah bibirnya.

Hening. Tak ada lagi pembicaraan. Chelsea melamun sembari melihat lintasan air hujan.

Sedang, lelaki itu terus menatapi wajahnya. Bulu mata, hidung, pipi, dan juga matanya. Masih menyampaikan luka. Sayang, ia terlalu takut untuk menyentuhnya.

Baginya setiap luka adalah hal yang tak bisa tersentuh oleh siapapun itu. Karena dia juga punya luka di tempat yang sama. Di sana, segumpal daging yang sangat rapuh benama hati.

"Berapa lama lagi mau tinggal di Bandung?" tanya Hema memecahkan keheningan.

"Em, nggak tau. Mungkin ditambah seminggu atau dua minggu lagi."

"Kenapa makin lama?"

"Yah ... sekalian mau nyari inspirasi juga."

Hema terdiam seraya memandangi wajah cantik Chelsea. Dalam, iris berwarna hitam pekat itu memandang.

Ada yang dicari, tetapi bukan inspirasi. Kepingan hati yang telah menghilang. Terbenam di belahan bumi yang entah di mana. Mungkin.

Chelsea memainkan bibirnya dengan tatapan yang masih memandang ke depan. Kenapa matanya begitu kuat menyembunyikan? Entah itu luka, pun air mata.

"Saya akan kembali," ucap Hema sembari menatap wajah itu.

Seketika Chelsea memalingkan wajah, tanpa sengaja mata mereka bertemu. Bertaut dalam keheningan tanpa suara. Memandang binar itu dalam dan lamat.

"Em." Chelsea tersenyum dan menganggukan kepala. Mengalihkan pandangan ke arah depan. "Kapan?" tanyanya lagi.

Entah kenapa, ada rasa yang begitu membingungkan menyapa diri. Seperti tak rela, tetapi sadar dirinya bukan apa-apa.

"Besok pagi. Take off jam tujuh pagi."

"Hati-hati di jalan." Gadis itu tersenyum, dengan mata yang memandang ke depan.

Hema menelan saliva, tangannya meremas kertas yang basah tadi. "Ikutlah pulang bersamaku."

"Apa?" tanya Chelsea kaget.

Pena Cinta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang