Dilema

109 16 2
                                    

WARNING!
*
Dilarang mengcopy seluruh atau sebagian isi tanpa seizin penulis. Cerita sudah diterbitkan, memiliki hak cipta dan terdaftar di ISBN
*
*
*

Chelsea tersenyum ketika melihat wajah Hema yang berubah muram.

Satu detik, dua detik, seulas senyuman terbit dari wajah tampan itu. Dia butuh waktu untuk mencerna ucapan gadis tersebut.

"Aku telah menyerahkan hatiku pada Allah, Hema. Terserah Dia yang ingin menjodohkanku pada siapa."

Chelsea menundukkan wajah, bibirnya terus melengkungkan sebuah senyuman yang indah.

"Bukankah kamu yang mengatakan, bahwa doaku kalah dengan doamu yang selalu menyebutkan namaku di setiap sujudmu?"

Hema mengangguk, luka yang sempat ia rasakan karena jawaban Chelsea menguap begitu saja. Rasanya lebih bahagia ketika mendengar ada seseorang yang memilih kita karena Tuhan.

Karena itu artinya, cintanya tak akan pernah memudar selama apa dia bertahta. Sama seperti dia mencintai Tuhannya, maka selama itulah dia mencintai kita sebagai makhluk-Nya.

"Saat dua hati memilih pergi dariku. Aku pernah meminta, jika memang salah satunya adalah jawaban atas penantianku selama ini. Maka kembalikan dia kehadapanku."

Chelsea menggelengkan kepalanya, mata berwarna hitam pekat itu kembali menatap Hema yang masih setia mendengarkan setiap pengakuan darinya.

"Kamu tau, Hema. Allah bahkan memberikan jawabannya tanpa jeda. Kadang aku malu, ketika ibadahku biasa-biasa saja. Mengapa Dia masih sangat baik padaku?"

"Sea, kalau boleh aku tau. Bagaimana kamu bisa yakin bahwa jawabannya itu aku?" tanya Hema penasaran.

Gadis itu hanya tersenyum, kepalanya menggeleng dengan cepat.

"Rahasia!" jawabnya ketus.

"Oh, ya. Kalau gitu akan kubuat kamu mengakuinya."

Hema menarik tangan Chelsea, seketika gadis yang tengah duduk itu bangkit dan limbung ke atas lelaki tersebut. Erat kedua tangannya memegangi bahu kekar yang tengah terduduk. Menatap lekat dan dalam.

Terdiam, memandang dalam keheningan, bahkan ia tak sadar jika saat ini kedua tangan Hema tengah berada di pinggangnya.

Perlahan pandangan itu tertunduk, ia menegakkan badannya dan kembali duduk di kursi.

Wajahnya memerah, dengan debaran jantung yang tak lagi seirama. Berdegup sangat kencang, tatapan mata itu terus terbayang di dalam pikirannya.

Hangat, ada rasa yang tengah menjalar di kalbu. Entah apa itu, dia juga tidak tahu. Pandangannya kembali menatap ke arah Hema. Lelaki itu masih menatapnya dengan bibir yang memberikan senyuman.

Chelsea ikut tersenyum, pandangannya kembali tertunduk. Pipi putih itu terus bersemu merah, tersipu dan juga malu.

Sementara ada kepalan yang semakin menguat di seberang sini. Melihat Chelsea yang bahagia dengan Hema semakin menantang rencananya untuk segera terlaksana.

***

Chelsea meletakan piring berisi kue basah di atas meja ruang tengah. Mata gadis itu menelisik setiap isi di dalam piring. 

"Oke, selesai," gumamnya riang.

Akhirnya setelah melewati beberapa kejadian panjang. Malam yang pernah sangat ia nantikan ini tiba. Walau saat ini calon yang akan ia nikahi berbeda.

"Sea, ini biar aku dan Tante yang selesaikan. Kamu siap-siap aja dulu."

"Ya udah, Key. Aku mandi dan dandan dulu, ya, kamu tolong urusi ini."

Pena Cinta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang