Hanya Sandiwara

99 20 6
                                    

WARNING!
*
Dilarang mengcopy seluruh atau sebagian isi tanpa seizin penulis. Cerita sudah diterbitkan, memiliki hak cipta dan terdaftar di ISBN
*
*
*

Tangisan itu terhenti ketika tangannya terasa longgar. Zildane menarik wajahnya dan tersenyum lembut. Senyum itu masih sama hangatnya seperti dulu. Mampu menenangkan saat hati gusar karena ketakutan.

Zildane, mendekatkan bibirnya pada telinga Chelsea.

"Tetaplah menangis dan berteriak. Ingat yang kukatakan padamu tadi? Calon suamimu tengah mencarimu di sini," bisik Zildane lembut.

Chelsea mengangguk, mungkin niatnya baik untuk mengelabui. Namun tetap saja, dia telah memeluk dan menciumi.

"Anggap saja ciuman tadi bayaran atas bantuanku, Sea," bisik Zildane di telinga Chelsea. Seperti paham akan pertanyaan di dalam hati gadis tersebut. Ia menjawabnya tepat pada sasaran.

Di mata Erka, Zildane tangah menikmati tubuh gadis itu. Nyatanya, lelaki itu tengah menahan diri mati-matian agar tetap waras pada pikirannya.

Dia memang mencintai, tetapi tidak untuk menyakiti. Baginya Chelsea adalah sesuatu yang harus ia lindungi. Tak peduli mau dibalas atau ditinggali, sejatinya cinta itu tak pernah menyakiti. Dan dia percaya akan hal itu.

"Kenapa kau lakukan ini, Zildane? Kenapa, Bajingan?" teriak Chelsea lebih kencang.

Suara itu menggema, memenuhi seluruh bangunan kosong di sana. Hema memalingkan wajah.

Sedikit tergesa langkahnya mencari jejak kekasihnya. Sebuah tangan menahan dada Hema yang ingin masuk ke dalam sebuah ruang kosong di gedung tersebut.

Wanita dengan rambut kucir kuda itu menggeleng. Menahan Hema agar tidak tergesa-gesa mengambil langkah.

Wanita bernama Karen itu menghentakkan tangannya. Memberikan perintah ke temannya untuk segera mengepung satu ruangan yang ada gema suara Chelsea di dalamnya.

Jika ini memang jebakan, maka bukan hanya satu ruangan saja yang berisi orang. Pasti ada ruangan lain yang mengendalikan.

"Kau masuk duluan, ingat Hema, kau tidak sendirian. Berikan kode pada kami jika kau terjebak."

Hema mengangguk, perlahan langkahnya menuju ke ambang pintu ruangan yang tak lagi ada pembatasnya itu.

Tangannya mengepal dengan kuat, rahangnya mengeras. Pemandangan yang menyambut disaat pertama masuk, telah membakar seluruh emosinya. Kalap.

"Jangan sentuh wanitaku, Bajingan!" teriak Hema kalap.

Zildane menghela napasnya, akhirnya sandiwara ini akan selesai. Tak perlu lagi menyakiti Chelsea untuk mengulur waktu. Ia bangkit dan menarik diri dari hadapan Chelsea.

Matanya langsung mendelik, melihat Hema yang hanya datang sendiri. Bagaimana lelaki itu bisa seberani ini?

"Keparat!" Hema berlari ke arah Zildane. Melayangkan sebuah kepalan yang malah tertangkap tangan Zildane.

"Mengapa kau bisa sebodoh ini, Nuel? Aku sengaja mengirim pesan ke ponsel Chelsea agar kau kemari bersama timmu? Apa kau sengaja menyerahkan nyawa?" lirih Zildane berbisik di telingah Hema.

Kepalan tangan Hema mengendur, ia menjauhkan badan yang dipeluk oleh Zildane.

"Siapa yang kau panggil wanitamu? Ha?" teriak Zildane.

Bugh!

Satu layangan menghantam wajah Hema. Lelaki itu menggeleng, mencoba sadar dari rasa sakit atas hantaman tangan itu.

Pena Cinta [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang