WARNING!
*
Dilarang mengcopy seluruh atau sebagian isi tanpa seizin penulis. Cerita sudah diterbitkan, memiliki hak cipta dan terdaftar di ISBN
*
*
*Chelsea menatap wajah Zildane lamat-lamat, dulu ia pernah berharap bahwa wajah itu yang akan dipandangi sebelum menutup mata. Dan wajah itu pula yang selalu menyambutnya ketika pertama kali membuka mata.
Gadis itu tertunduk, pikirannya seakan berperang dengan hati. Logika dan nuraninya bertentangan. Satu sisi ingin kembali, memperbaiki apa yang pernah hancur selama ini.
Di sisi lain ingin pergi, meninggalkan jejak kaki yang pernah menginjak duri amat dalam. Sakitnya masih membekas, sanggupkah ia hidup dengan cinta yang begitu menyakitkan?
"Sea," panggil Roy lembut.
Gadis itu mengangkat wajahnya, melihat sang Papa.
"Istikharah, Nak. Libatkan Allah dalam keputusanmu."
"Sea bingung, Pa. Bisa Papa tinggalin Sea sebentar?"
Roy mendesah panjang, tak tega melihat anak gadis semata wayangnya itu terus berada di dalam kebimbangan atas pilihannya. Chelsea masih labil, Roy sangat sadar itu. Gadis itu selalu bersikap ceroboh dan mengikuti emosinya. Ia takut anak gadisnya salah menjatuhkan pilihan kali ini.
"Pa."
Roy mengangguk, ia bangkit dan berjalan ke dalam rumah. Namun, tak sepenuhnya meninggalkan sang anak di sana.
Hening, Chelsea masih bergeming. Detik kemudian ia terduduk di kursi antara Hema dan Zildane.
Lelaki bernama Zildane itu mendekat, berlutut di bawah kursi yang Chelsea duduki.
"Sea," panggilnya lembut.
Chelsea menatap wajah itu, satu air lolos begitu saja. Ada desiran yang sangat nyata terasa. Rindu yang terbalut luka. Ya, mencintai Zildane memang teramat menyakitkan.
"Aku kembali untuk menjemputmu. Dulu aku pernah berniat ingin sekali melamarmu, tapi tak memiliki banyak uang. Sekarang aku sudah sukses, aku akan membahagiakanmu, Sea. Aku berjanji."
Gadis itu masih berdiam, hatinya begitu lemah. Terlebih untuk cinta yang selama ini diperjuangkan sekuat tenaga.
"Aku memang salah pernah meninggalkanmu, Sea. Tapi selama ini aku tidak pernah selingkuh darimu. Aku masih menjaga hatiku untukmu. Aku bersumpah, Sea."
Gadis itu tetap diam, membiarkan buliran demi buliran bebas menjejalahi wajahnya.
"Sea, menikahlah denganku." Zildane mengeluarkan sebuah kotak dari dalam jeansnya. Sebuah cincin dengan berlian di atasnya.
Hema mulai gelisah, mengingat bagaimana Chelsea selalu menantinya selama ini. Bahkan ia rela menjejaki jalanan asing demi menemukan lelaki itu.
Jika dipikirkan, maka jatuhnya adalah Chelsea yang pasti akan meninggalkannya begitu saja.
"Terlambat!" Gadis itu menyeka wajahnya.
"Aku pernah berjuang mencarimu, Zildane. Mendatangi belahan dunia mana saja yang mengatakan kamu ada di sana. Aku selalu ingin pergi di mana tempatmu berada. Menetap di sisimu tak peduli kaya atau tanpa harta."
Chelsea menggelengkan kepalanya. Punggung tangannya mencoba menyeka wajah. Percuma, karena buiran itu tak mau berhenti meluruhkan lara.
"Tapi kamu tidak pernah mengerti. Aku selalu mengejarmu. Mengejar angan bayanganmu yang terus memudar. Mencoba menata asa yang pernah kamu leburkan. Aku pernah berjuang untuk menemukanmu, tapi langkahku selalu tak berujung padamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pena Cinta [END]
RomanceSeorang penulis muda bertemu dengan lelaki asing yang selalu menggombalinya. Berawal dari kata kagum, yang berujung pada keinginan untuk memiliki.